Selasa, 31 Maret 2009

Lebih Cepat Lebih Baik vs Purwoceng



Kalau anda mengingat kampanye pilpres 2004, anda tentu ingat dengan slogan “Bersama Kita Bisa”. Slogan itu milik pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) yang akhirnya menjadi pasangan presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.

Namun dalam perjalanan pemerintahannya, apalagi menjelang pemilu, seolah slogan itu berubah jadi "tidak bersama kita bisa". Dua sejoli itu dinilai sering terpecah dalam setiap tindakannya. JK bahkan dinilai lebih presiden dari SBY, ibarat ada dua matahai kembar.

Sampai-sampai Buya Syafii Maarif mengatakan JK sebagai the real president meski kemudian JK mengatakan dirinya the real vice president.

Makanya Pengamat Politik Seperti Mohammad Qodari sempat menyatakan SBY dan JK tidak cocok. “JK dan SBY itu ibarat rem sama gas, jadi bertentangan,” kata Qodari.

Qodari bukan yang pertama menilai, selama ini memangi SBY dinilai sebagai pemimpin yang lamban dan tidak tegas, sementara JK dikenal cepat bertindak, bahkan terkesan spekulatif ala pengusaha.

Kisah SBY-JK ternyata semakin mencolok saat menjelang pemilu ini. Perpecahan yang selama ini terlihat ditutup-tutupi mengemuka ke permukaan saat JK kemudian menyatakan siap maju sebagai presiden. Apalagi banyak kader Golkar yang setuju pimpinannya pecah kongsi dengan SBY.

Yang menggelitik juga hadir dari iklan Partai Golkar. Dalam iklan tersebut JK sedang mengumbar janji dengan mengatakan bisa memerintah lebih baik. Ada kalimat yang menonjol yang diucapkan JK sambil menggulung lengan baju kuningnya; “lebih cepat lebih baik”.

Kalimat itu akan tampak biasa kalau bukan JK yang mengucapkan. Namun menjadi tidak biasa karena kalimat itu dinilai sebagai sindiran JK terhadap SBY. Sebagaimana diketahui SBY selama ini dicitrakan lamban.

Makanya iklan itu seolah menjanjikan jika JK presiden bisa lebih cepat dari SBY dalam mengambil keputusan. Karena lebih cepat itu lebih baik.

Perang reaksi antar anak buah dua partai terkait iklan itu sempat terjadi. Golkar berkilah tidak bermaksud sindir SBY. Demokrat berkilah SBY tidak lamban.

Bagaimana dengan SBY sendiri, dia ternyata melakukan sesuatu yang seolah membalas sindiran JK. Tak lama setelah iklan JK tayang, SBY melakukan kunjungan ke Surakarta.

Kala itu SBY berkunjung ke suatu tempat yang ada tanaman Purwoceng. kemudian dia berkelakar kepada para menterinya untuk memakai tanaman itu. Purwoceng adalah tanaman obat untuk laki-laki agar tahan lama dalam berhubungan seks.
Lantas apa hubungannya dengan “lebih cepat lebih baik”?, Pakar Komunikasi Politik Effendy Ghazali mengungkapkan tafsirnya dan mencari benang merahnya.

Effendy menilai Purwoceng merupakan counter attack SBY terhadap pernyataan JK. Karena filosofi Purwoceng adalah memperlama gairah atau ereksi atau bisa dikatakan “lebih lama lebih baik”.

“Nah kalau JK lebih cepat lebih baik, SBY Purwoceng, lebih lama lebih baik” ujar Effendi.

Entah analisis Effendy itu serius atau bercanda belaka. Namun yang jelas tingkah laku dua pemimpin itu memang selalu kontras, disadari atau tidak, diakui atau tidak.

Senin, 30 Maret 2009

Terselamatkan Mulan Jameela


Kalau anda pikir massa parpol berkumpul untuk mendengarkan orasi pimpinannya, anda perlu berfikir ulang. Fenomena kampanye terbuka pemilu 2009 ini menunjukkan hal yang berbeda.

Mengumpulkan massa ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Para kader dan simpatisan yang memadati lapangan terbuka cepat bubar dan tidak tahan terik matahari.

Parahnya, bubarnya mereka saat sesi orasi dari pimpinan parpol. Mereka biasanya berkumpul di pinggir atau ditempat teduh selama orasi berlangsung. Mereka baru kembali ke tengah dan memadati lapangan saat sesi hiburan dimulai.

Maka jangan salahkan pimpinan parpol jika masih memakai artis sebagai pemancing kehadiran masa. Setidaknya kampanye terbuka PKB membuktikan hal itu.

Sebagaimana biasanya siang itu masa antusias memadati kampanye terbuka PKB di Subang. Jumlah masa yang hadir cukup membuat lapangan itu menjadi hijau dengan kaos dan atribut PKB.

Namun saat siang hari, masa mulai menjauhi tengah lapangan yang terik. Apalagi artis ibukota seperti Ahmad Dhani dan Mulan Jameela yang dijanjikan menghibur tak kunjung hadir. Orasi para kiai pun seolah ditujukan pada rumput yang bergoyang di tengah lapangan yang kosong.

Himbauan MC pada masa untuk ke tengah tak digubris. Bahkan bujuk rayu bernada tipu-tipu juga tak mempan. “Dani dan Mulan sudah di tol, sebentar lagi nyampek,” rayu MC yang terlihat mulai kehilangan jurus muslihatnya.

Akhirnya pidato Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar pun tertunda. Sebab tampak tidak pantas Ketua Umum berpidato menghadap lapangan yang mulai kosong.

Akhirnya di tengah raut keputusasaan panitia, hadirlah Dhani dan Mulan Jameela. Kedatangan mereka membuat massa kembali antusias mengikuti kampanye.

Bahkan setelah melihat Dhani dan Mulan mereka nurut saja disuruh apapu oleh panitia. “Dhani.Dhani..Dhani..Mulan..Mulan,” terika massa tampak girang idolanya hadir.

Eforia masa atas Dhani dan Mulan Jameela tak disia-siakan Muhaimin. Dia lalu berorasi sebelum Dhani dan Mulan tampil. Hasilnya orasi berhasil dilakukan di hadapan ribuan massa.

Massa yang kemudian bergoyang gembira bersama Mulan Jameela. Hari itu PKB terselamatkan Mulan Jameela. Tak salah kalau PKB menjadikan Dhani sebagai jurkam nasional PKB.

Fenomena seperti itu tidak hanya dialami PKB. Partai lain juga sering mendapat nasib seperti itu. Bahkan ada kampanye yang terlihat seperti sebuah acara dang dutan daripada kampanye. Orasi kemudian menjadi tidak diminati.

Contoh yang lain adalah kampanye Partai Demokrat di Golora Bung Karno Senayan. Konon karena hiburannya lama, masa memilih balik kanan ke rumah masing-masing.

Akibatnya SBY sempat diberitakan ngambek dan pulang lebih awal karena masa yang hadir relative sedikit dan stadion tersebut terlihat kosong melompong. Sesi hiburan yang ditempatkan di bangian akhir akhirnya beberapa batal.

Hal seperti itu bukan tidak dipahami para pimpinan parpol. Makanya jangan heran jika pimpinan seperti Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir selalu membawa artis setiap kunjungannya. Wiranto juga membawa penyanyi dang dut dalam kunjungannya.

Bahkan Gerindra menyewa tiga diva, partai lain juga melakukan hal yang sama. Termasuk partai yang mencitrakan diri sangat Islami. PKS menyewa Ipang untuk nyanyi di panggung.

Walau kadang jadi boomerang, seperti PBB yang sempat melarang artis sewaannya manggung. Aalasannya cukup menggelikan, si artis dinilai berpakaian terlalu ketat.

Tunggangan Mewah untuk Kampanye


Siang itu matahari kota Sukabumi cukup panas, di bawah terik matahari rombongan Ketua Umum Hanura Wiranto bergegas meninggalkan panggung kampanye di lapangan yang dipenuhi ribuan kader itu.

Wiranto dan tim suksesnya harus melanjutkan kampanye di Pulomas Jakarta Timur setelah berorasi beberapa saat di Sukabumi. Saya yang ikut dalam rombongan ikut bergegas mengikutinya.

Lalu kita bergerak naik bis besar untuk menghindari antusiasme massa yang ingin berjumpa mantan Pangab itu. Karena bus wartawan lambat dating, para wartawan peliput yang di bawa dari Jakarta diizinkan untuk masuk ke bus Wiranto.

Bus ini berkururan besar, setara dengan bus AKAP. Hanya bedanya eksterior bus ini penuh gambar Wiranto dan Hanura. Tentu saja interiornya juga dibuat eksklusif.

Di bagian tengah terdapat ruangan atau bilik dengan sofa empuk. Di sampinya tersedia meja yang difungsikan jadi pantry mini. Ada nasi goreng tersedia di sana, dan para wartawan kebagian mencicipinya.

Sementara di sisi kiri dan beberapa di sisi kanan depan berderet kursi ekslusif. Kursi yang jumlahnya tidak sampai 10 buah ini sangat nyaman dan mewah seperti di pesawat sewaan. Bahannya dari kulit, dan bisa di stel untuk berbaring.

Wiranto tampak duduk di kursi paling depan dengan meja berdisain seperti marmer. Suasana bus itu memang benar-benar nyaman dan ekslusif.

Kalau ada minus atau kurangnya itu hanya dari finishing desain interior yang di beberapa sudut tampak kasar. Mungkin pihak karoseri mengejar dethline pesanan sehingga kerjanya terburu-buru.

Ceita soal kendaraan mewah untuk kampanye bukan monopoli Wiranto semata. Ketua Umum parpol lain juga melakukan hal serupa. Sebut saja Ketua Dewan Penasehat Gerindra Prabowo Subiyanto yang menyewa jet ekslusif dalam setiap penerbangan kampanyenya ke daerah.

Jet yang membawa pengurus Gerindra dan wartawan itu juga menyediakan ruang akslusif yang bias untuk istirahat Prabowo. Tidak hanya Prabowo, penumpang pun mendapat pelayanan memuaskan.

Bahkan menu makannya tidak kalah dengan di restoran. Benar-benar memanjakan. Pihak Gerindra beralasan kenyamanan memang dicari karena jadwal sangat padat.

Contoh yang lainnya, dari Soetrisno Bachir. Ketua Umum DPP PAN ini juga langganan memakai tunggangan mewah untuk kampanye. Sebuah pesawat disewa khusus untuk mengantarnya bepergian.

Sewa pesawat ini selalu dilakukan Soetrisno baik kampanye maupun tidak. Jika biasanya dalam pesawat komersial kita sulit mendapat kursi. Dalam pesawat Soetrisno ini banyak kursi yang kosong.

Maklum pesawat yang biasanya berangkat dari Halim ini hanya diisi keluarga, pengurus PAN dan wartawan saja. Jangan di Tanya pelayanannya, tentu eksklusif.

Tak lupa Soetrisno selalu membawa artis dalam rombongannya. Sebut saja misalnya Siviana Herman yang sering menemani pengusaha asal pekalongan ini.

Artis tersebut terkadar juga menjadi penghibur saat PAN berkampanye.

Contoh lain tentu masih banyak, Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo juga menyewa pesawat, dan tentu banyak contoh lainnya.

Namun tidak semua bisa memakai tunggangan mewah untuk kampanye. Bagi partai yang dananya pas-pasan tentu memilih tunggangan yang biasa saja.

Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar misalnya hanya memakai mobil keluarga saat kampanye ke Subang. Para wartawan ditampung dalam mobil lainnya di belakangnya.

Bahkan pengurus wilayah dan patwal sempat tidak mengenali mobil Muhaimin. Memang Wakil Ketua DPR ini tidak boleh memakai mobil RI yang biasa dia gunakan.

Muhaimin masih lumayan, banyak juga partai yang lebih kecil tidak mampu kampanye terbuka. Mereka akhirnya mencari-cari bentuk alternatif lainnya untuk kampanye.

Sialnya mereka sama-sama suka melakukan foging atau pengasapan nyamuk. Sialnya lagi bisa tiap hari mereka melakukan itu di daerah saya tinggal. Hasilnya bukannya nyamuk yang pergi, malah batuk yang datang.

Minggu, 29 Maret 2009

Diskusi Tengah Malam dengan Politisi Negeri Jiran




Malam itu aktivitas Kantor DPP PKB terlihat normal saja. Beberapa petugas sekratariat masih terlihat beraktifitas seperti biasa. Tak banyak, sebab sebagian sedang berada di dapil masing-masing.
Namun suasana Jumat tengah malam itu berubah menjadi istimewa dengan datangnya beberapa tamu. Tamu istimewa ini datang jauh dari negeri seberang. Mereka adalah rombongan politisi Malaysia.
Rombongan dari neferi jiran yang menyambangi PKB berasal dari partai oposisi dan partai pemerintah Malaysia seperti Partai Gerakan Rakyat (PGRM) dan Partai Keadilan Rakyat (PKR).
Rombongan yang hadir antara lain, PGRM diwakili oleh politisi muda Ng Yeen Seen dan PKR diwakili oleh sub prime council Zaliha Mustafa. Turut serta dalam rombongan Leong Lai Ming dari lembaga polling Merdeka Center for Opinion Research.
Di kantor mungil yang ada di daerah Menteng itu, mereka kemudian di sambut oleh Kepala Kesekretariatan PKB Darussalam, Wasekjen PKB Daniel Johan dan Prasiddha Ngartjojo.
Dalam suasana yang cair para aktivis muda parpol lintas negara itu kemudian berdiskusi. Dalam diskusi para politisi negeri jiran rupanya ingin mempelajari pemilu di Indonesia.
“Kami sengaja memilih dua partai besar ini untuk mendapatkan gambaran tentang sistem kerja mereka dalam menyambut pemilu serta sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia,” kata Zaliha Mustafa.
Dalam diskusi, Zaliha mengatakan dari aspek prosedural, demokrasi di Indonesia lebih baik dari pada di negerinya. Hanya saja, dia meragukan efektivitas demokrasi di Indonesia lantaran mayoritas penduduk Indonesia masih berpendidikan rendah.
Hal ini diperparah dengan sistem pemilunya. “Cara memberikan suara sangat rumit,” ujarnya.

Kemudian Wasekjen DPP PKB Prasiddha Ngartjojo memberikan penjelasan tentang sistem pemilu di Indonesia. Dia juga menjelaskan tentang kiprah PKB dalam politik di Indonesia.
Dia menilai diskusi antar aktivis partai tersebut sebagai sesuatu yang positif. “Sebagai sesama aktivis partai kami saling belajar satu sama lain. Kedua partai asal Malaysia itu merupakan mitra internasional PKB dalam forum partai-partai di Asia,” tandasnya.
Kunjungan dari luar negeri untuk belajar pemilu bukan yang pertema bagi PKB. Tiga hari sebelumnya serombongan wartawan Amerika Serikat (AS) juga menyambangi kantor DPP PKB untuk hal serupa.
Para wartawan media besar AS itu seperti Walstreet Journal, Los Angeles Times, Washington Post, The Economist, Fox Television, CNN, dan lain-lain itu juga mendiskusikan berbagai masalah dengan pengurus PKB terutama mengenai pemilu 2009.
Mereka diterima dan berdiskusi dengan Wasekjen DPP PKB Helmy Faishal Zaini. “Mereka sengaja berkunjung ke kantor PKB dalam rangka silaturahim dan
ingin tahu bentul demokrasi dan pemilu 2009,” kata Helmy, usai menemui mereka kala itu.
Helmy mengatakan dalam diskusi banyak hal yang digali tentang
demokrasi Indonesia. Mereka juga mendiskusikan mengenai PKB dan partai
Islam.

“Kita banyak diskusi tentang ideologi partai dan sebagainya,” ujarnya.(dian widiyanarko)

Pembonceng Bawa Nama Akbar



Saat ini pengurus teras Partai Golkar sedang menimbang-nimbang nama
capres. Berbagai usulan pun dipertimbangkan. Usulan nama capresdari
kader internal tentu biasa, namun bagaimana jika usulan itu dari orang
tak dikenal?

Sore itu Ketua DPR yang Juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar sedang
sibuk menjawab pertanyaan wartawan di pressroom DPR. Jumpa pers
dadakan yang dilakukan karena permintaan wartawan untuk merespon isu
permintaan maaf SBY pada Golkar itu berlangsung sangat cair.

Sesekali bahkan Agung melontarkan canda pada pertanyaan nakal dan
"menjebak" dari wartawan. Banyak pertanyaan dan pernytaan terlontar.

Agung dengan santai menjelaskan bahwa kasus dengan democrat harus
dihadapi dengan dingin. Tak perlu saling membalas tatatemen atau
ejekan. Setelah ada jeda pertanyaan wartawan, tiba-tima menyeletuk
seorang setengah baya di pojok ruangan.

"Mau Tanya pak," kata orang yang tampil perlente dengan setelan kemeja
kuning dan berdasi yang belakangan diketahui bernama Wahono itu.

Ekspresi kaget terlihat dari wajah Agung, namun dengan santai dia
meladeni orang asing tersebut. "Wah bajunya kuning ni," sapa Agung.

"Iya Pak saya Golkar," ujar orang itu.

Agung tampak tersenyum simpul, namun senyum itu segera berubah saat
orang itu mulai mengutarakan pertanyaan yang sesungguhnya berupa
pernyataan. Saya usulkan duet Akbar (Tandjung)-Wahono (namanya
sendiri),"tukasnya.

Orang itu bahkan mengklaim jika dilakukan usulannya bisa meningkatkan
20% perolehan suara Golkar. Agung tampak salah tingkah menghadapi
orang yang terus mencecarnya itu.

"Iya-iya sampaikan di situ saja," kalakarnya mencoba mengalihkan.

Para wartawan yang hadir lantas merespon pembonceng jumpa pers itu.
Mereka mengatakan pada Agung untuk tidak merespon dan melanjutkan
Tanya jawab.

"Wah pembonceng gelap ini," celetuk wartawan.

Namun rupanya, orang yang namanya mirip mantan Ketua DPR Wahono itu
tetap tak mau menyerah. Dia kemudian pindah tempat ke kursi sebelah
tempat Agung duduk. Lalu jumpa pers kembali berjalan sembari mata
wartawan tak lepas dari orang itu.

"Jangan-jangan nanti Pak Agung dipukul," bisik wartawan setengah
bercanda melihat hal menggelitik itu.

Si pembonceng terus sabar menunggu Agung bahkan saat usai jumpa pers
Agung terus dikejar agar mau menerima usulan capres Akbar
Tandjung-Wahono. Agung terus mengelak dan akhirnya bisa lolos dari
kejarannya.

Kejadian tersebut kemudian menjadi buah bibir di lingkungan pressroom
DPR. Rupanya Wahono yang sehari-hari mondar-mandir di seputaran DPR
itu bukan pertama kali melakukan pemboncengan.

Seorang teman wartawan mengatakan Wahono bahkan pernah dikeluarkan
dari Komisi II karena mengeluarkan statemen di dalam ruang sidang.
Namun siapapun Wahono, dia telah menyampaikan apa yang selama ini
sedang up to date di Partai Golkar dan membuat geli para pencari
berita.(dian widiyanarko, 11-2-2009)

Lobi Desa di Lapangan Bola


Misalkan saat fraksi lain tiba-tiba Lobi di belakang meja atau ruangan hotel berbintang bukan hal aneh. Namun lobi di lapangan bole tampaknya hal yang tak biasa bagi politisi senayan. Lobi model baru itulah yang dilakukan PKB dengan DPD.
Di sore yang agak mendung itu Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar tampak santai dengan seragam bola lengkap berwarna hijau. Bersama politisi PKB di senayan yang tergabung dalam FKB mereka sesekali mengejar dan menendang bola.
Para politisi yang sudah mendekati setengah baya itu tampak sedikit kelelahan dan sesekali istirahat. Namun mereka masih antusias mengejar si kulit bundar.
Tak berapa lama para anggota DPD datang dengan seragam bola warna merah putih. Mereka memang hendak main bola. Namun tujuan utamanya adalah lobi politik.
Di lapangan bola DPR itu mereka melakukan lobi santai tentang RUU Desa. DPD melobi PKB melalui FKB untuk mendukung RUU tersebut.
Main bola simbolik itupun menjadi symbol awal dukungan FKB atas kelancaran RUU itu masuk ke DPR untuk digolkan. “Substansi RUU Desa ini biasa dibicarakan di forum-forum ilmiah, tapi tidak pernah di lapangan bola,” ujar Muhaimin membuka acara.
Muhaimin pun mengungkapkan bahwa lobi pihaknya dengan DPD bukan hal baru. Selama ini PKB banyak mendukung langkah DPD.
Bahkan partai bola dunia bintang Sembilan itu menyatakan siap mendukung penguatan lembaga kamar kedua itu. “Pokoknya kita perkuat terus DPD ini,” katanya.
Selama ini memang DPD sering melobi PKB. Pemilik kursi terbesar ke lima di DPR itu memang satu dari sedikit fraksi yang selalu mendukung lembaga yang selalu merasa dianak tirikan DPR itu.
mencabut dukungan soal penguatan DPD lewat amandemen UUD, FKB tetap mendukung DPD. Begitu pula dalam kasus-kasus lainnya, termasuk RUU Desa ini.
Ketua FKB DPR Effendy Choirie yang memandu acara mengatakan RUU Desa yang diusulkan DPD ini memang layak didukung. Dia mengatakan 56 penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. Namun sebagian dari mereka miskin dan terbelakang.
Karena itu pembangunan desa melalui RUU tersebut jadi penting maknanya. “Membangun desa akan menyelesaikan separuh problem kemiskinan di Indonesia,” paparnya.
Dia mengatakan selama ini pembangunan terlalu biar kota. Karena itu proposal DPD perlu didukung.
“FKB DPR RI juga mengusulkan agar dialokasikan sekitar 15-20% dari APBN/APBD untuk pembangunan pedesaan,” ungkapnya.
Anggota DPD yang juga Ketua Kelompok DPD di MPR Bambang Soeroso yang memimpin lobi dari pihak DPD mengatakan RUU Desa ini memang layak diperjuangkan bersama. Dia juga mengatakan kerjasama pihaknya dengan PKB senantiasa dilakukan.
“Kerjasama PKB dan DPD adalah kerjasama yang saling menunjang, bagaimana DPR dan DPD bisa saling selesaikan masalah bersama,” ujarnya.
Bambang mengatakan pihaknya sudah lama menyusun naskah akademik RUU tersebut. Selain itu RUU yang ditujukan untuk membangun desa itu juga akan segera dimasukkan ke DPR.
Sebelum main bola di mulai, Bambang sempat berkelakar tentang bapak-bapak yang akan bermain bola. Dia mengatakan permainan hanya symbol lobi di lapangan bola.
“Kalah menang bukan ukurannya, tapi yang penting kita bisa tending bola sampai akhir,” kelakarnya yang dismbut tawa para pemain yang memang tak lagi memiliki stamina yang prima itu.
Kemudian acara lobi pun berpindah ke rumput hijau. Si kulit bundar pun ditendang ke sana kemari. Para politisi pun mulai berlari-lari kecil sambil diliputi hujan rintik-rintik yang mulai membasahi Komplek Parlemen Senayan. (dian widiyanarko) (09/02/05)

Dari Situs Pribadi sampai Kampanye Santai Dengan Facebook



Manuver Caleg dan Capres di Dunia Maya

Semakin familiernya internet membawa warna baru dalam pemilu 2009. Dengan teknologi canggih itu, kampanye pemilu tidak harus di lapangan terbuka atau debat di hadapan khalayak. Sebab kampanye juga bisa dilakukan di internet atau dunia maya.

Para politisi, baik yang akan menjadi caleg maupun cepres tentu butuh sarana untuk memperkenalkan diri dan menjabarkan visi misnya pada pendukung atau calon pendukung yang biasa dikenal sebagai kampanye. Untuk bisa menarik perhatian bahkan mempengaruhi, kampanye harus dibuat semenarik mungkin.

Menarik tentu tidak hanya terkait materi atau isinya. Namun juga terkait mediumnya. Dunia maya merupakan salah satu medium yang jadi pilihan. Karena relatif lebih murah dan efektif dibanding dengan model kampanye konvensional, seperti memasang spanduk, mengumpulkan masa dan sebagainya.

Kampanye di dunia maya ini juga beragam bentuknya. Misalnya saja dengan cara membuat situs pribadi. Situs pribadi para tokoh yang diprediksi akan maju jadi capres sudah banyak dibuat. Akbar Tandjung misalnya, beberapa waktu lalu meluncurkan situs pribadinya bangakbar.com. Ada juga situs presidensby.info, dan lain sebagainya.

Para caleg juga banyak yang membuat situs pribadi. Isi situs pribadi hampir sama, informasi dan data diri beserta visi misi dan berita seputar politisi bersangkutan.

Selain situs pribadi, para capres dan caleg juga memanfaatkan situs networking atau jejaring sosial seperti facebook untuk memperkenalkan diri. Memakai situs wahana pertemanan itu untuk kampanye tentu bukan tanpa alasan. Sebab tercatat sekitar 132 juta orang terdaftar jadi anggota situs ini. Facebook tidak hanya menjangkau di dalam negeri, tapi juga mereka yang ada di luar negeri.

Maka jangan kaget jika hampir semua capres memiliki facebook. Sebut saja Rizal Malarangeng, Akbar Tandjung, Fadjroel Rachman, Yusril Ihza Mahendra, Yuddy Chrisnandi, juga Soetrisno Bachir. Sutiyoso bahkan menamai lebih spesifik dengan Sutiyoso Center. Di facebook juga ada grup penggemar Megawati Soekarnoputri.

Trik menarik pendukung melalui facebook diakui Yuddy Chrisnandi. Politisi Golkar yang berambisi menjadi capres muda ini mengatakan facebook bisa menjadi sarana untuk mengenalkan pemikiran dan programnya.

Dari saya diharapkan para pengguna situs gaul yang rata-rata berusia muda dan pemilih baru bisa menjadi pendukungnya. “Harapannya seperti itu,” ujarnya.

Anggota DPR ini mengatakan memakai facebook sebagai semacam kampanye santai. Sebab dia juga menggunakannya sebagai pelepas lelah dari rutinitas. Dia mengatakan setiap ada waktu senggang akan dimanfaatkan untuk membukan dan mengup date facebooknya.

“Seluangnya saja seperti sekarang lagi liat-liat sambil ngantuk,”candanya.

Selain para capres, politisi yang menjadi caleg juga memanfaatkan facebook. Maka jangan heran juga kalau menemui wajah-wajah para caleg di sana. Ada Puan Maharani, Indra Jaya Piliang, Ferry Mursyidan Baldan, Ganjar Pranowo, dan sebagainya .

Ferry yang caleg Golkar misalnya sangat terkenal di kalangan pemilik facecook. Sebab Ketua Pansus RUU Pilpres ini sangat aktif dan rajin mengup date facebooknya. Misalnya saja saat sedang memimpin rapat pansus, maka di halaman facebooknya akan langsung terpampang bahwa dia sedang rapat pansus.

Tak jauh beda dengan Ganjar yang caleg PDIP. Ganjar juga sangat aktif mengup date facebooknya sembari mengabarkankegiatannya. Saat sedang rapat dengan KPU tentang teknik pemberian suara, maka di facebooknya tertulis coblos atau contreng?.

Ganjar mengaku menggunakan facebook untuk menemani waktu luang dengan memanfaatkan perangkat blackberry miliknya. Dia mengaku facebook tidak berkaitan langsung dengan konstituennya yang mayoritas penduduk pedesaan.

“Pendukung saya tidak kenal facebook,” ujarnya.

Namun dia tidak menampik jika facebook nantinya juga akan menambah pendukung baginya. Misalnya saja dari kaum muda atau pemilih pemula.

“Kalau itu boleh,” ujarnya.

Kampanye dengan situs dan facebook memang belum terukur efektifitasnya meraup dukungan dan menambah perolehan suara. Tapi paling tidak memberi warna baru rangkaian pesta demokrasi lima tahunan.(dian widiyanarko) (08/10/03)

Saat di DPR Tak Diajak Korupsi


Pamitan Gubernur Jabar Terpilih Dede Yusuf

Dengan gaya santun dan selalu menabar senyum pria berkemeja hitam dan berjaket kulit coklat itu memasuki rungan wartawan di DPR. Di ruang tersebut, pria yang wajahnya sering menghiasi layar televisi itu menemui para wartawan untuk berpamitan.

Pria itu adalah Dede Yusuf yang sebenatar lagi akan dilantik menjadi wakil gubernur Jawa Barat (Jabar). Hari itu adalah hari terakhirnya beraktivitas di Senayan karena pad hari Jumat dirinya sudah resmi menjabat kepala daerah propinsi terbesar di Indonesia itu.

Tokoh yang kemenangannya sempat dianggap sebagai simbol kemenangan pemimpin muda ini merasa perlu berpamitan dengan wartawan DPR, karena dia merasa dibesarkan DPR. Dede yang sebelumnya artis sinetron itu, memang mengawali karir politik di lembaga legislatif tersebut.

Dia bahkan mengaku sedih meninggalkan Senayan. “Kenapa sedih, karena pembelajaran politik riil ya saya dapati di DPR ini,” ujar Dede, saat pamitan dengan wartawan, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Dede mangatakan selama empat tahun menjadi anggota dewan dirinya belajar banyak tentang dunia politik. Kemenangannya di pilkada Jabar yang cukup fenomenal, diakuinya juga hasil dari pembelajaran tersebut.

Dari pengalamannya di DPR, Dede misalnya jadi tahu bahwa banyak anggaran yang tidak sampai ke daerah meskipun pemerintah sudah menganggarkan. Dia juga memahami konstelasi politik eksekutif dan legislatif secara langsung.

“Di DPR ini saya banyak belajar, nanti akan saya prektekkan kalau saya memerintah,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, pria yang identik dengan iklan obat sakit kepala itu sempat juga ditanya wartawan apakah dia selama menjadi anggota dewan pernah ditawari suap atau tindakan korupsi lainnya. Mengingat hal itu marak dilakukan anggota dewan.

Dede dengan senyuman khasnya menjawab bahwa dirinya tidak pernah ditawari suap atau diajak melakukan korupsi. “Saya dianggap anak bawang, jadi gak diikutkan,” ujarnya.

Kepada wartawan Dede mengaku banyak dibantu selama ini. Karena itu dia ingin berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih.

Dia melanjutkan, setelah dilantik nantinya, dirinya akan memajukan Jabar. Menurut dia propinsi terbesar itu memiliki banyak potensi, namun kondisi masyarakatnya masih sangat memprihatinkan.

Terobosan-terobosan baru telah disiapkannya untuk untuk daerah yang akan dipimpinnya itu. “Saya akan terapkan propinsi berbasis IT atau I Province,” ujarnya.

Selain itu dia juga akan membuka sejuta lapangan kerja bagi masyarakat Jabar. Sebab, kata dia, saat ini ada tujuh juta pengangguran terdaftar di propinsi itu.

Kepada teman-temannya di DPR, Dede meminta untuk mendukung pemerintahannya nanti. Dia meminta agar anggaran dan bantuan untuk Jabar dilancarkan.

Ketua DPP PAN Totok Daryanto yang mendampingi Dede mengatakan pihaknya melepas dengan bangga salah satu kader terbaiknya itu. Dia berharap Dede mampu mengemban amanah yang diberikan masyarakat Jabar.

“Saudara Dede harus buktikan dia mampu mengangkat masyarakat Jabar dari ketertinggalan,” ujarnya.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPP PAN itu mengatakan Dede adalah etalase partainya. Jika Dede berhasil memerintah, maka dia yakin suara PAN akan meningkat di Jabar.

Sementara itu, Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan Dede harus peka terhadap amanat rakyat Jabar. “Perhatikan amanat ketua umum, janji-janji pada rakyat harus dipenuhi,” katanya.

Ketua Fraksi PAN DPR itu menambahkan, Dede juga harus selalu mengunungi rakyat kecil secara langsung. Dia mengatakan amanah yang dipegang Dede tidak sembarangan, sebab yang bersangkutan memerintah propinsi yang sangat besar.(dian widiyanarko)( 08/06/12)

Dua Kali Seminggu Kepanasan Demi BBM


Kampanye Naik Ojek Muhaimin Iskandar

Ratusan sepeda motor menderu memasuki halaman gedung DPR. Dengan kawalan patroli pengawalan (patwal) polisi, rombongan motor beratribut PKB itu bergerak ke arah depan loby gedung Nusantara III. Mereka kompak berjajar, bersorak-sorak gembira, meski berpanas-panas, di bawah siraman terik matahari.

Rombongan yang ternyata tukang ojek itu, tiba di gedung parlemen sekitar pukul 10:5 WIB. Mereka mengantarkan penumpang istimewa ke tempat kerjanya di gedung itu. Penumpang itu adalah Ketua Umum DPP PKB yang sekaligus Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.

Muhaimin tidak sendiri, dia diantar Sekjen DPP PKB yang juga Meneg PDT Lukman Edy, Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding, serta para anggota DPR dari PKB seperti Bachrudin Nasori, dan Marwan Ja’far.

Muhaimin mengatakan kegiatan naik ojek ke kantor itu dimaksudkan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM). “Kita akan budayakan minimal dua kali seminggu,” ujarnya kepada wartawan yang menunggunya sejak pagi.

Selain sebagai contoh gerakan penghematan BBM, dengan naik ojek, ujar dia, kemacetan juga bisa dikurangi. Selain itu, dia mengaku waktu tempuh ke kantor juga lebih cepat dari mengendarai mobil dinas. Karena itu dia menghimbau anggota dewa pejabat lain mengikuti apa yang dilakukannya.

Meski tak seenak naik mobil sedan dinasnya, Muhaimin berjanji akan membiasakan melakukan hal itu. “Lebih panas sih, tapi ya biasa,” tuturnya. Dalam perjalanan, dia juga tampak mencopot jasnya karena berhadapan dengan terik matahari.

Mengenai banyaknya tukang ojek yang dibawa, Muhaimin mengatakan itu hanya seremonial saja. Para tukang ojek itu yang antusias mengantarnya, sampai sampai memakai atribut PKB segala.

“Saya bayar mereka Rp50.000,” candanya.

Dia menambahkan, dengan memakai ojek, juga akan membantu memberdayakan para tukang ijek yang berpenghasilan pas-pasan. Mendengar itu para tukang ojek menyambut denganterikan mendukung Muhaimin.

“Hidup tukang ojek, hidup Muhaimin. Tukang ojek dibelaiin Muhaimin,” teriak mereka.

Lukman Edy yang mendampingi Muhaimin menyatakan dengan menggunakan ojek akan menghemat Rp2,5 triliun dalam setahun. “Itu bisa membantu negara sekaligus rakyat kecil,” jelasnya.

Maka, dia menghimbau para pejabat dan pemilik mobil mewah untuk mengikuti gerakan itu. Dia sendiri dan Muhaimin akan konsisten melakukan hal itu.

Apa yang dilakukan Muhaimin ternyata mendapat sambutan beragam dari rekannya di DPR. Ketua DPR Agung Laksono, misalnya menanggapi dengan santai kampanye koleganya tersebut.

”Kan sudah ada Muhaimin. Itu bagus lah, karena menggambarkan penghematan,” kata Agung.

Menurut Agung apa yang dilakukan Muhaimin dan teman-temannya bisa dilihat sebagai upaya penghematan energi oleh DPR. Karena itu dia mempersilahkan jika ada anggota dewan lain yang mengikutinya.

“Ya mungkin anggota yang lain ada yang naik ojek, jalan kaki, dan naik sepeda,” tukasnya.

Namun, ada pula anggota dewan yang menanggapi sinis kampanye itu. Sekretaris Fraksi PDIP Ganjar Pranowo menilai apa yang dilakukan Muhaimin hanya sekedar kosmetika politik saja.

”Sebaiknya naik ojek jangan sekali-sekali saja. Karena kalau sekali-sekali saja itu hanya kosmetik. Muhaimin itu memang harus naik ojek karena dia butuh perhatian,” cibir Ganjar.

Ganjar mengaku tidak akan mengikuti langkah itu. Sebab untuk menghemat BBM, tidak harus dengan naik ojek, tapi bisa juga dengan cara lain.

“Motor kan juga menyedot BBM cukup tinggi,” tandasnya.(dian widiyanarko) (08/05/29)

Tidak Trauma dengan Gedung Parlemen


Gedung DPR/MPR atau gedung parlemen di Senayan memberikan kisah pahit bagi beberapa presiden. Tidak terkecuali mantan Presiden BJ Habibie, yang pernah ditolak pidato pertanggung jawabannya di tempat para wakil rakyat tersebut.

Namun, Habibie mengaku tidak memiliki trauma dengan tempat tersebut. “Saya tadi ditanya Pak Muladi (Gubernur Lemhannas), Pak, tidak trauma dengan ruangan ini (gedung parlemen). Saya jawab, bukan trauma, tapi kenangan manis,” ujar Habibie saat berpidato di Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di komplek parlemen.

Tokoh yang dikenal jenius itu mengaku tidak membenci DPR/MPR. Karena bagi dia kekuasaan hanyalah titipan semata. “Saya tidak pernah melupakan sedikit pun itu titipan. Karena itu saya (tetap) punya kenangan manis di ruangan (kompleks parlemen) ini. Saya tetap bisa tidur nyanyak,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Habibie juga sempat bernostalgia saat bekerja bersama anggota dewa. Dia mengungkapkan saat akan merumuskan pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dirinya ingin menamai lembaga itu dengan Dewan Utusan Daerah (DUD).

Apalagi lembaga itu sebagai pengganti utusan daerah. Namun Habibie kemudian tidak setuju dengan nama DUD.

“Tapi DUD dalam bahasa Inggris artinya tong kosong, atau seseorang yang selalu gagal, makanya tidak jadi pakai itu,” ungkapnya.

Padahal kata utusan, ujar Habibie punya arti lebih dalam dari perwakilan. Sebab utusan akan menyampaikan aspirasi apa adanya dan penuh kesungguhan. Namun karena alasan tersebut di atas maka kemudian nama DPD disepakati.(dian widiyanarko) (08/05/29)

Kalau sudah Punya Jangan Nambah Lagi


Mimik muka Hidayat Nur Wahid tampak tenang, dia bahkan selalu tersenyum. Mimik tegang dan malu-malu justru terlihat dari para wartawan yang bertanya kepadanya. Pertanyaan kala itu memang bukan pertanyaan biasa. Para pencari berita menanyakan mengenai kabah bahwa Ketua MPR itu akan segera menikah.

“Pak tolong dibagi dong kabar gembiranya pada kami yang biasa meliput di sini,” ujar wartawan. Hidayat sambil tersenyum kemudian membenarkan kabar tersebut. “Ini bukan gosip, ini secara sadar dilakukan,” ujarnya.

Hidayat menuturkan dirinya memang telah meminang seorang wanita bernama Diana. Wanita berstatus janda yang berprofesi dokter itu dikenalkankan padanya oleh Ketua Komisi VIII DPR Yoyoh Yusroh.

Karena dikenalkan oleh Yoyoh yang dikenalnya sangat baik, maka Hidayat mengaku yakin dengan pilihan koleganya di PKS itu, meskipun dia mengaku baru mengenal Diana yang merupakan murid mengaji Yoyoh. Apalagi dirinya yang menduda setelah istrinya wafat pada 22 Januari 2008 lalu, membutuhkan seorang istri.

“Saya punya empat anak mereka butuh ibu dan pengelola keluarga,” ujarnya.

Hidayat yang tampak bahagia, kemudian malah balik “membalas” para wartawan. Dia menyarankan mereka untuk segara menikah.

“Makanya ini saya sarankan para wartawan yang muda-muda ini untuk segera menikah lah. Tapi kalau sudah punya jangan nambah lagi,” canda Hidayat yang langsung disambut tawa para wartawan yang memenuhi ruang kerjanya.
Mendapat sindiran Hidayat para wartawan yang mayoritas masih lajang tampak tersenyum simpul selama wawancara.

Apalagi Hidayat menerangkan bahwa agama menganjurkan untuk menikah. Sebab hidup akan lengkap jika sudah berkeluarga. Karena itu dia dan Diana berkomitmen untuk membuat sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah.Kepada wartawan, Hidayat juga mengundang untuk datang di hari bahagianya yang rencananya akan digelar tanggal 10 Mei mendatang. Mengenai tempatnya dia mengaku belum dipastikan.

“Biar rekan-rekan wartawan juga bisa bersantai. Nanti tidak ada undangan biar semua rekan media bisa datang,” tuturnya.

Para wartawan pun menyambut undangan tersebut. “Ya pak, kita pasti datang semua, selamat pak,” ujar mereka yang kemudian melanjutkan wawancara dengan Hidayat namun dengan topik lain.

Calon istri Hidayat sendir adalah seorang wanita keturunan arab berusia 42 tahun. Janda bernama Diana Abbas Thalib itu dilamar Hidayat pada Senin malam (14 April). (dian widiyanarko) (08/04/15)

Gosip Jalanan Jadi Gosip Senayan


-Kisah Slank Vs BK DPR-

Mau tau gak mafia di Senayan
Kerjanya tukang buat peraturan
Bikin UUD ujung-ujungnya duit

Itulah sepenggal lirik lagu “Gosip Jalanan” yang dinyanyikan Grup Band Slank. Band yang identik dengan anak muda dan imej selengean itu mungkin tidak menyangka kalau lagunya yang sarat kritik sosial itu bakal berubah jadi “Gosip di Senayan”.

Hal ini berawal saat Badan Kehormatan (BK) DPR memprotes lagu tersebut yang dianggap merendahkan lembaga legislatif tersebut. Saat itu Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun menyatakan ada aduan dari anggota dewan dan keluarga yang keberatan dengan lirik tersebut.

Masalah lagu yang pernah dinyayikan Slank di depan kantor KPK saat band itu dipilih jadi duta korupsi itu, rupanya menjadi perbincangan hangat disenayan pasca reksi BK. Bahkan lagu itu menjadi bahan obrolan saat anggota bosan mendengarkan rapat paripurna.

“Tadi di dalam ada dua hal yang rame diomongin, soal Al Amin dan Slank itu lo,” kata Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo, di sela-sela rapat paripurna, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Tjahjo sendiri berpendapat soal seperti itu tidak perlu diributkan. Dia bahkan menegaskan Gayus Lumbuun mengeluarkan pernyataan sebagai BK bukan anggota fraksinya.

Bahkan Tjahjo mengatakan kritikan Slank dalam lirik tersebut ada benarnya. “Memang iya, tapi oknum,” tukasnya.

Gosip Slank di senayan semakin memanas saat ada anggota DPR Al Amin Nur Nasution yang ditangkap KPK dengan dugaan korupsi. Hal itu seolah menjadi pembenar lirik Slank tersebut.

Ditambah lagi BK, setelah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Agung Laksono, menggelar jumpa pers bahwa mereka tidak akan melanjutkan gugatannya terhadap grup musik Slank.”Setelah bertemu dengan ketua DPR RI, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan gugatan ini,” kata Gayus.

Kontan wartawan menayakan apakah tidak jadinya gugatan dikarenakan ada kasus Al Amin. Gayus lalu membantah bahwa hal itu tidak ada kaitannya.Gayus melanjutkan persoalan tersebut dikembalikan kepada masyarakat untuk menilai dan mengevaluasi. Dia mengatakan ada prinsipnya DPR terbuka terhadap kritik, tetapi harus beretika.Politisi PDIP ini mengaku pihaknya tidak kebakaran jenggot. “BK tidak kebakaran jenggot, ini niatan baik kami. Kami juga ingin masyarakat menyikapinya dengan baik,” jelasnya.

BK juga mengimbau Slank agar tidak membuat lagu dengan syair-syair yang jorok dan tidak mendidik masyarakat. “Tidak perlu lah mengemukakan hal yang jorok, seperti lendir, selangkangan, dan sebagainya,” kata Wakil Ketua BK Tiurlan Hutagaol.
Para wartawan dan pegawai DPR juga tidak ketinggalan ikut meramaikan gosip Slank di senayan. Beberapa pegawai atau staf juga terlihat membincangkan hal itu. Bahkan saat jumpa pers BK celetukan-celetukan dari wartawan yang pro Slank juga sempat mewarnai acara tersebut.

“Sudah terbukti pak Slank benar,” bunyi celetukan itu, ada juga yang mengatakan “Hu..,” saat Gayus dan anggota BK mengkritik lagu Slank. “Mau pemilu, takut kehilangan suara Slanker,” celetuk yang lain tak mau kalah.

Bahkan Gayus sempat emosional dalam acara tersebut. Hal itu terjasi saat ada wartawan yang meminta dia mencukupkan jumpa pers soal Slank dan mengomentari kasus Al Amin.

“Anda jangan mengatur saya, ini forum saya,” tukas Gayus. “Ini pressromm,” balas wartawan. “Ini gedung DPR, yang tidak senang dengan forum ini silahkan meninggalkan ruangan,” timpal Gayus. “Udah-udah,” ujar wartawan lain yang menengahi, dan ketegangan bisa diredakan. (dian widiyanarko) (08/04/09)

Reuni dan Nostalgia Para Tokoh Bangsa


-Peluncuran Website Akbar Tandjung-

Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung meluncurkan websitenya www.bangakbar.com. Acara itu banyak dihadiri para tokoh, sehingga lebih terlihat sebagai reuni dan nostalgia diantara para tokoh bangsa.

Ball Room Kirana Hotel Kartika Chandra terlihat lebih meriah dari biasanya. Di luar ruangan puluhan karangan bunga berjajar, di antara mobil mewah dan mobil pejabat yang hilir mudik menurunkan penumpangnya. Sedangkan di dalam, para tamu undangan yang kebanyakan tokoh dan pejabat tampak saling bercengkrama di meja bundar yang disediakan.

Di antara tamu undangan terlihat Akbar Tandjung terlihat berdiri menyambut para tamu. Sambil menyalami dan mempersilahkan duduk tamunya, rupanya dia juga sedang menunggu seseorang yang sangat diharapkannya hadir dalam acaranya itu.

Tak berapa lama orang yang ditunggu Akbar datang dengan sambutan meriah para hadirin. Dia adalah mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Akbar memang menunggu sahabat yang juga pernah menjadi lawan politiknya itu.

“Kalau Gus Dur tidak ikut rasanya tidak lengkap. Sawan (spirit/berkah) nya Gus Dur penting bagi saya,” tuturnya saat memberikan sambutan, di atas panggung yang diseting sangat meriah dengan dua layar lebar untuk membesarkan gambar orang yang ada di panggung.

Selain, Gus Dur, sudah hadir lebih dulu mantan Presiden BJ Habibie dengan baju batik birunya. Gus Dur dan Habibie yang semeja dengan Akbar terlihat bercakap-cakap santai.

Dalam acara yang dimulai dengan pemutaran video perjalanan karir Akbar itu, juga banyak tokoh bangsa lainnya seperti Emil Salim, Budayawan Franz Magnis-Suseno, mantan Mendiknas Malik Fajar, juga ada pejabat negara seperti Wakil Ketua DPD Irman Gusman dan Laode Ida, serta para kader Partai Golkar yang dikenal loyal pada Akbar seperti Ferry Mursyidan Baldan, dan lainnya yang juga bersama Akbar menyambut para tamu.

Saat video menayangkan Akbar yang mundur dari bursa cawapres pada 1999, para hadirin bertepuk tangan.

Akbar dalam kesempatan itu sempat bernostalgia bagaimana pertama kali dia masuk HMI. Organisasi yang mebawanya masuk dalam dunia politik sampai akhirnya menjadi menteri dan memimpin partai.

Dia juga bernostalgia tentang hubungannya dengan Habibie. Dia mengatakan mendampingi Habibie saat kerja keras untuk mewujudkan cita-cita reformasi.

Dia bahkan mengaku banyak terinspirasi dengan mantan Menristek itu. “Saya mundur jadi cawapres (pada 1999), juga terinspirasi Pak Habibie,” ungkapnya.

Akbar menjelaskan, pembuatan websitenya diaksudkan sebagai ajang komunikasi dan penyebaran gagasan. Hal itu akan dijadikannya sarana mengabdi pada bangsa dan negara.

BJ Habibi sendiri sempat gugup dan terlihat haru, saat diminta memberikan sambutan. “Saya sebenarnya tidak tau kalau memberi komentar, ya kan Pak Akbar,” ujarnya lalu terdiam beberapa saat. “Gimana ya,” ujarnya yang disambut tawa hadirin.

Habibie mengatakan Akbar adalah seorang pejuang yang selalu di garis depan. Dia juga menceritakan bagaimna awalnya bertemu dengan Akbar.

Dalam sambutannya itu, Habibie mengungkapkan sempat menanyakan apakah Akbar akan maju sebagai presiden. Hal itu, kata dia, ditanyakannya saat di meja sebelum acara mulai. “Apakah anda itu mencalonkan diri sebagai presiden nanti. Insyaallah Pak,” kata Habibie menirukan jawaban Akbar.

Habibie juga mengatakan dalam pergaulannya dengan Akbar dirinya juga terinspirasi. “Dua-duanya belajar. Tidak ada itu kalau saya ketemu Pak Akbar dia belajar dari saya. Sama-sama belajar,” tuturnya.

Tak mau kalah dengan Habibie, Gus Dur juga ikut bernostalgia. Bedanya Gus Dur lebih banyak melemparkan guyonan yang memeriahkan suasana. Di awal sambutan, misalnya dia “mengkritisi” kata memanjatkan doa. “Ini ada Romo Magniz. Saya tanya dia, romo tahu ndak kenapa dipanjatkan. Lalu saya jawab, karena tidak bisa manjat sendiri,” tukasnya yang disambut tawa riuh. “Inilah resikonya memanggil orang nakal,” lanjut Gus Dur, yang semakin membuat tawa membahana.

Mengenai Akbar, Gus Dur punya guyonan sendiri. Hal ini kata dia berkaitan dengan Akbar yang suku Batak.

“Katanya ini, entah benar entah tidak, kalau satu orang batak jadi pendeta dia, kalau dua orang batak berkumpul main catur, kalau tidak orang batak berkumpul bikin vokal group, nah kalau empat orang batak berkumpul bikin partai,” ujarnya yang lagi-lagi disambut tawa.

Gus Dur mengatakan dirinya tidak pernah menghafalkan alamat rumah orang. Namun untuk rumah Akbar dia hafal yaitu di jalan Mulawarman.

Lebih lanjut Gus Dur berharap situs Akbar bisa bermanfaat untuk mengabdi bagi bangsa dan negara. Pengalaman Akbar di lapangan politik dan teori dari studi doktoralnya diyakini Gus Dur mampu memberikan manfaat bagi bangsa.

Peluncuran situs itu, ternyata juga diseting Akbar agar bertepatan dengan hari ulang tahun istrinya Nina Akbar Tandjung. “Istri saya ini, sebagai istri banyak memberikan inspirasi bagi saya,” ujar Akbar.
Maka acara tersebut juga diisi dengan perayaan ulang tahun Nina yang didampingi Akbar, serta anak, menantu dan cucu mereka. Setelah acara selesai Akbar mengantar tamunya meninggalkan ruangan tersebut.(dian widiyanarko) (08/04/09)

Kisah Anggota DPR Ikut Uji Kelayakan di DPR


Akil Pakai Merah Putih, Mahfud Lupa Copot Pin

Angota DPR biasanya melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada calon pejabat lembaga lain. Apa jadinya jika mereka sendiri yang menjadi peserta uji tersebut, dan diuji oleh teman-teman mereka sendiri.

Senyum-senyum kecil menghiasi muka calon hakim konstitusi Akil Mochtar saat akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III. Tak ada ketegangan sebagaimana calon hakim lainnya saat masuk ruangan. Bahkan saat uji tertunda beberapa saat karena banyak mikrofon tidak menyala, Akil sempat bergurau dengan para anggota komisi di mana dia bekerja sehari hari itu.

Saat menjelaskan visi dan misi, Akil juga cukup lancar dan santai, suasana yang terbangun seperti perbincangan dengan kolega saja. Bahkan saat sesi tanya jawab, canda kembali dilontarkan teman-temannya di komisi hukum itu.

“Saudara jarang pakai kemeja putih dan dasi merah. Apakah yang bapak ingin tunjukkan pada forum terhormat ini,” ledek Anggota Komisi III Arbab Paproeka.

Akil kemudian melihat memegang dasi merahnya yang menggantung di kemeja putihnya sambil tersenyum mejawab bahwa dirinya ingin menunjukkan nasionalisme dengan warna bendera itu. “Saya memang jarang pakai merah putih. Agar tidak terkontaminasi dengan warna-warna lain (warna parpol),” tambahnya, yang memicu tawa riuh. “kayaknya baru tu,” celetuk anggota di antara tawa itu. Akil mengangguk tanda membenarkan.

Pertanyaan pada uji kelayakan juga relatif tidak berat. Bahkan Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap tidak menegur Akil, walaupun jawabannya sangat panjang lebar. Pertanyaan “berat”, hanya datang dari Anggota Komisi III Patrialis Akbar yang menanyakan apakah Akil bisa bebas intervensi parpol saat menjadi hakim MK nantinya.

Akil kemudian meyakinkan, jika terpilih, dirinya tidak akan merusak kredibilitas sebagai hakim demi kepentingan parpol. Dia juga akan membuktikan calon dari parpol juga bisa indepanden dan negarawan.

“Perjalanan politik saya di dewan tidak terlalu sukses, karena idealisme saya sering berseberangan dengan kepentingan politik,” ujar Politisi Partai Golkar itu meyakinkan.

Patrialis yang juga “membela” Akil dengan mengatakan Komisi III serius melakukan tes dan menegaskan tidak ada perlakuan istimewa, kemudian memuji temannya itu. “Saudara Akil saya berikan gelar Doktor,” tukasnya.

Akil juga menegaskan bahwa pertemanan di komisi jangan menjadi faktor lolosnya dia. “Jika saya dianggap bapak ibu lulus, pilihlah saya. Jika bapak ibu tidak melihat kemampuan saya maka jangan pilih saya,” tegasnya.

Hal serupa juga tampak pada uji calon lain yang juga anggota DPR, Mahfud MD. Politisi PKB yang diuji setelah Akil ini juga terlihat sangat santai. Bahkan paparan Mahfud lebih terkesan seperti kualiah hukum dan tata negara dari pada uji. Sebab banyak teori dilontarkan tokoh bergelar Profesor itu. Sementara para anggota komsi terlihat menyimak tiap teori dan argumen dengan serius layaknya mahasiswa mendengat dosennya mengajar.

Namun, saat asik menjelaskan teorinya, tiba-tiba Mahfud mendapat teguran Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin yang meminpin uji kelayakan. “Sebelum dilanjutkan mohon lambang DPR nya dilepas dulu,” ujar Azis.

Mahfud yang terlihat terkejut lalu buru-buru memegang pin garuda diapit padi dan kapas tanda anggota DPR warna emas miliknya, yang tersemat di jasnya. “Oh, ini (pin) MPR he.he.,” kilahnya bercanda, sambil memasukkan pin ke sakunya.

Seperti Akil, dalam jawaban dan paparannya di forum tersebut, Mahfud menegaskan dirinya tidak akan terpengaruh kepentingan parpol saat menjadi hakim konstitusi. Dia menyatakan ada dua kepentingan parpol yang terkait MK, yaitu sengketa hasil pemilu dan pembubaran parpol.

Pembubaran parpol, kata Mahfud tidak bisa dilakukan hakim MK, karena harus ada pengajuan dari pemerintah. “Untuk sengketa pemilu, itu berdasarkan data, tidak bisa berdasarkan ikatan emosional,” jelasnya.

“Jika ada bukti pemihakan, saya siap mengundurkan diri. Tidak ada jalan lain,” imbuhnya, yang disambut tepuk tangan anggota komisi.

Keakraban antara dua calon dari anggota DPR dan anggota komisi juta terlihat saat keduanya akan meninggalkan ruangan. Mereka diminta membawa kotak kue dengan cara bercanda. “Tolong kotaknya dibawa,” kata pimpinan, “Itu sudah dibayar negara Pak,” timpal lainnya.(dian widiyanarko)(08/03/12)

Saat Sang Penguasa Pulang ke Cendana


Hari-hari terakhir ini udara Jakarta begitu panas. Kipas angin yang kunyalakan semalaman tak banyak membantu, malah membuat perut terasa kembung. Seperti biasa kuawali ritual bangun pagi dengan membuka pintu kamar kos yang semakin tampak reot.

Sinar mentari menyergap masuk. Cahayanya menyilaukan, bukan saja karena mataku yang baru melek, tapi juga karena matahari memang sudah meninggi. Tadi malam aku tidur larut malam, seperti itu setiap hari. Bangun siang, sholat subuh juga jadi siang.

Hari ini hari minggu. Hari di mana kesibukan kerja tidak berlaku, hari libur yang begitu indah yang datang seminggu sekali. Kerja keras seminggu membuat hari ini begitu berarti dan dinanti.

Di hari libur seperti ini aku biasanya malas-malasan. Tidur-tiduran di kos sambil baca koran. Koranku sendiri yang kubaca, membaca berita karya tulisku. Siapa tahu redaktur salah edit. Beritanya tentang Polycarpus yang dihukum 20 tahun penjara karena didakwa membunuh Munir, dan LSM pembelanya meminta polisi mengusut dalangnya.

Sesaat kemudian, dari layar TV yang semakin mempersempit kamar kosku, tersiar kabar dari rumah sakit pusat pertamina (RSPP) tentang kondisi terkini mantan presiden Soeharto. Diberitakan penguasa Orde Baru itu dalam keadaan sangat kritis. Kegagalan multi organ kembali terjadi. Bahkan kondisinya lebih parah dari sebelumnya.

Terpikir sekilas di kepalaku, hari libur ini akan berakhir. Aku akan masuk kerja jika orang tua itu meninggal. Ternyata tebakanku tak meleset. Sesaat kemudian, sekitar pukul 13.00 siang, Pak Harto meninggal.

Aku tahu pertama kali dari TV, lalu temanku pada menelfon. “Ian, Pak Harto meninggal,” kata mereka. “Dah Tau,” kataku ketus.

Tak berapa lama Korlipku Pak Hojin menelpon. Aku harus liputan ke Cendana. Memang tempat kosku di Jalan Menteng Kecil tak jauh dari Jalan Cendena yang legendaris itu.

Maka aku yang selalu jadi spesialis liputan ke sana. Misalnya saat Pak Harto ulang tahun. Juga saat dia masih dirawat di RSPP. Beberapa kali dia dikabarkan kritis sehingga rumahnya di jalan itu harus ditongkrongi.

Singkat cerita, aku berbegas mandi, menyambar pakaian dan perlengkapan liputan, dan segera memacu motor bututku ke jalan itu. Apalagi TV dikabarkan jenazah akan segera dikirim ke Cendana.

Sampai di Cendana suasana sudah sangat ramai. Polisi sudah menutup tiap ujung jalan itu. Tak satupun kendaraan boleh masuk. Aku sendiri terpaksa memarkir kendaraan di jalan lain sekitar cendana.

Sementara di depan rumah Soeharto para wartawan sudah berjejal. Tidak hanya wartawan TV saja yang ramai menyetel tripod dan kamera. Tampak pula wartawan media lainnya tak kalah sibuk menyiapkan berita. Masyarakat yang tahu kabar dari TV pun tak sedikit yang mendatangi jalan itu untuk melihat langsung.

Dalam hiruk pikuk suasana cendana menyambut pulangnya sang penguasa, ternyata ada sesuatu yang membuat para wartawan sedikit tersenyum simpul. Ternyata mereka mengalami nasib yang nyaris sama. Sama-sama sedang libur, tapi dibatalkan karena harus meliput kejadian “penting” yang tak saban hari terjadi itu..

“Iya ni sama, gue juga lagi libur sebenernya,” kata seorang wartawati ketus.

Bahkan ada pula yang habis ke acara kondangan langsung ditugaskan meliput ke sana. Walhasil, dia harus ke cendana dengan kebaya hijau masih melekat di badan.

Dia sempat jadi bahan ejekan para pemburu berita. “Sialan lo ian,” katanya, waktu kuejek.

Tingkah polah wartawan untuk mendapatkan berita juga makin nekad. Misalnya saja dengan menaiki pagar rumah-rumah sekitar cendana, atau dengan memanjat pohon.

Untuk cara yang terakhir itu, jadi pilihan seorang kameramen. Mungkin berniat menyuguhkan tontonan bagus, dia susah payah memanjat pohon. Tapi sialnya, dia justru malah jadi tontonan.

Karena dia sempat kesulitan naik dan terporosot beberapa kali. Usaha itu tentu saja tidak hanya mendapat pujian tapi juga cemoohan rekan-rekannya.

“Ini nanti dibilangin ke HRD saja biar naik gaji,” ledek seorang wartawan sambil menahan tawa.

Di tengah suasana hiruk pikuk itu tiba-tiba ada ibu-ibu yang berteriak histeris. Ibu yang diduga stres dan mengaku istri Tomy Soeharto itu menambah riuh suasana bersama banyaknya polisi, milisi ormas pro Orde Baru, pasukan Kostrad dan Kopasus yang juga tutur datang bersenjata lengkap, kesibukan menyiapkan kursi, para pengantar bunga, dan sebagainya.

Banyaknya masyarakat yang datang lama-kelamaan membuat wartawan yang meliput menjadi terganggu. Apalagi saat seorang ibu membentangkan payung sehingga menutupi kamera wartawan.

“Bu payungnya,” bentak wartawan RCTI.

“Panas tau,” ujar ibu itu membela diri.

“Kalau mau adem di rumah bu. Jangan di sini, ganggu orang kerja aja,” balas wartawa sengit.

Kesibukan demi kesibukan memang mendera sepanjang hari meliput di depan rumah bercat hijau muda itu. Kaki penat mengiringi liputanku dari datangnya jenazah dengan pengawalan khusus, kedatangan Presiden SBY bersama rombongan, dan tamu penting lainnya.

Lelah makin parah, apalagi di tambah bonus hujan “yang ikut melayat” di malam itu. Tapi semua itu sedikit terusir saat aku menyadari aku sedang mengalami pengalaman yang tak biasa. Aku menyaksikan orang yang ditumbangkan para mahasiswa itu, orang yang paling lama berkuasa itu, akhirnya manutup perjalanan sejarah hidupnya.

“Kita jadi saksi sejarah,” kata seorang teman wartawan.

Malam semakin larut. Aku sudah seharian di sana, sampai tengah malam. Aku masih ingat liputan terakhir adalah wawancara terakhir dengan Amien Rais. Tokoh Reformasi yang jadi seteru berat Soeharto. Dia datang sekitar pukul 23.00 WIB.

Aku pulang malam itu sekitar jam 24.00. Saat mobil polisi memberitahukan bahwa cendana harus disterilkan untuk persiapan upacara melepaskan jenasah Bapak Pembangunan itu untuk di bawa ke Astana Giri Bagun.

Aku bergegas meninggalkan cendana menghampiri motorku. Bersama desiran dinginnya angin malam terlintas di benakku. Tak seorang pun bisa mengelak dari panggilanNya, semua orang pasti akan pulang kepadaNya. Sekuat apapun dia, seberkuasa apapun dia, Pasti akan kembali menghadap raja dari para raja, Allah SWT yang medegubkan setiap jantung, dan meniupkan setiap nafas. Yang beda hanya beda waktunya. (*)(08/02/12)

Beda Boleh, Pecah Jangan


Puluhan santri terlihat berjajar memberi penghormatan saat mobil rombongan dari Jakarta berjajar memasuki pelataran sebuah pesantren yang sederhana. Puluhan santri kemudian terlihat antusias berebut melihat tamu yang datang hari itu.

Saat sang tamu keluar dari mobil di jajaran depan, beberapa kiai dan pengajar berebut menyambut dan mencium tangan sang tamu, yang tak lain adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Gus Dur memang sengaja berkunjung ke beberapa pesantren di Jawa Timur (Jatim) untuk menemui para kiai. Dalam satu setengah hari, Ketua Dewan Syuro DPP PKB itu mengunjungi beberapa kiai antara lain, KH Mas Nawawi Abdul Djalil (Ponpes Sidogiri, Pasuruan), KH Chotib Umar (Ponpes Rudatul Ulum, Jember), KH Achmad Nizam Syafaat (Ponpes Darussalam, Banyuwangi), KH Sufian Miftah (Ponpes Mambaul Hikam, Banyuwangi).

Tak ayal iringan rombongan mobil yang membawa mantan presiden itu, harus ngebut mengingat sempitnya waktu dan jauhnya lokasi yang akan dituju. Mobil rombongan yang berjajar seperti ular itu harus dipacu dengan kecepatan di atas 100 KM/jam untuk bisa mencapai semua lokasi tepat waktu.

Bahkan beberapa mobil rombongan harus bertabrakan dengan mobil rekannya saat harus mengerem mendadak di kecepatan tinggi saat hujan lebat. Ada juga mobil rombangan yang sempat “tersenggol” Truk.

Para rombongan memang harus bertarung dengan waktu. Maklum, meskipun berkunjung ke para kiai adalah hal yang sangat penting, apalagi mereka selama ini yang menjadi basis kultural PKB. Namun kondisi kesehatannya Gus Dur tidak memungkinkan maka waktu kunjungan dan para kiai yang dikunjungi jadi terbatas.

“Karena besok pagi saya harus cuci darah, tiga kali dalam seminggu. Mau ndak mau saya harus pulang,” tutur Gus Dur.

Gerak cepat untuk mengejar waktu terlihat dari mimik muka rombongan yang memancarkan kelelahan. Maka setiap sampai dipesantren tujuan, para rombongan selalu menyempatkan diri untuk cuci muka ke kamar mandi, atau sekedar istirahat melepas penat.

Bahkan Sekjen PKB Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) sempat dipaksa mengakhiri wawancara dengan wartawan lokal, karena harus segera meninggalkan lokasi untuk menuju pesantren berikutnya.

Safari ke para kiai itu memang terasa penting bagi PKB. Sebab selama ini dikabarkan PKB sedang berkonflik dengan beberapa kiai Jawa Timur akibat pembekuan DPW Jatim oleh DPP.

Selain itu, selama ini para kiai juga terpolar menjadi pendukung PKB dan partai pecahan PKB yaitu PKNU. Ketika berceramah di Ponpes Darussalam Banyuwangi, Gus Dur sempat berpesan tentang perbedaan pendapat antar apara kiai. Menurut dia perbedaan pendapat di antara para kiai itu hal biasa.

Gus Dur menceritakan dirinya sering berbeda pendapat dengan para kiai. Misalnya dengan KH Abdullah Faqih dari Langitan Tuban mengenai presiden perempuan.

“Kita boleh saja berbeda-beda pendapat, yang tidak boleh itu terpecah-pecah, ini pokok,” tegas Gus Dur.

Mentan Ketua Umum PBNU ini juga mengaku pernah ditanya oleh Ketua PBNU KH Masdar Farid Masudi mengapa tidak melakukan rekonsiliasi dengan para kiai tang berseberangan. Menjawab itu, dia mengatakan jika kalau rekonsiliasi itu artinya saling memaafkan sudah dilakukan sejak dulu.

“Tapi kalau rekonsiliasi itu artinya menempatkan orang, itu berlaku aturan, seperti kejujuran. Yang tidak jujur harus keluar,” tegasnya.

Selain bertemu dengan para kiai besar yang memimpin pesantren, Gus Dur juga menemui para kiai kecil atau kiai kampung dalam forum Majelis Silaturahim Ulama Rakyat (Masura) atau bisa juga dikenal sebagai Ngaji Bersama Gus Dur. Saat forum tersebut ada hal yang menggelitik, yaitu saat KH Chotib Umar dari Ponpes Rudatul Ulum, Jember ceramah di acara tersebut.

Para wartawan dari Jakarta kebingungan karena tidak mengerti bahasa yang diucapkan kiai tersebut. Ternyata dia menggunakan bahasa Madura.

Mengenai safari tersebut, Yenny yang mendampingi Gus Dur menemui para kiai mengatakan Safari Gus Dur ke kiai diperlukan untuk menemui para kiai yang mejadi tulang punggung PKB agar partai tersebut tetap solid. “Ada kerinduan Gus Dur untuk berdialog dengan para kiai yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Begitu pula para kiai juga ingin berdialog dengan Gus Dur,” jelasnya. (dian widiyanarko)(07/12/20)

Pilar Ke Lima

Saat ini, ketika bicara politik tampaknya menjadi kurang lengkap kalau tidak menyinggung hasil survei. Memang survei merupakan salah satu fenomena yang mewarnai dunia politik pasca reformasi, dan perannya semakin penting.

Dulu, survei hanya marak dan dikenal di dunia akademik saja, namun saat ini sudah menjadi referensi dunia politik. Hasil survei mengenei posisi parpol, capres, kinerja pemerintahan, dan sebaganinya, sangat ditunggu-tunggu hasilnya. Sampai-sampai hasil quick count sebuah lembaga survei lebih dipercaya ketimbang penghitungan resmi KPU, yang datangnya memang kalah cepat.

Survei juga bisa memancing polemik, menjadi panduan langkah politik, sampai dijadikan dasar sebuah kebijakan. Tak jarang politisi kebakaran jenggot atau bereaksi berlebihan atas sebuah survei. Maklum, hasil survei memang sering akurat memprediksi.

Amat berpengaruhnya survei, sampai-sampai Denny JA yang memimpin Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut survei sebagai pilar kelima Demokrasi, setelah trias politika (eksekutif, legislatif, dan Yudikatif), dan Pers.

Entah karena memang melihat faedah pentingnya, atau cuma ikutan tren dan euforia, saat ini banyak parpol yang menggantungkan langkah dan strategi politiknya pada hasil survei. Golkar akan menentukan capres dengan survei, PAN juga demikian, bahkan PDIP yang sudah memiliki Capres, juga tetap akan memperhatikan survei untuk langkah politik.

Seolah tak mau ketinggalan, Pansus RUU Pemilu juga sampat melontarkan wacana membatasi lembaga survei. Terutama menyangkut hasil quick count, yang dikhawatirkan mempengaruhi pilihan saat ada pemilihan ulang, atau mereka yang belum mencoblos di zona waktu berbeda.

Di luar sikap sangat percaya dengan hasil survei, survei juga dinilai perlu diwaspadai. Hasil survei sering menjebak. Seperti yang dikatakan politisi senior Eros Djarot, pendekatan angka-angka tau kuantitatif sering tidak cocok dengan kenyataan, sering meleset.

Belum lagi selama ini banyak lembaga survei yang “berbisnis”. Misalnya saat pilkada, tak hanya para calon yang bersaing, beberapa lembaga survei juga ikut bersaing. Survei kemudian dituding sebagai pesanan untuk membentuk dan mempengaruhi “persepsi” masyarakat.

Maka, sebaiknya survei harus dilihat secara cerdas. Survei ibarat potret perilaku masyarakat. Namanya perilaku, dia tentu bisa cepat berubah, bisa juga tidak. Jadi jangan terlalu mengandalkan pemataan hanya dengan sebuah potret yang tentu terbatas, namun juga jangan terlalu meremehkan sebuah potret yang sering menggambarkan sesuatu apa adanya.

Jadi, para politisi seharusnya jangan terlalu menggantungkan pada survei. Survei bisa dijadikan sebagai sebuah panduan. Ibarat panduan, bisa memuluskan jalan bisa menyesatkan.(*)(07/12/20)

Saat Cafe Bertemu Kantor DPP



Gedung besar berwarna biru itu berdiri tegak di pinggir jalan Buncit Raya, dengan banner super besar bertuliskan “Rumah PAN” menghiasi bagian atasnya. Dari luar tampak seperti gedung-gedung bertingkat biasa. Namun saat masuk ke dalamnya, suasana kafe yang sangat nyaman akan langsung menyambut. Kafe yang ada di lantai satu itu dilengkapi dengan fasilitas standar kafe modern, lengkap dengan karaoke. Ada pula food court dengan segala macam makanan.

Gedung dengan suasana nyaman itu adalah kantor baru Partai Amanat Nasional (PAN) yang disebut Rumah PAN. Bangunan yang diresmikan saat ulang tahun PAN ke 9, 23 Agustus 2007 lalu itu memang lebih mirip dengan hotel atau Mall dari pada kantor partai politik. Bangunan tujuh lantai itu dibeli Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir dari Kelompok Bakrie senilai hampir Rp20 miliar.

Selanjutnya gedung itu akan dipakai sebagai kantor resmi DPP PAN berserta semua organisasi otonomnya. Kantor DPP PAN memang sempat berpindah-pindah. Mulai dari Benhil, H. Nawi, Ampera, dan Tebet, sampai akhirnya menempati Rumah PAN.

Rumah PAN, yang juga akan dibangun di Jambi dan daerah lainnya, itu membedakan Kantor DPP PAN dengan partai lain. Gedung partai lain biasanya hanya berupa bangunan sederhana yang dibangun satu hingga dua lantai. Suasananya pun sangat formal, berbau organisasi, serta terkesan tua, tengok saja Kantor DPP Golkar, PDIP, dan partai-partai lainnya. Kalau pun ada yang diperbaharui dan dibuat nyaman, tetapi nuansa kantor organisasi dan kesan formalnya masih terasa, misalnya kantor DPP PPP atau PKB.

Lain dengan Rumah PAN yang justru menawarkan suasana Mall. Karena gedung itu memang dirancang bukan hanya sebagai Kantor DPP saja, tetapi juga sebagai bussines center. Bahkan gedung itu juga dilengkapi banyak fasilitas seperti WarRoom yang digunakan untuk menggodog strategi partai, klinik, media center, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBN), dan fasilitas lainnya

Konsep gedung yang juga menjadi bussines center itu, senada dengan tekad Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir yang ingin menanamkan sikap kewirausahaan. Dia berpendapat semangat kewirausahaan harus dibangkitkan kalau bangsa Indonesia mau bangkit dari keterpurukan. “Dengan itu pengagguran bisa dikurangi, dan kita bisa menjadi bangsa yang tidak tergantung pada siapapun,” ujarnya.

Semangat itu, kata pengusaha asal Pekalongan itu, telah dijadikan paradigma baru partai yang didirikan Amien Rais 9 tahun yang lalu itu. Tak heran jika dalam gedung yang masih dalam proses pengerjaan interior di beberapa lantainya itu, dipertemukan antara suasana kerja partai dengan suasana bisnis.

Apalagi kafe dan karaoke yang dilengkapi big screen dan wide screen itu juga biasa menjadi tempat bersantai bagi Soetrisno bersama para pemimpin harian setelah penat mengikuti rapat-rapat dan berbagai urusan partai. Itulah Rumah PAN, satu-satunya tempat di mana kafe bertemu kantor DPP. (dian widiyanarko)(07/08/24)

Ada Tupai di Cendana



Hari Jumat lalu, tepatnya 8 Juni 2007, aku menghabiskan hampir seluruh waktu di sebuah jalan yang sangat terkenal. Yaitu Jalan Cendana. Sebab di hari itu aku harus meliput hari ulang tahun mantan presiden Suharto yang ke 84 tahun.

Di jalan itu, aku dan bersama beberapa wartawan duduk di trotoar depan rumah Pak Harto. Memang seolah sudah tradisi wartawan akan selalu nongkrong di depan rumah yang luasnya setara dengan empat rumah itu. Ya gimana lagi, kan wartawan dilarang masuk.

Sejak pagi ketika mendapat tugas meliput di sana, aku terbayang betapa membosankannya nongkrong di depan rumah orang yang kabarnya sakit itu. Tapi hal itu segera sirna setelah aku sampai di jalan yang berada di kawasan menteng itu.

Betapa tidak, ternyata suasana di sana sangat sejuk. Jalan yang diapit rumah-rumah mewah itu dihiasi banyak pepohonan rimbun di pinggirannya. Belum lagi banyak wartawan yang asik-asik diajak ngobrol.

Di sana aku bertemu dengan beberapa wartawan TV. Ada yang pernah ketemu waktu liputan di tempat lain dan lama tidak bertemu -soalnya wartawan TV tidak ngepos seperti wartawan cetak – lalu bertemu lagi. Ada juga yang dulu hanya kukenal di TV sekarang jadi kenal beneran.

Obrolan santai kami sesekali terintrupsi oleh masuknya mobil mewah ke dalam rumah bercat hijau pupus itu. Para wartawan bergegas mengamnil alat liputannya dan mencoba mencari tahu siapa yang menyambangi orang yang paling lama jadi presiden di Indonesia itu. Siang itu, paling tidak ada dua orang yang datang, yaitu Menteri Perindustrian Fahmi Idris dan pengacaranya Pak Harto Oce Kaligis.

Kepada wartawan, mereka mengaku Pak Harto masih sakit dan kondisinya lemah, bicara kurang lancar. Tapi Fahmi juga mengatakan –entah sadar atau tidak- Pak Harto saat diajak bercanda tertawa terbahak-bahak. Oce juga begitu, dia mengatakan kliennya sakit permanen dan kondisinya lemah, tapi –entah sadar atau tidak- dia menunjukkan foto dirinya bersama Pak Harto yang di situ terlihat berdiri tegak dan terlihat sehat.

Yang jelas kita tidak tahu Pak Harto sakit atau sehat. Kami kan tidak bisa melihat langsung kondisinya, jangankan masuk rumahnya, menginjak halamannya saja tidak boleh.

Menunggu di sana mulai terasa membosankan saat matahari mulai tergelincir. Para wartawan TV sudah gantikan temannya bahkan ada yang tiga kali diganti, juga wartawan lainnya. Tapi aku, sejak pagi hingga sore masih nongkrong di situ dengan kaki yang mulai pegal-pegal dan kesemutan.

Sambil duduk di tepi trotoar kuperhatikan puluhan karangan bunga dalam pot yang membanjiri teras rumah itu. Bunga yang dikirim oleh berbagai kalangan itu tentu harganya lebih dari Rp50 ribu per buah. Coba kalikan dengan jumlahnya yang puluhan buah. Berapa banyak uang dihambur-hamburkan, sebab karangan bunya itu keesokan harinya pasti berpindah ke tong sampah.

Lamunanku tiba-tiba dibuyarkan oleh gerakan daun dan dahan pohon di rumah keluarga Cendana itu. Seekor tupai kecil terlihat melompat lompat di situ. Ternyata di Jakarta masih ada habitat tupai. Aku jadi ingat belakang rumahku di kampung yang juga banyak tupainya saat aku masih kecil dulu.

Aku jadi ingat, sudah hampir setahun ini aku tak pulang kerumah. Bahkan lebaran yang lalu aku harus tetap masuk kerja, karena aku belum dapat libur. Ibuku sering mengatakan rindu untuk bertemu, namun pekerjaan tak mengizinkan kita bertemu.

Tapi liputan hari itu membuat orang rumah bisa mengobati rindunya dengan melihat diriku dari layar TV. Aku kata mereka sempat beberapa kali tersorot kamera TV saat desak-desakan mewawancarai orang yang bertandang ke rumah itu.

Tapi tupai itu tak tersorot kamera. Maka tak banyak orang yang tahu bahwa di kawasan elit Jakarta itu, di sekitar rumah mantan penguasa Orde Baru, ada kelauarga tupai yang hidup damai.(07/06/11)

Tukang yang Baik Tak Tinggalkan Kayu


Tukang yang baik tak tinggalkan kayu. Itulah kalimat bijak yang terlontar dari mulut Menteri Negra Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) Saifullah Yusuf saat detik-detik terakhir memegang jabatan menteri. Gus Ipul -sapaan akran Saifullah Yusuf- mengatakan, dia ingin menjalankan kalimat bijak tersebut. Yaitu menjadi pejabat yang baik, yang saat masa jabatannya selesai, urusannya juga selesai.

Kalimat bijak Gus Ipul itu menambah warna-warni upacara serah terima jabatan Meneg PDT. Mungkin sertijab tersebut bisa dikatakan sertijab paling unik. Betapa tidak, dalam sertijab tersebut Gus Ipul berpidato sangat panjang, dengan isi pidato yang penuh canda tawa, sehingga membuat para hadirin tertawa terbahak-bahak.

Misalnya saat dia berpesan bahwa Meneg PDT yang baru Lukman Edy harus mampu menajukan Kemeneg PDT. “Dulu PDT dipandang sebelah mata, sekarang lumayan, sudah satu setengah mata. Nanti Pak Edy harus bisa membuat dua mata penuh. Bahkan empat mata. Puas..puas..,” candanya menirukan salah satu acara komedi yang disambut tawa riuh hadirin.

Gus Ipul yang sesekali terlihat terharu dalam acara tersebut mengatakan dirinya yakin Lukman Edy mampu menghadirkan kinerja yang lebih baik dari dirinya. “Pak Edy ini penerus saya tidak hanya di kementrian ini saja, tapi juga di PKB. Dulu saya Sekjen PKB, dia sekarang juga Sekjen. Selama ini saya lihat Pak Edy benyak mengkritik kementrian ini. Karena itu, saya gembira Pak Edy yang gantikan saya. Saya yakin akan lebih baik dari saya,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Gus Ipul lebih banyak menceritakan tentang Kemeneg PDT dan aktivitasnya selama ini. Tentu diselingi guyonan dan sesekali sindiran ciri khasnya.

Gus Ipul juga mengatakan ketidak hadirannya di Istana adalah karena dia ingin mempersiapkan sertijab tersebut. “Pada surat pemberhentian saya presiden mengatakan suatu saat nanti presiden akan bicara dengan saya dengan waktu yang lebih leluasa. Sementara saya juga mempersiapkan sertijab ini,” ungkapnya.

Kerena itu dia meminta agar ketidak hadirannya tidak dispekulasikan sebagai kekecewaan, karena dia tidak pernah merasa kecewa dengan reshuffle ini. “Kalaupun kecewanya, keceweanya karena kita tidak mampu manuntaskan pekerjaan. Pencopotan ini tidak ada persoalan bahkan saya ingin tetap mendukung, ingin berpartisipasi,” jelasnya.

Kepada Lukman Edy, Gus Ipul mewariskan dua hal sebagai pekerjaan rumah Kementrian PDT yang harus diselesaikan. Yaitu rencana aksi nasional pembangunan daerah tertinggal dan RUU Pola Pembangunan Daerah tertinggal. “Mudah-mudahan dibahas tahun ini dan 2008 sudah ada undang-undangnya, yang memuat sangsi bagi mereka yang lalai dalam pembangunan daerah tertinggal,” ujarnya.

Sementara itu, Meneg PDT yang baru Lukman Edy mengatakan selama ini dirinya dan Gus Ipul adalah sahabat karib. “Kami sering berkomunikasi. Semoga sertijab ini bukan memperburuk keadaan justru menyambung kembali silaturahmi kami dengan Pak Saifullah Yusuf,” tuturnya.

Lukman mengatakan, masukan dirinya pada Kemeneg PDT yang selama ini dianggap kritik sebenarnya adalah bentuk kasih sayang dirinya pada Gus Ipul. Karena itu dia berjanji akan meneruskan program Kemeneg PDT dengan baik kedepan.

Lukman yang berpidato lebih singkat juga sempat melucu. “Pidato saya singkat saja, karena saya menyadari masih banyak kesempatan pidato di depan anda semua,” candanya seolah tak mau kalah lucu dengan Gus Ipul. (dian widiyanarko) (07/06/04)