Minggu, 29 Maret 2009

Beda Boleh, Pecah Jangan


Puluhan santri terlihat berjajar memberi penghormatan saat mobil rombongan dari Jakarta berjajar memasuki pelataran sebuah pesantren yang sederhana. Puluhan santri kemudian terlihat antusias berebut melihat tamu yang datang hari itu.

Saat sang tamu keluar dari mobil di jajaran depan, beberapa kiai dan pengajar berebut menyambut dan mencium tangan sang tamu, yang tak lain adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Gus Dur memang sengaja berkunjung ke beberapa pesantren di Jawa Timur (Jatim) untuk menemui para kiai. Dalam satu setengah hari, Ketua Dewan Syuro DPP PKB itu mengunjungi beberapa kiai antara lain, KH Mas Nawawi Abdul Djalil (Ponpes Sidogiri, Pasuruan), KH Chotib Umar (Ponpes Rudatul Ulum, Jember), KH Achmad Nizam Syafaat (Ponpes Darussalam, Banyuwangi), KH Sufian Miftah (Ponpes Mambaul Hikam, Banyuwangi).

Tak ayal iringan rombongan mobil yang membawa mantan presiden itu, harus ngebut mengingat sempitnya waktu dan jauhnya lokasi yang akan dituju. Mobil rombongan yang berjajar seperti ular itu harus dipacu dengan kecepatan di atas 100 KM/jam untuk bisa mencapai semua lokasi tepat waktu.

Bahkan beberapa mobil rombongan harus bertabrakan dengan mobil rekannya saat harus mengerem mendadak di kecepatan tinggi saat hujan lebat. Ada juga mobil rombangan yang sempat “tersenggol” Truk.

Para rombongan memang harus bertarung dengan waktu. Maklum, meskipun berkunjung ke para kiai adalah hal yang sangat penting, apalagi mereka selama ini yang menjadi basis kultural PKB. Namun kondisi kesehatannya Gus Dur tidak memungkinkan maka waktu kunjungan dan para kiai yang dikunjungi jadi terbatas.

“Karena besok pagi saya harus cuci darah, tiga kali dalam seminggu. Mau ndak mau saya harus pulang,” tutur Gus Dur.

Gerak cepat untuk mengejar waktu terlihat dari mimik muka rombongan yang memancarkan kelelahan. Maka setiap sampai dipesantren tujuan, para rombongan selalu menyempatkan diri untuk cuci muka ke kamar mandi, atau sekedar istirahat melepas penat.

Bahkan Sekjen PKB Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) sempat dipaksa mengakhiri wawancara dengan wartawan lokal, karena harus segera meninggalkan lokasi untuk menuju pesantren berikutnya.

Safari ke para kiai itu memang terasa penting bagi PKB. Sebab selama ini dikabarkan PKB sedang berkonflik dengan beberapa kiai Jawa Timur akibat pembekuan DPW Jatim oleh DPP.

Selain itu, selama ini para kiai juga terpolar menjadi pendukung PKB dan partai pecahan PKB yaitu PKNU. Ketika berceramah di Ponpes Darussalam Banyuwangi, Gus Dur sempat berpesan tentang perbedaan pendapat antar apara kiai. Menurut dia perbedaan pendapat di antara para kiai itu hal biasa.

Gus Dur menceritakan dirinya sering berbeda pendapat dengan para kiai. Misalnya dengan KH Abdullah Faqih dari Langitan Tuban mengenai presiden perempuan.

“Kita boleh saja berbeda-beda pendapat, yang tidak boleh itu terpecah-pecah, ini pokok,” tegas Gus Dur.

Mentan Ketua Umum PBNU ini juga mengaku pernah ditanya oleh Ketua PBNU KH Masdar Farid Masudi mengapa tidak melakukan rekonsiliasi dengan para kiai tang berseberangan. Menjawab itu, dia mengatakan jika kalau rekonsiliasi itu artinya saling memaafkan sudah dilakukan sejak dulu.

“Tapi kalau rekonsiliasi itu artinya menempatkan orang, itu berlaku aturan, seperti kejujuran. Yang tidak jujur harus keluar,” tegasnya.

Selain bertemu dengan para kiai besar yang memimpin pesantren, Gus Dur juga menemui para kiai kecil atau kiai kampung dalam forum Majelis Silaturahim Ulama Rakyat (Masura) atau bisa juga dikenal sebagai Ngaji Bersama Gus Dur. Saat forum tersebut ada hal yang menggelitik, yaitu saat KH Chotib Umar dari Ponpes Rudatul Ulum, Jember ceramah di acara tersebut.

Para wartawan dari Jakarta kebingungan karena tidak mengerti bahasa yang diucapkan kiai tersebut. Ternyata dia menggunakan bahasa Madura.

Mengenai safari tersebut, Yenny yang mendampingi Gus Dur menemui para kiai mengatakan Safari Gus Dur ke kiai diperlukan untuk menemui para kiai yang mejadi tulang punggung PKB agar partai tersebut tetap solid. “Ada kerinduan Gus Dur untuk berdialog dengan para kiai yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Begitu pula para kiai juga ingin berdialog dengan Gus Dur,” jelasnya. (dian widiyanarko)(07/12/20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar