Minggu, 29 Maret 2009

Kisah Anggota DPR Ikut Uji Kelayakan di DPR


Akil Pakai Merah Putih, Mahfud Lupa Copot Pin

Angota DPR biasanya melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada calon pejabat lembaga lain. Apa jadinya jika mereka sendiri yang menjadi peserta uji tersebut, dan diuji oleh teman-teman mereka sendiri.

Senyum-senyum kecil menghiasi muka calon hakim konstitusi Akil Mochtar saat akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III. Tak ada ketegangan sebagaimana calon hakim lainnya saat masuk ruangan. Bahkan saat uji tertunda beberapa saat karena banyak mikrofon tidak menyala, Akil sempat bergurau dengan para anggota komisi di mana dia bekerja sehari hari itu.

Saat menjelaskan visi dan misi, Akil juga cukup lancar dan santai, suasana yang terbangun seperti perbincangan dengan kolega saja. Bahkan saat sesi tanya jawab, canda kembali dilontarkan teman-temannya di komisi hukum itu.

“Saudara jarang pakai kemeja putih dan dasi merah. Apakah yang bapak ingin tunjukkan pada forum terhormat ini,” ledek Anggota Komisi III Arbab Paproeka.

Akil kemudian melihat memegang dasi merahnya yang menggantung di kemeja putihnya sambil tersenyum mejawab bahwa dirinya ingin menunjukkan nasionalisme dengan warna bendera itu. “Saya memang jarang pakai merah putih. Agar tidak terkontaminasi dengan warna-warna lain (warna parpol),” tambahnya, yang memicu tawa riuh. “kayaknya baru tu,” celetuk anggota di antara tawa itu. Akil mengangguk tanda membenarkan.

Pertanyaan pada uji kelayakan juga relatif tidak berat. Bahkan Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap tidak menegur Akil, walaupun jawabannya sangat panjang lebar. Pertanyaan “berat”, hanya datang dari Anggota Komisi III Patrialis Akbar yang menanyakan apakah Akil bisa bebas intervensi parpol saat menjadi hakim MK nantinya.

Akil kemudian meyakinkan, jika terpilih, dirinya tidak akan merusak kredibilitas sebagai hakim demi kepentingan parpol. Dia juga akan membuktikan calon dari parpol juga bisa indepanden dan negarawan.

“Perjalanan politik saya di dewan tidak terlalu sukses, karena idealisme saya sering berseberangan dengan kepentingan politik,” ujar Politisi Partai Golkar itu meyakinkan.

Patrialis yang juga “membela” Akil dengan mengatakan Komisi III serius melakukan tes dan menegaskan tidak ada perlakuan istimewa, kemudian memuji temannya itu. “Saudara Akil saya berikan gelar Doktor,” tukasnya.

Akil juga menegaskan bahwa pertemanan di komisi jangan menjadi faktor lolosnya dia. “Jika saya dianggap bapak ibu lulus, pilihlah saya. Jika bapak ibu tidak melihat kemampuan saya maka jangan pilih saya,” tegasnya.

Hal serupa juga tampak pada uji calon lain yang juga anggota DPR, Mahfud MD. Politisi PKB yang diuji setelah Akil ini juga terlihat sangat santai. Bahkan paparan Mahfud lebih terkesan seperti kualiah hukum dan tata negara dari pada uji. Sebab banyak teori dilontarkan tokoh bergelar Profesor itu. Sementara para anggota komsi terlihat menyimak tiap teori dan argumen dengan serius layaknya mahasiswa mendengat dosennya mengajar.

Namun, saat asik menjelaskan teorinya, tiba-tiba Mahfud mendapat teguran Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin yang meminpin uji kelayakan. “Sebelum dilanjutkan mohon lambang DPR nya dilepas dulu,” ujar Azis.

Mahfud yang terlihat terkejut lalu buru-buru memegang pin garuda diapit padi dan kapas tanda anggota DPR warna emas miliknya, yang tersemat di jasnya. “Oh, ini (pin) MPR he.he.,” kilahnya bercanda, sambil memasukkan pin ke sakunya.

Seperti Akil, dalam jawaban dan paparannya di forum tersebut, Mahfud menegaskan dirinya tidak akan terpengaruh kepentingan parpol saat menjadi hakim konstitusi. Dia menyatakan ada dua kepentingan parpol yang terkait MK, yaitu sengketa hasil pemilu dan pembubaran parpol.

Pembubaran parpol, kata Mahfud tidak bisa dilakukan hakim MK, karena harus ada pengajuan dari pemerintah. “Untuk sengketa pemilu, itu berdasarkan data, tidak bisa berdasarkan ikatan emosional,” jelasnya.

“Jika ada bukti pemihakan, saya siap mengundurkan diri. Tidak ada jalan lain,” imbuhnya, yang disambut tepuk tangan anggota komisi.

Keakraban antara dua calon dari anggota DPR dan anggota komisi juta terlihat saat keduanya akan meninggalkan ruangan. Mereka diminta membawa kotak kue dengan cara bercanda. “Tolong kotaknya dibawa,” kata pimpinan, “Itu sudah dibayar negara Pak,” timpal lainnya.(dian widiyanarko)(08/03/12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar