Kamis, 31 Desember 2009
Berkonflik di Politik, Berkawan di Kehidupan
Dalam politik, banyak orang yang beranggapan Gus Dur adalah politikus yang manuvernya kerap mengundang lawan daripada kawan. Berbagai konflik politik yang melibatkannya kerap menimbulkan kesan bahwa Gus Dur adalah orang yang suka mencari lawan dan memecah persahabatan.
Tetapi sejatinya kesan itu hanya kesan permukaan bagi mereka yang tidak mengenal Gus Dur secara mendalam. Karena ternyata Gus Dur adalah sosok yang begitu menghargai persahabatan dan perkawanan.
Berkonflik bagi Gus Dur hanya sebuah pandangan politik, terkait pilihan sikap politik. Dalam kehidupan keseharian hal itu harus ditinggalkan.
Dalam konflik awal PKB Gus Dur berkonflik dengan para kiai langitan yang kemudian mendirikan PKNU. Sepintas terlihat bahwa terjadi perpecahan dan permusuhan antara Gus Dur dan para kiai langitan yang selalu diandalkannya.
Namun sejatinya dalam kehidupan, di luar politik, Peraih Magsasay Award di bidang kepemimpinan soaisal ini tetap menjalin hubungan baik dengan mereka.
Dalam suatu kesempatan di Ponpes Raudatul Ulum, Jember Gus Dur mengemukakan hal itu. Dia menceritakan meski berbeda pandangan politik dengan ulama PKNU dirinya tetap menjaga persaudaraan.
“Waktu mereka mantu (menikahkan anaknya) saya ya datang,” ujarnya. “Kita boleh saja berbeda-beda pendapat, yang tidak boleh itu terpecah-pecah, ini pokok,” tegasnya.
Gus Dur juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditanya oleh Ketua PBNU KH Masdar Farid Masudi mengapa tidak melakukan rekonsiliasi dengan para kiai yang berseberangan dengannya. Menjawab itu, Gus Dur mengatakan jika kalau rekonsiliasi itu artinya saling memaafkan sudah dilakukan sejak dulu.
Hal yang sama juga terjadi ketika Gus Dur harus berhadap-hadapan dengan para muridnya seperti Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy dalam konflik PKB belakangan. Dalam pemberitaan media yang terlihat hanya perseteruan dan perang pendapat antara dua kubu tersebut.
Tetapi tak banyak orang tahu, Muhaimin dan Gus Dur sering bertemu dan berbincang secara akrab. Perbincangan antara paman dan keponakan.
Beberapa orang dekat Gus Dur menyaksikan hal itu. Bahkan Muhaimin pun kaget ada yang tahu soal itu. “Lho kok tahu,” katanya saat ditanya mengenai pertemuan itu.
Terhadap lawan politik di luar PKB Gus Dur juga berlaku sama. Pertentangan dan konflik dalam politik bukan berarti permusuhan dalam kehidupan.
Lihat saja sikapnya pada SBY. Dalam politik Gus Dur selalu menyerang SBY dan kebijakan-kebijakannya memimpin negara. Namun saat Idul Fitri, Gus Dur selalu hadir di istana menyalami SBY sebelum dia sendiri membuka open house di kediamannya di Ciganjur.
Sikap yang sama juga ditunjukkannya pada Megawati Soekarnoputi. Meski Mega selama ini dinilai “menusuk dari belakang” pada Gus Dur namun pada suatu kesempatan Gus Dur mengatakan dirinya tidak dendam pada Megawati.
Gus Dur beberapa kali juga berjumpa dengan putri Bung Karno yang memanggilnya Mas Dur itu.
Pada sebuah kesempatan dialog di televisi Gus Dur juga mengatakan meski keluarganya dibantai oleh komunis bukan berarti dia harus mendendam pada keturunan komunis.
Sikap yang seperti itu, kata Gus Dur adalah sikap yang demokratis. Menghargai sebuah perbedaan pendapat, termasuk dalam pandangan politik.
Karena sikap demokratisnya itu, Gus Dur dikenal sebagai tokoh demokrasi bukan hanya oleh bangsa Indonesia, namun juga oleh warga dunia.
Suatu hari saya bertanya apa sebenarnya keinginan Gus Dur yang belum terpenuhi. Dengan santai Gus Dur menjawab; “Saya ingin negeri ini lebih demokratis,”.(dian widiyanarko)
Selasa, 24 November 2009
Disoraki Seperti Menyoraki Gol, Lalu Dilawan
Nonton Bareng Pidato SBY
Rumah di Jalan Diponegoro 9 malam ini tampak ramai. Di rumah bergaya klasik itu LSM Imparsial menggelar nonton bareng pidato presiden.
Usai magrib hadirin mulai berdatangan. Selain wartawan dan pekerja LSM hadir para tokoh masyarakat sipil. Para tokoh itu antara lain Romo Benny Susetyo, Muslim Abdurrahman, Ray Rangkuti, Fadjroel Rachman, Adhie M Massardhi, Yudi Latief, Bonie Hargens, Sukardi Rinakit, Effendy Ghazali, Usman Hamid, dan tokoh lainnya.
Ada juga perwakilan mahasiswa yang selama ini melakukan aksi dukung KPK. Contohnya mahasiswa Unhas Makssar yang sudah 14 hari menginap di KPK.
Suasana nonton bareng digelar santai di halaman belakang. Layar mini digelar untuk menangkap siaran televisi. Kursi sederhana di jajarkan di depannya.
Di samping sebuah kolam renang mungil itu acara yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Darurat Keadilan digalar.
Makanan kecil dan minuman air mineral seadanya juga disediakan. Mirip sebuah acara nonton bareng sepak bola.
Aktivis Imparsial Rusdi Marpaung selaku tuan rumah mengatakan acara ini memang sebuah spontanitas yang tiba-tiba.
"Ini baru pertama kali setelah nonton piala dunia, Imparsial nonton SB," ujarnya..
Sebelum acara dimulai Rusdi sempat menanyakan pada hadirin terutama media televisi apa yang akan diputar. Kebetulan yang diputar adalah salah satu TV swasta.
"Kita mau terus nonton metro atau tv lain. Saya imparsial jadi fairness. Semua tv ada," ujarnya.
Sebelum acara pidato presiden disiarkan. Didahului oleh orasi tokoh dan nyanyian. Franky Sahilatua sempat menyanyikan lagu.
Dia menciptakan sebuah lagu berjudul Cicak. Lagunya tentu saja berisi ajakan melawan Buaya.
"Hai cicak lawanlah buaya, hai cicak lawanlah buaya," dendang Franki yang diikuti hadirin sambil bertepuk tangan.
Adhie Massardi juga membacakan puisi Negeri Para Badebah yang sangat populer sejak dibacakan waktu aksi mendukung KPK beberapa waktu lalu.
Para tokoh juga diminta gantian berorasi. Ray Rangkuti yang memandu acara misalnya sempat mengungkapka dirinya ingin presiden bersikap sesuai harapan masyarakat sipil.
Jika itu dilakukan maka dirinya akan tidur pulas. Sebab selama ini dirinya jarang tidur mengorganisir aksi-aksi dan advokasi.
"Kalau sesuai saya besok akan tidur sepusanya. Kemarin-kemarin saya tidak bisa tidur," ujarnya.
Ray yang memimpin acara dengan santai sempat bertanya sebelum pidato mulai. Yakinkan hadirin pidato SBY sesuai dengan harapan.
Ternyata tidak satupun hadirin angkat tangan tanda setuju. Bahkan ada yang mengaku tim sukses nasional SBY-Boediono yang mengaku kecewa dengan kinerja presiden.
Saat presiden berpidato hadirin tenang. Namun beberapa kalimat SBY memancing sorakan dari hadirin. Seperti saat nonton bola dan terjadi gol.
Misalnya ketia SBY mengatakan sengaja menahan diri untuk tidak bicara dulu. "Huuu," teriak hadirin.
Saat mengatakan masalah Century sistemik dan karena krisis finansial juga disoraki. Bahkan Effendy Ghazali meneriaki lantang.
"Sistemik ni ye. Sistemik ni ye. Silahkan sorak ini kayak kalo gol saat nonton bareng bola," ujarnya.
Sorakan sangat lantang saat SBY mengatakan difitnah jika dana masuk tim kampanyenya. Apalagi saat dia mengatakan pemerintah baru akan mempelajari hasil audit BPK.
Saat memasuki pidato soal Bibit-Chandra awalnya hadirin diam. Tapi lama-lama banyak yang berguman "Normatif,".
Cletukan-cletukan juga terus terlontar ibarat sedang melihat pemain bola gagal mengontrol bola atau gagal menendang ke gawang lawan.
Saat SBY akan membentuk satuan tugas untuk memperbaiki hukum, kecaman kembali dilontarkan hadirin.
Ray lalu menanyakan siapa yang tidak puas dengan pidato, hampir semua hadirin mengangkat tangan tanda tak puas.
Lawan SBY
Saat pidato usai semakin keras teriakan. Bahkan muncul yel-yel melawan SBY. Membahana teriakan revolusi dan nyanyian "lawan lawan, lawan SBY. Lawan SBY sekarang juga," teriak semua hadirin sambil membalik jempol.
"Sekarang masalahnya bukan hanya Bibit-Chandra, sekarang masalahnya lawan SBY," ujar Ray didukung para hadirin.
Hadirin lalu meneriakkan yel-yel "lawan lawan lawan SBY, lawan SBY sekarang juga," sambil berkelompok dan mengajungkan tangan dengan jempol terbalik.
Lalu Franky menyanyikan lagi Aku Mau Presiden Baru. "Aku mau presiden baru bela rakyat. Yang punya ketegasan jadi pemimpin. Rakyat semakin susah rakyat hilang harapan karena salah pilih pemilu kemarin," sambil hadirin mengangkat handuk putih.
Kemudian para tokoh yang sangat kecewa mulai berorasi meneriakkan perlawanan pada SBY.
Yudi Latif mengatakan rakyat tak paham dengan pidato presiden. Presiden tak paham bahasa rakyat. Sudah saatnya bahasa turun ke jalan digunakan kembali.
Fadjroel Rachman mengatakan kecewa sekali dengan pidato SBY. Maka 100 hari ini adalah masa akhir SBY.
"Ini adalah 100 hari masa akhir pemerintahan SBY mari kita lawan bersama sama," teriaknya.
Effendy Ghazali juga mengatakan tidak paham apa yang dikatakan SBY. Dia mengatakan sudah saatnya semua dibenahi.
"Kejaksaan pelu dibenahi, polisi perlu dibenahi, termasuk membenahi Pak SBY," tegasnya.
"Saya singkat saja. Pidato SBY out of conteks," ujar Adhie Massardi menyindir.
Bahkan Sukardi Rinakit juga mengatakan sudah saatnya melawan SBY. Usman Hamid juga mengatakan pidato SBY tak melaksanakan rekomendasi maka saatny aksi damai menurunkan SBY.
Danang Widoyoko juga mengaku tak mengerti apa yang dikatakan presiden. Menyerahkan pada jaksa dan polisi sama saja dengan dia cuci tangan.
"Lalu buat apa anda di istana, maaf pak presiden saya tidak lagi percaya pada anda," tukasnya.
Lagu Franky terus mengalun dan dinyayikan di tengah teriakan melawan SBY. Lalu para aktivis melemparkan handuk putih tanda mengakhiri pemerintahan SBY.
"Lawan lawan lawan SBY, lawan SBY sekarang juga," teriak mereka.
"Saat ganti presiden, saat ganti presiden. Karena salah pilih pemilu kemarin," ujar Franky yang lagunya mengakhiri acara nonton bareng.(dian widiyanarko)
Rabu, 04 November 2009
MK Penuh Tawa dan Bahasa Jawa
Siang kemarin suasana Gedung Mahkamah Konstitusi (MI) tampak sangat ramai. Ratusan orang dari berbagai kalangan datang ke gedung di Jalan Medan Merdeka Barat itu untuk mendengarkan rekaman hasil sadapan KPK yang berisi dugaan kriminalisasi dua pimpinan KPK.
Beranda di depan ruang sidang sudah dipenuhi para pengunjung dan para watawan yang sudah berdatangan dan menunggu dari pagi. Beberapa juga berebut masuk ke ruang sidang untuk melihat langsung sidang yang akan digelar pada pukul 11.00 WIB itu.
Tak ayal rauang sidang menjadi penuh sesak dengan para wartawan, tamu, dan petugas dari MK dan pihak yang bersangkutan dengan perkara pengujian UU KPK. Akibatnya petugas keamanan MK dibantu dengan petugas Polres Jakarta Pusat, membatasi pengunjung yang mencoba masuk ke ruang utama.
Di luar gedung, di jalanan yang juga dikenal sebagai jalan komplek kementrian, puluhan mahasiswa dari berbagai universitas bersama LSM dan elemen masyarakat madani lainnya menggelar aksi mendukung KPK. Para pengunjuk rasa yang membawa spanduk “Save KPK” juga sesekali mengecam Polri atas penahanan Chandra-Bibit.
Beberapa menit sebelum sidang mulau, Tim Independen Verifikasi Fakta tiba dan memasuki ruang sidang utama. Anggota Tim Anies Baswedan datang lebih dahulu bersama anggota lain Komaruddin Hidayat, Hikmahanto Juwana, Amir Syamsuddin, dan Wakil Ketua Tim Koesparmono Irsan. Todung Mulya Lubis yang juga anggota hadir dalam ruang sidang lima menit kemudian, lalu disusul Denny Indrayana.
Mereka duduk di sebelah kiri majelis hakim, di sana susah ada Menkumham Patrialis Akbar sebagai wakil pemerintah.
Setelah mereka, pimpinan KPK yang datang lengkap memasuki ruangan. Diawali oleh Ketua KPK Tumpak Hatorangan Pangabean, disusul Mas Achmad Santosa, Haryono Umar, M Jasin, dan Waluyo. Mereka lalu duduk di depan majelis hakim, sementara di belakang kursi mereka duduk tim ahli KPK, termasuk yang memutar rekaman.
Sementara di samping kanan tumpak ada ahli KPK yaitu Pakar Hukum Pidana UI Rudi Satrio dan mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara.
Ketua Tim Adnan Buyung Nasution sendiri baru datang setelah pimpinan KPK masuk. Buyung yang terlihat buru-buru kemudian bergabung bersama rekannya.
Tim pembela yang dipimpin Bambang Widjojanto, sudah berada di tempatnya di samping kanan hakim dengan bertoga hitam. Mereka juga membawa tim pembela namun tak bertoga yang duduk di belakangnya tampak Refly Harus di antara mereka.
Di bangku pengunjung berjejal para tamu dari berbagai kalangan dari pengacara sampai politisi. Tampak Politisi PBB Ali Mochtar Ngabalin, Pengacara Farhat Abbas, Pakar Komunikasi Effendy Ghazali dan Roy Suryo tampak bisa masuk ke dalam.
Sedangkan tokoh lain seperti Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Sekjen TII Teten Masduki dan lainnya tampak memonton dari beranda tepat di depan ruang sidang. Ada juga yang memilih melihat di balkon seperti Guruh Soekarnoputra yang rela berjejalan bersama pengunjung dan wartawan.
Setelah waktu sidang dimulai, sembilan orang hakim konstitusi bertoga merah yang dipimpin oleh Ketua MK Mahfud MD memasuki ruangan. Lalu Mahfud membuka sidang dengan mengemukakan argumennya bahwa berdasarkan UU Kebebasan Informasi Publik (KIP) rekaman bisa dibuka dan disaksikan oleh publik.
Mahfud juga mengingatkan agar semua pihak tidak gaduh saat rekaman didengarkan. “tidak boleh tertawa, bertepuk tangan, atau hu,” tegasnya.
Setelah itu, pimpinan KPK diberi kesempatan menyerahkan dan memutar rekaman. Tumpak lalu menyerahkan rekaman dan menjelaskannya sebelum memutar rekaman yang berdurasi 4 jam 30 menit itu.
Di saat inilah, Mahfud mulai mencairkan suasana dengan guyonan-guyonan kecilnya. “Sembilan seri rekaman dengan judul yang sangat profokatif,” katanya yang disambut tawa pertama hadirin.
Lalu rekaman yang disadar dari ponsel Anggodo mulai diperdengarkan. Para pengunjung yang memadati tampak hening seperti tersihir suara rekaman yang diawali dengan kata “Halo. Iya Pak” itu. Beberapa wartawan dan kru TV yang menyiarkan langsung segera sigap merekam dan berebut dampai ada yang melakban mic dan recorder di dinding ruang sidang di bawah speaker.
Namun rekaman sempat terhenti dan terganggu. Mahfud menanyakan ada gangguan apa. Tumpak menjawab bahwa mungkin dengan alat dan computer KPK akan lancer. Mahfud lalu menyilahkan memakai mana saja asal lancar.
Bambang Widjojanto tiba-tiba menyela dan minta copian transkip yang hanya diserahkan KPK pada Mahfud. Mahfud lalu menanggapinya dengan gaya jenaka.
”Ini copinya cuma satu, kalau dikasih ke saudara saya malah tidak kebagian,” tukasnya disambut tawa riuh dari hadiri.
Bambang tetap bersikeras meminta copian agar mudah menyimak. Namun Mahfud tetap tak memberikan dan berjanji akan diberikan nanti seusai sidang.
”Tidak usah nanti kami yang beri, kalau KPK yang fotokopi nanti malah tidak balik saya yang repot,” ujarnya.
Lalu rekaman didengarkan kembali dengan transkip yang dipampangkan di layar di atas kanan dan atas kiri majelis hakim. Hadirin tampak menyimak serius. Saat nama Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji disebut di dalam rekaman, beberapa pengunjung tampak berbincang kecil.
Tim Independen tampak menyimak dengan tenang. Demikian juga dengan Mahfud yang sesekali membolak-balik transkip di tangannya. Semantara tim pembela juga menyimak dengan melihat layar sehingga memiringkan badan mereka ke kiri.
Hanya Bambang yang sikapnya beda. Dia tidak hanya menyimak tapi sambil tak henti membuat catatan di netbooknya. Diskusi kecil juga tampak baik di Tim Independen maupun Tim Pembela.
Sementara hadirin asyik mendengarkan dengan sesekali merespon dengan tawa atau bisikan kecil. Misalnya saat Anggodo mengeluarkan kata yang diangap lucu seperti “Saya bukan saksi, saya penyandang dana,” atau menyebut “Bersama si Kumis (Antasari)”. Kontan penguncung tertawa bahkan ada yang terpingkal-pingkal.
Hadirin yang asyik menyimak mulai bingung, ketika rekaman yang diputar ada yang berbahasa Jawa dengan dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa ini banyak sekali dalam seri rekaman, terutama saat Anggodo yang asal Jawa Timur berbicara dengan orang yang dihubunginya yang juga pernah atau berasal dari Jawa Timur.
Aadanya bahasa Jawa membuat banyak hadirin tak mengerti dan beberapa tampak bertanya ke temannya, ada pula yang mengaku tak mengerti namun mengabaikannya menunggu rekaman lain yang berbahasa Indonesia.
Kesulitan mencerna bahasa Jawa rupanya juga dialami wartawan yang bukan dari etnik Jawa atau tak tahu bahasa Jawa. Ada yang mengaku kesulitas membuat laporan karena tak paham apa yang dibicarakan dalam rekaman.
Hal itu rupanya tak hanya dialami hadirin saja, Adnan Buyung juga mengaku tak paham. Dia tiba-tiba meminta rekaman yang berbahasa Jawa diterjemahkan.
“Ini mohon diterjemahkan, saya tidak tahu maksudnya. Ini menyangkut RI 1 soalnya,” keluh Buyung.
Namun, seperti sebelumnya, Mahfud menanggapi hal itu dengan santai dan agak berbau goyonan. “Ya nanti bapak saya beri salinannya. Kan ada staf di kantor bapak yang orang Jawa,” ujarnya enteng yang disambut tawa riuh hadirin.
Rupanya ketidakmengertian atas bahasa Jawa yang banyak terdengar dari rekaman menjadi perhatian Mahfud. Maka walau tidak mengeluh Menkumhan juga disindir Mahfud.
Hal itu dilakukan ketika Patrialis akan meninggalkan sidang sejenak untuk menghadiri acara atau agendanya sebagai Menkumham dan akan kembali lagi beberapa saat kemudian.
Mahfud memerintahkan agar staf MK memberikan transkip pada Patrialis seraya menyarankan agar mantan rekannya di Komisi III DPR dulu itu meminta stafnya membantu menerjemahkannya untuk dia.
“Itu staf anda bagus itu bahasa jawanya. Minta bantuan dia,” kata Mahfud sambil menunjuk Dirjen Paraturan Perundang-undangan Depkumham Abdul Wahid yang mendampingi Patrialis. Kontan saja hadirin tertawa karena tahu Mahfud bercanda. Sebab Abdul Wahid bukan orang Jawa melainkan orang Madura sama dengan Mahfud.
Mendengarkan rekaman berjam-jam membuat hadirin kelelahan dan mulai bosan. Beberapa mulai keluar dari ruang sidang utama atau turun dari balkon ke serambi. Bahkan Mahfud sempat menskors sidang sekitar pukul 13.30 WIB.
Hal ini juga yang membuat Tumpak mengusulkan memutar rekaman yang konteksnya relevan dengan perkara di MK saja. Akhirnya Mahfud mengizinkan.
Namun sesi kedua sidang mendengarkan rekaman juga makin lama. Hadirin yang semua berdiri tampak mulai duduk. Banyak tamu dan tokoh yang memilih meninggalkan MK seperti Din Syamsuddin dan Guruh.
Anggota Tim Pembela, dan Tim Independen juga terlihat bergantian keluar masuk ruangan untuk ke kamar kecil. Patrialis juga terlihat beberapa kali keluar masuk.
Raut muka kelelahan tampak di muka peserta sidang. Beberapa anggota tampak menyangga kepala dengan tangan, memegang kening atau menyandarkan badan ke bantalan kursi seperti Komaruddin misalnya, atau Anies yang bahkan menyandarkan tangannya ke kursi Denny Indrayana yang ada disebelahnya.
Sesekali sambil berpangku tangan atau bersandar peserta sidang baik hakim, Tim Independen, Tim Pembela, maupun KPK tampak memejamkan mata melawan lelah dan kantuk.
Hal ini seolah tidak berlaku bagi Bambang dan Denny. Bambang terus sibuk mengetik dan Denny beberapa kali sibuk berdiskusi kecil dengan Todung.
Ada komentar yang nyaris seragam dari hadirin baik di dalam ruang sidang, di beranda, maupun di balkon. Dengan lirih banyak pengunjung yang berkomentar “Rusak negara ini”. Komentar itu terdengar beberapa kali sepanjang sidang, namun lirih.
Akhirnya menjelang senja sekitar jam 16.00 WIB rekaman selesai diperdengarkan. Saat sidang menjelang berakhir Patrialis datang memasuki sidang lagi setelah menyelesaikan urusannya.
Sementara itu para tokoh yang hadir mengaku menyempatkan diri ke MK di tengah kesibukannya untuk memberikan dukungan moral. Misalnya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dia menginginkan kasus ini diusut tuntas.
“Jangan ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.
Din juga meminta kasus itu tidak dipolitisasi. Dia juga meminta Tim Independen bekerja dengan baik. Meski dia meragukan Tim seperti itu berdasarkan pengalaman sebelumnya.
“Tim pencari fakta STPDN ternyata hasilnya juga tidak digubris. Saya kira nasib TPF ini tak jauh beda,” tukasnya.
Guruh Soekarnoputra juga menyatakan kedatangannya untuk memberikan dukungan moral. Dia meminta kasus itu diselesaikan dengan baik.
Dia juga meminta kasus ini diselesaikan seadil-adilnya. Dia juga meminta Chandra dan Bibit dibebaskan.
“Saya bersedia jadi jaminan kalau diperlukan,” ujarnya.(dian widiyanrko)
Selasa, 27 Oktober 2009
Jadi Presiden Seperti Orang Melahirkan
foto: pks.or.id
Tifatul Sembiring terus menebar senyum dan melayani jabat tangan para tamu di ruangan yang penuh sesak itu. Siang itu adalah hari terakhirnya menyandang jabatan presiden PKS setelah dia mendapat posisi baru sebagai menteri.
Suasana harus juga sesekali mengiringi pelepasan sang Menkominfo. Bahkan staf yang membacakan surat pergantian Tifatul sempat terisak menahan tangis. Namun Tifatul yang terkenal suka berpantun justru mengisi perpisahannya dengan humor dan perumpamaan yang menggelitik.
Saat diberikan kesempatan berpidato, Tifatul langsung meminta izin agak panjang waktunya karena itu adalah pidato terakhirnya. Dia juga sempat terlihat menahan haru sampai-sampai sering selip lidah.
Misalnya dia salah sebut masa jabatannya yang 5 tahun 10 hari, menjadi satu tahun 10 hari. Juga salah sebut tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 disebut 25 Desember.
“Cuma beda sehari,” kilahnya yang disambut tawa.
Dalam pidatonya Tifatul lebih banyak menceritakan soal pengalamnnya memimpin PKS. Dia mengibaratkan menjadi presiden seperti seorang nahkoda dan proses belajarnya seperti orang melahirkan.
“Menjadi Presiden PKS atau presiden sebenarnya ,seperti orang melahirkan. Tidak perlu punya pengalaman sebelumnya. Nanti insyaallah banyak orang di sini yang akan bantu,” ujarnya sambil tersenyum.
Lalu dalam menahkodai dia juga mengaku mendapat berbagai macam dinamika. Misalnya ada protes mengapa jalur yang dipilih adalah jalur ini, lalu dia menjelaskan hal itu keputusan partai. Ada juga yang menanyakan mengapa gaya menahkodai seperti itu.
Dia juga menyindir awak kapal yang menaikkan bendera warna lain selain warna PKS. Dalam perumpamaan dia juga mengatakan ada kader yang suka membakar ikan di geladak kapal dan bukan di dapur kapal. Saat ada yang menanyakan itu dia mengatakan mungkin kader itu ingin makan ikan dengan cara itu.
“Biarkan saja asal jangan bakar kapal saja. Ada juga yang loncat enggak tinggal juga enggak jadi gelayutan aja dia di kapal. Mungkin mau pindah belum ada kapal,” sindirnya yang disambut tawa hadirin.
Lalu diakhir pidatonya Tifatul juga masih melontarkan candaan soal jabatannya menjadi Menkominfo. Dia mengatakan menjadi menteri sama seperti menjadi manteri suntik (petugas kesehatan desa).
“Bagaimana rasanya jadi menteri mirip-mirip mantra. Kalau mantri sibuk suntik orang kesana-kemari menteri juga sama kesana-kemari. Insyaaalahsaya akan sering ke sini mengenang kebersamaan kita mengenang rapat rapat kita,” tuturnya.
Presiden PKS yang baru pengganti Tifatul, Luthfi Hasan Ishaaq yang berpidato setelah Tifatul menanggapi pidato sejawatnya itu.
”Beliau berkeluh kesah soal nahkoda kapal, saya agak khwatir saya takut mabuk laut,” ujarnya yang disambut tawa riuh.
Luthfi dalam pidatonya juga sempat merendah dan mengatakan mungkin dirinya tak sebagus Tifatul. Dia mengatakan yang dipilih jadi presiden PKS kadang kala bukan bukan yang terbaik setidaknya seperti yang dia alami.
“Setidaknya yang saat ini seperti itu. Saya tidak bisa berpentun,” ujarnya mengarah pada Tifatul yang suka berpantun.
Luthfi juga mengatakan tidak akan ada perpisahan dengan Tifatul. Sebab dirinya dan Tifatul sama –sama masih kader PKS. Setiap saat Tifatul yang sibuk dengan tugasnya menjadi meteripun bisa datang ke kantor baru PKS.(dian widiyanarko)
Tifatul Sembiring terus menebar senyum dan melayani jabat tangan para tamu di ruangan yang penuh sesak itu. Siang itu adalah hari terakhirnya menyandang jabatan presiden PKS setelah dia mendapat posisi baru sebagai menteri.
Suasana harus juga sesekali mengiringi pelepasan sang Menkominfo. Bahkan staf yang membacakan surat pergantian Tifatul sempat terisak menahan tangis. Namun Tifatul yang terkenal suka berpantun justru mengisi perpisahannya dengan humor dan perumpamaan yang menggelitik.
Saat diberikan kesempatan berpidato, Tifatul langsung meminta izin agak panjang waktunya karena itu adalah pidato terakhirnya. Dia juga sempat terlihat menahan haru sampai-sampai sering selip lidah.
Misalnya dia salah sebut masa jabatannya yang 5 tahun 10 hari, menjadi satu tahun 10 hari. Juga salah sebut tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 disebut 25 Desember.
“Cuma beda sehari,” kilahnya yang disambut tawa.
Dalam pidatonya Tifatul lebih banyak menceritakan soal pengalamnnya memimpin PKS. Dia mengibaratkan menjadi presiden seperti seorang nahkoda dan proses belajarnya seperti orang melahirkan.
“Menjadi Presiden PKS atau presiden sebenarnya ,seperti orang melahirkan. Tidak perlu punya pengalaman sebelumnya. Nanti insyaallah banyak orang di sini yang akan bantu,” ujarnya sambil tersenyum.
Lalu dalam menahkodai dia juga mengaku mendapat berbagai macam dinamika. Misalnya ada protes mengapa jalur yang dipilih adalah jalur ini, lalu dia menjelaskan hal itu keputusan partai. Ada juga yang menanyakan mengapa gaya menahkodai seperti itu.
Dia juga menyindir awak kapal yang menaikkan bendera warna lain selain warna PKS. Dalam perumpamaan dia juga mengatakan ada kader yang suka membakar ikan di geladak kapal dan bukan di dapur kapal. Saat ada yang menanyakan itu dia mengatakan mungkin kader itu ingin makan ikan dengan cara itu.
“Biarkan saja asal jangan bakar kapal saja. Ada juga yang loncat enggak tinggal juga enggak jadi gelayutan aja dia di kapal. Mungkin mau pindah belum ada kapal,” sindirnya yang disambut tawa hadirin.
Lalu diakhir pidatonya Tifatul juga masih melontarkan candaan soal jabatannya menjadi Menkominfo. Dia mengatakan menjadi menteri sama seperti menjadi manteri suntik (petugas kesehatan desa).
“Bagaimana rasanya jadi menteri mirip-mirip mantra. Kalau mantri sibuk suntik orang kesana-kemari menteri juga sama kesana-kemari. Insyaaalahsaya akan sering ke sini mengenang kebersamaan kita mengenang rapat rapat kita,” tuturnya.
Presiden PKS yang baru pengganti Tifatul, Luthfi Hasan Ishaaq yang berpidato setelah Tifatul menanggapi pidato sejawatnya itu.
”Beliau berkeluh kesah soal nahkoda kapal, saya agak khwatir saya takut mabuk laut,” ujarnya yang disambut tawa riuh.
Luthfi dalam pidatonya juga sempat merendah dan mengatakan mungkin dirinya tak sebagus Tifatul. Dia mengatakan yang dipilih jadi presiden PKS kadang kala bukan bukan yang terbaik setidaknya seperti yang dia alami.
“Setidaknya yang saat ini seperti itu. Saya tidak bisa berpentun,” ujarnya mengarah pada Tifatul yang suka berpantun.
Luthfi juga mengatakan tidak akan ada perpisahan dengan Tifatul. Sebab dirinya dan Tifatul sama –sama masih kader PKS. Setiap saat Tifatul yang sibuk dengan tugasnya menjadi meteripun bisa datang ke kantor baru PKS.(dian widiyanarko)
Kamis, 15 Oktober 2009
Sepuluh Sapi untuk Yenny
Suasana di pesantren Ciganjur tampil tak biasa. Nuansa meriah tampak menghiasi dua hari ini. Tenda-tenda berdiri megah dan karangan bunga mengiasi di sana sini.
Halaman pesantren yang juga kediaman mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga di padati para tamu berbatik dari berbagai kalangan.
Siang itu di tempat sejuk itu memang sedang ada acara penting. Gus Dur sedang unduh mantu, menikahkan putri ke duanya Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid). Satu satunya putri yang mengikuti jejek ayahnya menjadi politisi ini mengakhiri masa lajangnya dengan dipersunting Politisi Partai Gerindra Dhohir Farisi.
Pernikahan yang dihelat dengan campuran adat jawa dan madura itu semakin istimewa karena dihadiri presiden dan wakil presiden yang menjadi saksi kedua mempelai. Selain itu para tokoh nasional juga turut memadati masjid kecil pesantren yang disetting menjadi tempat akad nikah.
Wapres Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah datang lebih dahulu bersama rombongan ke lokasi sekitar pukul 13: 25 WIB. Tak lama kemudian Presiden SBY datang bersama Ibu negara dan rombongannya.
Di dalam masjid sudah menunggu para tokoh yang sudah hadir sebelumnyaM Tampak hadir Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subiyanto dengan batik kremnya duduk bersila akrab, bersama Ketua MK Mahfud MD, Wagub Jatim Syaifullah Yusuf (Gus Ipul), dan para politisi lainnya.
Hadir pula para kiai NU seperti Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua PBNU Said Aqil Siradj dan sebagainya.
Politisi bekas PKB yang sempat berseberangan dengan Gus Dur juga tampak hadir. Misalnya Ketua Umum PKNU Choirul Anam (Cak Anam) dan yang lain. Hanya saja Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tidak tampak hadir. Menurut info dari keluarga Muhaimin tidak diundang.
Ritual akad nikah diawali dengan diaraknya Faris dengan rebana madura. Sesampainya di dalam kemudian dia menempati kursi diapit kepala negara dan wakilnya yang mengenakan stelan jas.
Gus Dur selaku ayah mempelai wanita menikahkan sendiri putrinya. Dengan mengenakan baju stelan melayu dia menikahkan dengan bahasa arab. Tokoh NU 'KH Mustofa Bisri (Gus Mus) tampak menuntun dengan membisiki Gus Dur.
Sementara SBY dan JK duduk mengamati di sisi kanan dan kiri Gus Dur. Kemudian setelah Faris membalas juga dengan bahasa arab hadirin para tokoh yang duduk bersila di bawah dan menjadi saksi lalu serempak mensahkan akad.
"Sah sah," teriak hadirin serempak.
Setelah proses itu Faris lalu menyerahkan mas kawin berupa 10 ekor sapi seharga Rp90 juta 900 ribu. Sepuluh sapi untuk Yenny itu di serahkan secara simbolis dalam bentuk lonceng dan sertifikat yang dibingkai.
Setelah itu mempelai pria dengan diiringi SBY-JK dan para tokoh menuju kediaman Gus Dur. Lalu dipertemukan dengan Yenny yanh didandani dengan kebaya putih dan konde khas pengantin jawa.
Keduanya lalu menandatangai buku nikah. Saat menandatangai rupanya Yenny kesulitan dan bingung dimana dia harus membubuhkan tanda tangan.
Sampai sampai MC acara menyndirnya. "Mbak yenny kesulitan di mana harus membubuhkan maklum pengalaman pertama dan mudah mudahan yang terakh-r. Mohon pak penghulu tolong dibantu," ujar MC.
Setelah itu semua hadirin bersalaman dan berfoto dengan kedua mempelai. Kemudian presiden dan wapres meninggalkan tempat secara bergantian.
Presiden SBY juga sempat menyalami warga yang menunggu di depan rumah Gus Dur. Kebetulan letak mereka ada di dekat mobil RI 1.
Prabowo Subianto yang pulang setelah presiden dan wapres pergi mengatakan mengucapkan selamat dan mendoakan ke dua mempelai. Apalagi yang menikah adalah kadernya.
"Iya saya doakan mereka kan mereka kader saya," ujarnya dari balik kaca mobil sebelum meninggalkan lokasi.
Sore harinya Gus Mus menyampaikan nasehat pernikahan. Dia mengatakan bagaimana membina keluarga yang harmonis secara islam. Tak lupa kiai yang sastrawan ini juga berpesan agar tidak meninggalkan ibadah kepada Allah.
Dia juga mendoakan agar kedua mempelai menjadi keluarga yang sakinah dan menjadi contoh sebagai keluarga yang baik.
Saat jumpa pers usai acara akad tuntas keduanya menunjukkan rona bahagia. Senyum tampak menghiasi wajah kedua mempelai.
Bahkan dalam menjawab pertanyaan nuansa canda tawa mengemuka. Misalnya saja Faris yang ditanya mengapa memberikan 10 ekor sapi sebagai maskawin, dia menjawab dengan candaan.
"Seandainya setiap keluarga kalau nikah memberi mahar sapi, maka kita tidak perlu impor sapi," candanya.
Sementara Yenny mengatakan dia dan suaminya boleh memiliki pilihan atau pandangan politik berbeda nantinya. Namun dalam rumah tangga hal itu tidak berpengaruh. Dia mengatakan keluarga adalah hal utama dan politik adalah urusan ke dua.
Saat ditanya kemana akan berbulan madu, seolah tak mau kalah dengan suaminya Yenny juga menjawabnya dengan candaan. Dia mengatakan ingin berbulan madu ke jembatan Suramadu yang baru saja diresmikan itu.
"Bulan madu ke Suramadu, ingin lihat bulan dari Jembatan Suramadu, sekalian nunjukin mur-mur yang hilang," candanya.(dian widiyanarko)
Selasa, 13 Oktober 2009
Terus Bekerja Sampai Detik Terakhir
sumber foto; inilah.com
Di detik-detik akhir masa jabatannya, para menetri Kabinet Indonesia Bersatu memiliki aktifitas yang beragam. Sambil menunggu kabar dari Cikeas apakah jabatannya akan berakhir atau terpilih kembali, mereka melanjutkan aktifitas masing masing.
Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman misalnya akan terus bekerja sampai detik terakhir. Saat ini mantan Rektor Institute Teknologi Bandung (ITB) itu masih disibukkan dengan pekerjaannya.
Kusmayanto mengatakan dirinya sedang berada di Aceh terkait uji coba alat deteksi tsunami. “Saya sedang di Aceh untuk acara IO-Wave 2009,” kata Kusmayanto kepada Seputar Indonesia, kemarin.
Menristek yang sering menyelipkan humor dalam pidatonya ini mengaku perasaannya diakhir masa jabatannya biasa saja. Dia mengatakan perasaannya saat ini serupa serupa dengan awal ketika dilantik jadi Menristek.
“Dinikmati sebagai berkah dan ujian. Pindah dari Rektor ITB ke Menteri Ristek saya syukuri sebagai rahmat Allah. InsyaAllah tidak buat saya lupa diri,” tuturnya.
Kusmayanto mengatakan dirinya juga akan legowo jika tidak lagi menjabat. Dia mengatakan jika tugasnya sebagai Menristek berakhir jika tidak terpilih lagi, dia juga menikmatinya sebagai berkah ilahi.
”Hidup ini menarik jika setiap perubahan yang terjadi kita nikmati sebagai wujud syukur pada Ilahi,” ujarnya.
Menurut Kusmayanto dirinya bersama-sama stafnyaq juga telah menyusun Laporan Pelaksaan Tugas 2004-2009. Selain itu Memo Akhir Jabatan dan (usulan) Program 100 hari Menristek juga sudah di siapkan.
“LPT sudah secara resmi saya kirimkan ke Presiden via Sekneg,” ungkapnya.
Mengenai kemas-kemas barang-barang pribadi baik di kediaman maupun di kantor belum dilakukannya. Sebab dirinya masih akan fokus bekerja dan menilai kemas-kemas tidak membutuhkan waktu lama dari detik akhir jabatan berakhir.
“Menurut perkiraan saya beres-beres dan pindah akan butuh waktu dua hari karena barang-barang pribadi mayoritas buku dan pakaian yang mudah dikemas. InsyaAllah,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai isu pergantian menteri, termasuk tokoh parpol yang mengincar Ristek dan sebagainya, Kusmayanto menolak berkomentar. “Saya tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,” ujarnya.
Kepala Bagian Humas Kemeneg Ristek Wawan Bayu yang sedang mendampingi Kusmayanto di Aceh mengungkapkan sampai saat ini atasanya itu masih disibukkan dengan banyak pekerjaan. Menristek, kata dia, memilih tetap bekerja sampai detik akhir jabatannya.
“Jadi kalau menteri lain ada yang berkemas-kemas, pak menteri (Menristek) masih terus beekerja sampai dinyatakan tidak lagi menjabat,” jelasnya.
Wawan yang sudah mengabdi di Ristek sejak zaman Habibie ini mengungkapkan Kusmayanto tidak terlalu hirau dengan hiruk pikuk isu pergantian menteri. Sebagai Menristek yang bersangkutan terus bekerja seoptimal mungkin.
“Beliau yang saya lihat sangat pekerja keras,” ujarnya.
Mengenai laporan akhir tugas, Wawan mengatakan hal itu sedang disusun. Sebab jika seorang menteri atau pejabat akan habis masa bhaktinya hal itu harus ada. Terlepas nanti yang bersangkutan terpilih lagi menjadi menteri atau tidak.
Sementara di kantor Departemen Sosial (Depsos) aktifitas berjalan normal. Para pegawai yang ditemui Seputar Indonesia tidak terlalu hirau dengan isu akan berakhirnya jabatan Mensos Bachtiar Chamsyah.
Sementara itu, mobil sedan berplat RI 32 tidak tampak di tempat biasanya terparkir. Rupanya sang menteri tidak berada di tempat.
Staf Ahli Mensos bidang Dampak Sosial Gunawan Sumodiningrat yang ditemui Seputar Indonesia membenarkan bahwa Mensos tidak ada di tempat. Mensos sedang ada urusan ke China dan berangkat kemarin.
“Beliau sedang ke China. Menemani istri beliau, bu Mensos yang sedang berobat di sana,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai isu tidak dipilihnya lagi Bachtiar jadi Mensos, mantan Dirjen Pemberdayaan Sosial ini mengaku belum dengar. Selama ini dia hanya dengar bahwa pos Mensos jadi rebutan partai seperti PKS, PPP, PKB dan sebagainya.
Sedangkan mengenai pamitan atau kemas-kemas Mensos dia mengaku hal itu belum ada. Dia mengatakan suasana masih seperti biasa semua bekerja dengan tugasnya masing-masing.
Saat ditanya apa harapan untuk Mensos ke depan, Gunawan mengaku punya banyak harapan. Dia berharap mensos mendatang bisa melanjutkan program pemberdayaan masyarakat.
“Jadi Depsos ini bertransformasi dari sekedar charity menjadi program yang empowerment,” jelasnya.
Gunawan mengatakan tidak ada salahnya jika presiden memilih kalangan professional sebagai Mensos. Sebab selama ini Mensos selalu orang parpol.
“Tidak ada salahnya dicoba kalangan professional untuk pos Depsos ini, lalu dibandingkan kinerjanya dengan dari Parpol,” usulnya.(dian widiyanarko)
Minggu, 11 Oktober 2009
Dalam Check and Balances Tak Ada Oposisi
foto: jakartapost.com
WAWANCARA KETUA MPR TAUFIK KIEMAS
Pada Sabtu malam 3 Oktober lalu, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufik Kiemas terpilih sebagai ketua MPR. Taufik terpilih dari paket yang didukung tujuh fraksi bersama wakil-wakil ketua MPR yang terpilih antara lain Melani Leimena Suharli dari Demokrat, Hajrianto Y Tohari dari Golkar, Lukman H Saefudin dari PPP, Ahmad Farhan Al Hamid dari usur DPD.
Banyak pertanyaan mengemuka dari terpilihnya Taufik memimpin lembaga yang pernah menjadi lembaga tertinggi. Misalnya terkait dukungan Demokrat pada Taufik untuk mendapatkan posisi tersebut.
Dari sana lantas timbul pertanyaan apakah PDIP akan berbalik dari oposisi menjadi pendukung pemerintahan pasca Taufik jadi ketua MPR? Selain itu bagaimana pula pandangan Taufik atas tugas barunya memimpin MPR, termasuk mengenai isu amandemen dan DPR? Berikut wawancara singkat dengan Taufik Kiemas.
Apa yang terpikir oleh anda setelah terpilih sebagai ketua MPR?
Yang pesti bebennya berat ya. Saya tidak mungkin berhasil jika tidak dibantu masyarakat dan mass media. Sebab apa, tugas pertamanya MPR ini kan menyebarluaskan pancasila, undang-undang dasar 1945, negara kesatuan republik Indonesia, dan kebinekaan.
Ada kerjasama dengan Demokrat dalam pemilihan anda, apakah ini akan mengikis jiwa oposisi PDIP?
Kalau kita lihat dari keputusan MPR DPR dan DPD kita tidak bicara mengenai oposisi atau tidak oposisi. Tapi kita bicara mengenai check and balances. Jadi seharusnya di sini semua kritis. Partai Demokrat harusnya lebih kritis dari PDIP seharusnya.
Apakah berarti PDIP tidak oposisi lagi setelah anda terpilih?
Dalam check and balances tidak ada oposisi. Semua kritis di DPR.
Jadi PDIP tidak akan kritis lagi?
Semua harus berlomba-lomba untuk kritis. Demokrat sebagai yang terbesar harusnya yang lebih kritis dari yang lain. Jadi semua fraksi di DPR itu harus lebih kritis. Posisi PDIP dalam cehek and balance harusnya sama. Mustinya yang lebih galak Democrat.
Anda kan terpilih dengan bantuan Demokrat, apa yang diberikan PDIP pada Democrat sebagai gantinya?
Empat hal itu. Pancasila, undang-undang dasar 1945, negara kesatuan republik Indonesia, bhineka tunggal ika. Itu komitmen yang harus dijaga.
Dalam mendukung anda Demokrat kan mengecewakan rekan koalisinya seperti PKS yang juga mengincar ketua MPR. Tentunya ada komitmen sehingga Demokrat sampai lebih memilih anda dari rekan koalisinya?
Itu kalau soal democrat harus tanya democrat.
Apakah balasan atau komitmennya PDIP akan sama-sama Demokrat di pemerintahan?
Check and balances itu semua sama-sama nanti, tetap kritis.
Mengenai wakil dari unsure DPD dari paket anda yaitu Ahmad Farhan Hanid tidak diakui oleh pihak DPD, apa pendapat anda soal ini?
Itu tanya ahli hukum deh. Tanya ahli tata negara. DPD nya bagaimana, sudah terwakili belum. Secara tata negara benar atau tidak yang dilakukan DPR.
Apa pandangan anda sebagai ketua MPR mengenai usulan amandemen UUD 45. Juga perjuangan DPD untuk mengajukan amandemen?
Kita kan nunggu aja. Kan mesti disipkan dulu. Kan musti mengumpulkan 266. kalau kita menunggu saja. Biar DPR memprosesnya dulu.(dian widiyanarko)
Minggu, 04 Oktober 2009
Saya Bukan Satpam Partai
Wawancara Calon Ketua Umum Partai Golkar Surya Paloh
foto: media indonesia
Para kandidat calon ketua umum Golkar mulai menggalang dukungan dan
mempersiapkan diri bertarung di Munas yang digelar di Riau. Ketua
Dewan Penasehat Partai Golkar Surya Paloh adalah salah satu kandidat
terkuat yang terus menggalang dukungan, apa saja persiapannya untuk
Munas, dan apa yang ditawarkannya jika memimpin Golkar berikut
wawancaranya saat keliling Indonesia menggalang dukungan.
Apa yang membuat anda memutuskan maju dalam bursa ketua umum?
Orang pasti bertanya, mengapa saya yang sudah menjabat ketua dewan
penasehat maju jadi ketua umum, biasanya kan ketua umum mengincar
dewan penesehat. Apalagi ini juga buang waktu tenaga dan sebagainya.
Semua saya lakukan karena ingin membuat sesuatu yang berarti bagi
Golkar. Saya ingin merestorasi partai ini.
Bagaimana dengan Aburizal Bakrie yang merupakan rival berat anda?
Secara etik saya tidak mau jawab dia anggota saya, saya ketua dewan
penasehat dia anggota saya. Tapi saya hargai dia maju itu hak dia.
Hubungan saya dengan dia baik-baik saja.
Saya memang menjaga agar hubungan dengan semua kandidat baik. Makanya
saya hindari hal-hal yang personal dalam kompetisi ini.
Bagaimana dengan Tomy Soeharto yang meramaikan bursa juga, apakah anda
juga memperhitungkan?
Semua saya perhitungkan, semua berat bagi saya. Saya tidak menghargai
semangat juang Mas Tomy kalau saya tidak memperhitungkan dia.
Bagaimana dengan saling klaim dukungan daerah. Daerah yang anda
katakana mendukung anda juga diklaim mendukung lawan anda?
Biarkanlah kalau mereka mengatakan di dukung daerah ini, padahal
mereka jelas-jelas mendukung saya. Kamu lihat sendiri dari Papua,
Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Sumatra, cek sendiri apa benar itu
ketuanya.
Itu hak mereka untuk mengklaim. Tapi yang jelas Jateng 99,9%
mendukung, di pulau jawa di atas 75% kalau secara keseluruhan.
Sementara Sumatra 80%. Maluku 100% boleh dicatat ini.
Biasanya pendukung bisa berbelok ke kubu lain di saat-saat terakhir
menjelang pemilihan di Munas. Bagaimana anda bisa memastikan atau
menjaga mereka tetap di pihak anda?
Saya tidak punya trik khusus, biarkanlah kesadaran dan nurani mereka
yang amankan itu. Saya bukan satpam partai. Saya tidak perlu memaksa
mereka saya tidak perlu aman-mengamankan.
Jika anda yang terpilih, apa yang anda persiapkan untuk Golkar di masa
kepemimpinan anda?
Kita harus kembalikan kepercayaan rakyat. Partai ini kalau bahasa saya
sedang cidera citra. Kegagalan di pileg dan pilpres cukup jadi
pelajaran kita. Kita harus perbaiki itu semua. Dan itu hanya bisa di
lakukan kader Golkar sendiri bukan orang di luar Golkar.
Jadi siapa yang bertanggungjawab atas semua keterpurukan Golkar?
Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Semua bertanggungjawab. Saya
bertanggungjawab, Pak Jusuf bertanggungjawab. Kita harus mengembalikan
kejujuran dan ideologi partai, bukan sikap pragmatis transaksional
segelintir elit partai. Tapi sudahlah mari kita tutup buku lama dan
kita buka buku baru.
Bagaimana sikap politik Golkar jika anda pimpin terhadap pemerintahan,
apakah akan menjadi oposisi?
Kita tidak akan berkoalisi dalam pemerintahan, tapi kita tidak juga
oposisi. Kita independen saja, agar duduk setara atau equal, bukan
subordinasi. Kita juga tidak memikirkan agenda itu agenda ke depan
kita konsolidasi internal agar pemilu mendatang kita bisa jadi
pemenang kembali.
Kalau ditawari kabinet oleh SBY apa akan diterima atau ditolak?
Kalau ditawari kita terimakasih, tapi Golkar tidak akan terima. Kita
tidak ada representasi partai dalam kabinet. Kita harus belajar tidak
jadi bayang-bayang pemerintahan, kita harus bisa buktikan kita bisa
besar bukan karena fasilitas pemerintahan. Ini yang membedakan saya
jika terpilih.
Bagaimana jika ada kader anda yang ikut bergabung dalam kabinet?
Silahkan saya tidak melarang, tapi itu bukan dari partai. Tidak ada
representasi Golkar dikabinet.
Tapi bagaimana kalau anda diajak bicara SBY untuk menyusun kabinet?
Saya akan duduk bersama dan berikan pemikiran saya tapi sikap saya
tetap Golkar tidak masuk dan akan mengutamakan konsolidasi. Kita tetap
di tengah, kalau baik kita dukung kalau tidak baik kita protes.
Bukankah sikap yang anda tawarkan itu dinilai tidak sesuai dengan
karakter Golkar. Selama ini kan Golkar dinilai sebagai partai
pemerintah dan sulit lepas dari pemerintahan?
Ini yang salah dipahami oleh pengamat dan elit Golkar sendiri. Nafas
Golkar tidak tergantung pada pemerintahan. Sekarang kita punya satu
wapres dan empat menteri dari Golkar, kalah juga kita, jadi intinya
bukan ada atau tidak dalam pemerintahan, tapi pada citra partai yang
terpuruk. Ini yang harus diperbaiki untuk kembali bangkit.
Lalu dalam restorasi organisasi apakah anda akan merombak kepengurusan?
Kita akan membuat kepengurusan lebih produktif, siapa saja yang
berpotensi akan kita ajak. Anak-anak muda akan dapat tempat, bukan
lagi karena kedekatan. Kalau selama ini hanya ada organisasi
kepemudaan kita akan buat untuk semua ada organisasi buruh tani,
bahkan cendekiawan Golkar juga ada. (dian widiyanarko)
Kamis, 01 Oktober 2009
Politik Itu Tak Kenal Pensiun
Siang itu adalah hari terakhirnya bekerja di sana. Dia mulai bersiap mengemasi barang-barang di kantor yang sudah 10 tahun di tempatinya.
Bersama para sejawatnya Taufikurrahman Saleh bersiap meninggalkan Senayan. Taufik adalah satu dari para anggota dewan lainnya yang tidak lagi bertugas di DPR.
Bagi Taufik dan anggota dewan periode 2004-2009 yang tak terpilih lagi, hari kemarin adalah hari terakhir bekerja di Gedung DPR.
Di hari terakhir itu, Taufik memilih mengakhiri masa kerjanya dengan pamitan. Pamitan pertama dilakukan Politisi PKB itu dengan para wartawan.
Bagi Taufik para wartawan adalah rekan kerja yang paling dekat dengan pekerjaannya selama ini. Dalam pertemuan itu, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR ini membawa segebog buku.
Buku berjudul “Membangun Pendidikan Indonesia” itu adalah salah satu bukti kerjanya selama menjadi anggota dewan. Buku itu merupakan kumpulan buah pikirannya selama menjadi anggota Komisi Pendidikan DPR. Buki itu juga di luncurkannya sebagai tanda masa akhir jabatannya sebagai anggota dewan.
Taufik mengaku tak ada rasa sedih sedikitpun meninggalkan gedung kura-kura yang juga membesarkan namanya. Sebab sebagai politisi pensiun dari DPR hanyalah sekedar pindah kantor saja, bukan berhenti jadi politisi.
“Politik itu tidak kenal pensiun. Parlemen hanya tempat saja,” jawab mantan Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR ini.
Taufik mengatakan aktifitas politik bisa dilakukan di mana saja. Yang penting tetap berjuang dan bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah agar pro rakyat.
Mengenai aktifitas selepas pensiun dari DPR, Taufik mengaku banyak hal yang menunggunya. Dia bisa saja kembali mengajar atau menjadi pengacara, sebuah provesi yang 10 tahun lalu ditinggalkan anggota dewan yang telah menjabat dua periode ini.
Selain itu, Taufik berminat juga bergabung di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Yang terakhir ini dia menunggu apakah ada tawaran tempat bagi dirinya. “Terserah saja nanti di tempatkan di mana (di PBNU),” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR ini.
Teman sejawat Taufik yang juga berkemas siang itu adalah Fuad Anwar. Anggota Komisi VII ini juga mengatakan sudah pindah kantor saat itu. Itulah yang dimaknainya bahwa politik itu tak kenal pensiun. (dian widiyanarko)
Bersama para sejawatnya Taufikurrahman Saleh bersiap meninggalkan Senayan. Taufik adalah satu dari para anggota dewan lainnya yang tidak lagi bertugas di DPR.
Bagi Taufik dan anggota dewan periode 2004-2009 yang tak terpilih lagi, hari kemarin adalah hari terakhir bekerja di Gedung DPR.
Di hari terakhir itu, Taufik memilih mengakhiri masa kerjanya dengan pamitan. Pamitan pertama dilakukan Politisi PKB itu dengan para wartawan.
Bagi Taufik para wartawan adalah rekan kerja yang paling dekat dengan pekerjaannya selama ini. Dalam pertemuan itu, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR ini membawa segebog buku.
Buku berjudul “Membangun Pendidikan Indonesia” itu adalah salah satu bukti kerjanya selama menjadi anggota dewan. Buku itu merupakan kumpulan buah pikirannya selama menjadi anggota Komisi Pendidikan DPR. Buki itu juga di luncurkannya sebagai tanda masa akhir jabatannya sebagai anggota dewan.
Taufik mengaku tak ada rasa sedih sedikitpun meninggalkan gedung kura-kura yang juga membesarkan namanya. Sebab sebagai politisi pensiun dari DPR hanyalah sekedar pindah kantor saja, bukan berhenti jadi politisi.
“Politik itu tidak kenal pensiun. Parlemen hanya tempat saja,” jawab mantan Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR ini.
Taufik mengatakan aktifitas politik bisa dilakukan di mana saja. Yang penting tetap berjuang dan bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah agar pro rakyat.
Mengenai aktifitas selepas pensiun dari DPR, Taufik mengaku banyak hal yang menunggunya. Dia bisa saja kembali mengajar atau menjadi pengacara, sebuah provesi yang 10 tahun lalu ditinggalkan anggota dewan yang telah menjabat dua periode ini.
Selain itu, Taufik berminat juga bergabung di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Yang terakhir ini dia menunggu apakah ada tawaran tempat bagi dirinya. “Terserah saja nanti di tempatkan di mana (di PBNU),” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR ini.
Teman sejawat Taufik yang juga berkemas siang itu adalah Fuad Anwar. Anggota Komisi VII ini juga mengatakan sudah pindah kantor saat itu. Itulah yang dimaknainya bahwa politik itu tak kenal pensiun. (dian widiyanarko)
Jumat, 10 Juli 2009
Bersebelahan Namun Berlainan
foto: media indonesia
Pagi itu para petugas TPS 14 terlihat sibuk menyapkan alat-alat
pencontrengan. Para petugas berseragam batik rapi berpeci itu terlihat
serasi bersiaga di sebuah TPS yang ditata begitu apik.
TPS yang berada di sebuah Sekolah dasar SD 3 dan 6 itu memang tampak
megah dan elegan. Tenda persegi empat yang biasa digunakan untuk pesta
perkawinan itu dihias kain dan dekorasi menawan.
Bahkan kursi para undanganpun berselimutkan kain lembut. Hal itu tentu
bukan tanpa sebab. Karena di TPS itulah Cawapres Partai Golkar dan
Hanura Wiranto akan memberikan suaranya.
Makanya tidak aneh juga kalau seluruh dekorasi mewahnya bernuansakan
warna oranye khas warna Hanura.
Bahkan semua kursi terbungkus kain lembut warna Hanura juga.
Suasananya juga teduh dan memanjakan para pengunjung dari warga RT 01
dan wartawan yang berbondong-bondong menonton dan meluput ke sana.
Sayangnya suasana itu sangat timpang dengan sebuah TPS lain yang
letaknya bersebelahan dengan TPS Wiranto. TPS 13 yang hanya berjarak
sekitar 5 meter dan hanya dipisah jalan kecil dari TPS 14 kondisinya
sangat memprihatinkan.
TPS ini hanya berada di lapangan terbuka dan nyaris tanpa atap. Hanya
parasut tentara usang disangga sebatang bambu yang menjadi pelindung
dari teriknya mentari siang hari. Itu pun hanya melindungi meja Ketua
TPS saja.
'Disini memang beda sama sebelah yang lebih nyaman,' kata Ketua TPS 13
Suganda saat melihat seorang wartawati TV Swasta yang kepanasan.
Biaya untuk TPS sederhana ini juga relatif minim. Hanya sekitar
Rp2jutaan. Suganda mengatakan hal itu wajar saja sebab di TPS nya
tidak ada pejabat yang mencontreng.
'Maklumlah di sini tidak ada pejabatnya mas,' ujarnya.
Sementara di TPS 14 ada tokoh nasional Wiranto yang juga menjadi cawapres.
Soal fasilitas juga berbeda. Di TPS Wiranto makanan sangat mencukupi,
bahkan wartawan juga ditawari makanan setelah semua petugas kebagian.
Fasiltas tendan dan lainnya juga hadir karena bantuan Wiranto.
'Pak Wiranto ini yang bantu, tinggal pindahin tenda dari rumah,' ujar
seorang warga di TPS 14.
Seusai mencontreng Wiranto dengan ramah juga mempersilahkan jika
wartawan atau warga mau berkunjung ke kediamannya.
'Silahkan dirumah saya ada minuman, silahkan kalau mau mampir
terbukan. Mau tidur juga boleh,' candanya.
Singkat kata dua TPS itu bersebelahan tapi berlainan. Namun ada yang
tidak berlainan, ada yang sama yaitu keduanya sama-sama mengalahkan
Wiranto dan memenangkan SBY.(dian widiyanarko)
Minggu, 26 April 2009
Jangan Sensi Lah
Suasana “perceraian” SBY dan JK masih terasa di ruangan itu saat dua politisi pendukung tokoh itu bertemu untuk berdiskusi. Burhanuddin Napitupulu sang Ketua DPP Partai Golkar orang dekat JK, duduk bersebelahan dengan Hayono Isman, Anggota dewan Pembina Partai Demokrat.
Burnap, sapaan akrab Burhanuddin, tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada Demokrat. Dia memaparkan buntunya negosiasi dua partai untuk berkoalisi karena ulah Demokrat yang “jual mahal” atas posisi cawapres yang diincar Golkar.
Bahkan Burnap menilai Demokrat dan SBY telah menunjukkan sikap anti JK. Hal itu dibuktikan dengan dilansirnya lima criteria cawapres oleh SBY yang dinilai meminggirkan posisi JK.
Hal itu lah, yang kemudian mematik emosi petinggi Golkar khusunya pendukung JK. Hal itu juga yang memberanikan mereka meluncurkan sikap cerai atas SBY dan mencalonkan presiden sendiri yaitu JK.
“Ini sudah masalah hati,” ujar Burnap dengan nada membara menggambarkan kekecewaan pendukung JK saat SBY dinilai mulai meminggirkan JK.
Sepanjang pemaparan Burnap di hadapan wartawan DPR itu, Hayono Isman yang duduk di sampingnya hanya tampak tenang dan sesekali tersenyum.
Namun saat moderator memberinya kesempatan berbicara dia membalas “serangan” Burnap. Dia meminta Burnap tidak terlalu emosi dan sensitif menanggapi criteria yang dikemukakan SBY.
“Kalau pinjam istilah anak muda,jangan sensi lah. Wajar pemenang pemilu mengajukan kriteria-kriteria,” sentilnya.
Hayono bahkan mengungkapkan fakta lain bahwa Golkar yang begitu cepat memutuskan hubungan dan mengakhiri negosiasi. Padahal Demokrat memprioritaskan Golkar untuk cawapres dan negosiasi baru berjalan sekali.
Burnap segera membalas saat dikatakan sensi. “Saya bicara norma organisasi, bukan sensi tidak sensi,” ujarnya.
Dengan bersemangat Burnap kemudian mengatakan JK adalah ketua umum, maka jika SBY tidak mau pada JK seharusnya dibicarakan baik-baik empat mata. Bukan dengan mengungkapkan criteria yang sepertinya menolak halus JK.
Dia lalu memberi contoh Soetrisno Bachir (SB) yang juga wajar tersinggung kerana sebagai ketua umum merasa dilangkahi Amien Rais yang konon mengajukan Hatta Radjasa jadi cawapres SBY.
“Soetrino Bachir gak diikutin ya marah, Amien punya list sendiri. Jelek-jelek dia (SB)itu ketua umum,” katanya.
Namun Burnap kemudian tersadar bahwa dia membuat pernyataan yang bisa dimaknai berbeda. Terutama kata “jelek-jelek” SB ketua umum. Walau semua orang tau maksudnya bukan mengatakan SB jelek, namun dia takut hal itu diplintir sehingga bisa membuat kesalahpahaman antara dirinya dan SB.
Sama dengan kasus statemen Achmad Mubarok tentang 2,5% suara Golkar yang kemudian membuat renggang hubungan dua partai.
“Saya ralat ya jangan sampai marah SB. Itu jelek-jelek maksudnya bukan SB jelek. Biasa slip of tongue,” ujarnya yang disoraki wartawan yang hadir.
Mungkin pak Burnap memang lagi sensi. Jadi lidahnya pun kepleset.
(sumber foto:calonanggotalegislatifdpd.blogspot.com dan cetak.bangkapos.com)
Kamis, 23 April 2009
Dejavu Orde Baru
Saat rehat setelah usai menulis saya membuka email yahoo saya yang jarang ditengok setelah saya memiliki gmail yang lebih cepat. Sebuah email dari Mbak Khofifah Indarparawansa masuk, dikirim oleh teman saya yang orang dekatnya.
Saya buka dan cermati. Intinya mantan Menteri Peranan Wanita ini menilai pemilu legislative 2009 ini jauh dari azas jurdil. Banyak kecurangan dan masalah.
Bahkan dia menilai pemilu Orde Baru lebih baik dari pemilu saat ini. Menuruit dia, Kasus DPT Pileg dan sistmetiknya kecurangan yang terjadi bukti nyata bahwa orde zaman Soeharto berkuasa ternyata lebih baik daraipada orde reformasi.
Alasannya, pada saat orde baru dulu, Undang-undang Dasar (UUD) tak mencamtumkan asas jurdil (jujur dan adil) dalam Pemilu, hanya luber (langsung, umum, bebas dan rahasia) saja.
Artinya menurut dia, Orde Baru sadar bahwa dia tidak akan bisa jurdil, sehingga hanya pakai asas luber. “Lah, saat ini pakai luber dan jurdil, tapi pada kenyataannya tak ada kejujuran dan keadilan,” ungkapnya.
Lalu Mbak Khofifah juga memaparkan masalah DPT yang memang cukup menjadi duri di penyelenggaraan pemilu kali ini. Mungkin sekilas nada pernyataan Ketua Umum Muslimat NU ini terlihat emasional.
Apalagi kalau kita lihat sedikit ke belakang Mbak Khofifah sempat dirugikan oleh DPT saat pilgub Jatim lalu. Manipulasi DPT yang diduga sistematis itu telah menggagalkannya jadi gubernur.
Saya masih ingat saat dia melakukan konfrensi pers dengan bukti-bukti ditumpuh sangat banyak. Bahkan bisa setengah bak truk sampah jika dikumpulkan.
Namun saat itu suaranya tidak banyak didengar, atau didengar sambil lalu. Bahkan MK menolak kembali memproses kasusnya. Sampai sampai dia mengatakan hanya mahkamah akhirat yang akan membelanya.
Tetapi gaung menjadi lebih keras saat masalah DPT diungkap parpol. Aapalgi parpol besar seperti PDIP beberapa saat sebelum pileg. Masalah dan protes DPT semakin nyaring saat parpol yang kalah menilai masalah DPT sebagai kambing hitamnya. Kelompok Teuku Umar pun kemudian berdiri, dimotori PDIP, Gerindra, dan Hanura.
Politisi Hanura AS Hikam yang dulu juga pernah seperjuangan dengan Mbak Khofifah di PKB ternyata juga mengungkapkan pandangan senada tentang pemilu Orde Baru. Mantan Menristek ini menilai kecurangan dan masalah pemilu 2009 seolah mengembalikan praktek pemilu masa lalu saat Orde Baru.
“Ini seperti Dejavu Orde Baru,” ujar pria asal Tuban ini.
Akibatnya menurut Hikam wajar jika kelompoknya mengancam memboikot pilpres jika masalah itu tidak dijelaskan dan diselesikan. Dia mengatakan wajar saja ada ancaman memboikot pertandingan jika yakin hasilnya bisa diatur.
Soal boikot ini memang sempat membuat wacana pilpres satu pasang saja menjadi ramai. Bahkan ada usul perppu pilpres jika SBY ternyata hanya maju seorang diri, tanpa Mega atau yang lainnya.
Lalu apa komentar Pak SBY tentang ancaman Kelompok Teuku Umuar itu? Dia meminta Mega dan kawan-kawan tidak mengkuliahinya soal kecurangan. Dia mengaku merasakan hal yang sama di pemilu 2004 di mana dia bukan incumbent.
“Jangan galak-galak,” ujar SBY yang menyatakan statemen balasan di istananya.
“Galak dari mana, kalau di era demokratisasi yang begini masih belum galak lah,” ujar Hikam di tempat dan waktu yang berbeda.(dian widiyanarko)
Selasa, 21 April 2009
Kisah SMS Cawapres
sumber foto: presidensby.info
----------------------
Ada gula ada semut. Ungkapan itu cocok untuk kondisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini. Pak SBY memang ibarat gula yang sedang dikerubuti “semut-semut” yang ingin menjadi pendampingnya di pilpres mendatang.
Maklum saat ini sedang naik daun. Selain dalam berbagai survei popularitasnya masih tertinggi, partainya juga menjadi kampium di pemilu legislatif. Sebuah modal yang lebih dari cukup untuk sukses di pilpres.
Pak SBY pun sedang kebanjiran usulan. Tawaran dan masukan pun datang bertebaran baik dari partai maupun dari kalangan lain. Bahkan masukan lewat pesan singkat atau SMS dari berbagai kalangan pun membanjiri Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok mengungkapkan hal itu. Dia mengatakan SMS tersebut isinya beragam. “SMS masuk sangat beragam ada yang serius ada yang lucu-lucuan,” ungkap Mubarok.
SMS soal cawapres itu, lanjut Mubarok banyak yang menggelitik. Ada yang mengatakan kalau Indonesia mau besar SBY harus meng gandeng Akbar Tandjung. Sebab Akbar itu itu artinya besar.
Ada juga yang mengatakan kalau mau Indonesia jadi yang utama, harus gandeng Fadel Muhammad. Karena Fadel artinya utama. Dalam SMS yang tidak dirinci Mubarok datang dari mana itu juga ada nama Hidayat Nur Wahid juga masuk, alasannya agar Indonesia mendapat petunjuk, sebab Hidayat artinya petunjuk.
“Mungkin ada juga yang mengatakan kalau mau barokah harus gandeng Mubarok yang artinya berkah,” kata Mubarok berkelakar.
Mubarok mengatakan Pak SBY saat ini sedang menimbang masak-masak siapa yang akan dipilihnya nanti. Selain menimba masukan dari berbagai kalangan, SBY ternyata juga tidak mengesampingkan aspek spiritual.
SBY juga melakukan shalat istiqarah agar diberi petunjuk menentukan pendamping yang tepat. Pendamping yang tepat dibutuhkan SBY sebab jika terpilih kembali dia ingin melakukan kerja yang jauh lebih baik dari pemerintahannya saat ini.
Kriteria pun dibuat oleh SBY. Lima kriteria yaitu, integritas yang baik, kecakapan yang tinggi, loyal pada pemerintahan, diterima dan lekat di hati rakyat, dan bisa merekatkan koalisi agar kokoh.
Mubarok mengatakan lima kriteria yang disampaikan SBY itu ternyata juga bisa menjadi saringan terhadap berbagai usulan yang masuk. “Nyatanya dengan ada kriteria semua orang ngukur diri. Kemarin kan semua orang ingin. Sekarang semua mengukur diri,” ungkapnya.
Namun Mubarok enggan mengungkapkan nama-nama siapa saja yang dipertimbangkan SBY. Dia terus berkilah dan meminta public bersabar sampai SBY menjatuhkan pilihannya.
Lelaki humoris ini hanya bisa menjawab sementara pertanyaan itu dengan canda khasnya. “Bisa laki-laki bisa perempuan. Bisa tua bisa muda. Inisialnya panjang. Yang jelas warga negara Indonesia, bukan impor,” candanya.(dian widiyanarko)
----------------------
Ada gula ada semut. Ungkapan itu cocok untuk kondisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini. Pak SBY memang ibarat gula yang sedang dikerubuti “semut-semut” yang ingin menjadi pendampingnya di pilpres mendatang.
Maklum saat ini sedang naik daun. Selain dalam berbagai survei popularitasnya masih tertinggi, partainya juga menjadi kampium di pemilu legislatif. Sebuah modal yang lebih dari cukup untuk sukses di pilpres.
Pak SBY pun sedang kebanjiran usulan. Tawaran dan masukan pun datang bertebaran baik dari partai maupun dari kalangan lain. Bahkan masukan lewat pesan singkat atau SMS dari berbagai kalangan pun membanjiri Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok mengungkapkan hal itu. Dia mengatakan SMS tersebut isinya beragam. “SMS masuk sangat beragam ada yang serius ada yang lucu-lucuan,” ungkap Mubarok.
SMS soal cawapres itu, lanjut Mubarok banyak yang menggelitik. Ada yang mengatakan kalau Indonesia mau besar SBY harus meng gandeng Akbar Tandjung. Sebab Akbar itu itu artinya besar.
Ada juga yang mengatakan kalau mau Indonesia jadi yang utama, harus gandeng Fadel Muhammad. Karena Fadel artinya utama. Dalam SMS yang tidak dirinci Mubarok datang dari mana itu juga ada nama Hidayat Nur Wahid juga masuk, alasannya agar Indonesia mendapat petunjuk, sebab Hidayat artinya petunjuk.
“Mungkin ada juga yang mengatakan kalau mau barokah harus gandeng Mubarok yang artinya berkah,” kata Mubarok berkelakar.
Mubarok mengatakan Pak SBY saat ini sedang menimbang masak-masak siapa yang akan dipilihnya nanti. Selain menimba masukan dari berbagai kalangan, SBY ternyata juga tidak mengesampingkan aspek spiritual.
SBY juga melakukan shalat istiqarah agar diberi petunjuk menentukan pendamping yang tepat. Pendamping yang tepat dibutuhkan SBY sebab jika terpilih kembali dia ingin melakukan kerja yang jauh lebih baik dari pemerintahannya saat ini.
Kriteria pun dibuat oleh SBY. Lima kriteria yaitu, integritas yang baik, kecakapan yang tinggi, loyal pada pemerintahan, diterima dan lekat di hati rakyat, dan bisa merekatkan koalisi agar kokoh.
Mubarok mengatakan lima kriteria yang disampaikan SBY itu ternyata juga bisa menjadi saringan terhadap berbagai usulan yang masuk. “Nyatanya dengan ada kriteria semua orang ngukur diri. Kemarin kan semua orang ingin. Sekarang semua mengukur diri,” ungkapnya.
Namun Mubarok enggan mengungkapkan nama-nama siapa saja yang dipertimbangkan SBY. Dia terus berkilah dan meminta public bersabar sampai SBY menjatuhkan pilihannya.
Lelaki humoris ini hanya bisa menjawab sementara pertanyaan itu dengan canda khasnya. “Bisa laki-laki bisa perempuan. Bisa tua bisa muda. Inisialnya panjang. Yang jelas warga negara Indonesia, bukan impor,” candanya.(dian widiyanarko)
Selasa, 14 April 2009
Bumbung Kosong
sumber foto: mediaindonesia.com
------------------------
Partai Golput menang. Itu yang dikatakan seorang kawan di halaman situs jejaring sosialnya di dunia maya. Teman saya itu hanya satu dari sekian orang yang berpendapat seperti itu.
Tingginya angka golput membuat orang menilai pemilu kali ini dimenangkan golput bukan Partai Demokrat yang dikabarkan menjadi jawara. Bahkan Wapres Jusuf Kalla terhenyak karena di TPS nya sekitar 60 pemilihnya tidak hadir alias golput.
Di TPS 07 komplek pejabat negara juga sama, dari 370an pemilih hanya 99 yang datang ke TPS. Di tempat lain, kondisinya juga tidak jauh berbeda.
Ada yang berkelakar mengatakan seruan Gus Dur masih didengar. Maklum Gus Dur lah tokoh yang menerikkan untuk golput karena dia tidak yakin pemilu tidak curang.
Masalah golput melengkapi noda penyelenggaraan pemilu 2009 ini. Melengkapi masalah yang bertumpuk seperti masalah yang tak lagi bisa dihitung jari.
Masalah DPT misalnya juga mempengaruhi banyaknya golput karena banyak rakyat tak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar.
Namun apakah masalah golput hanya semata masalah teknis karena masalah DPT atau pendataan. Tentu saja tidak. Banyak orang yang dengan sadar memilih untuk tidak memilih atau golput. Jadi ada dua golput ideologis dan golput teknis.
Golput sendir sebenarnya bukan hal yang baru dalam tradisi berpolitik kita. Kalau pemerintah penyelanggara pemilu, dan politisi kita menyerukan menghindari golput, justru tradisi politik kita mengajarkan golput.
Golput telah lama eksis dan dikenalkan di tradisi politik tingkat bawah. Dalam pemilihan kepala desa (pilkades) misalnya dikenal bumbung kosong. Bumbung kosong adalah tanda gambar kosong yang dimunculkan jika calon yang maju hanya satu orang atau calon tunggal.
Jika kondisi calon kades hanya satu orang dan tidak ada lawan, dia tidak bisa langsung memilih. Dia harus melawan “partai golput” yang berupa bumbung kosong itu. Jadi dalam surat suara ada dua gambar.
Tanda gambar calon kades, yang biasanya berupa gambar buah-buahan, dan gambar bumbung kosong yang biasanya berupa gambar kosong.
Nah jika yang banyak dipilih adalah bumbung kosong atau partai golput, maka si calon kades dinyatakan gugur. Dengan kata lain dia dianggap tidak legitimate. Maka dicari calon baru.
Jadi sejak di tradisi politik di tingkat bawah pun masyarakat sudah mengenai golput. Bahkan di institusi politik dasar itu eksistensi golput diakui.
Bumbung kosong atau golput hilang jika calon ideman muncul. Sama seperti golput di Amerika Serikat yang tinggi kemudian menurun dan masyarakat berbondong-bondong memberikan suaranya saat Barack Obama maju jadi capres. Perpolitikan kita sebenarnya tak kalah maju dengan Amerika. Di sana pilpres, di sini pilkades.
Jadi kalau ada pihak yang menyoal sikap golput, mungkin perlu belajar lebih jauh tradisi politik kita sampai ke akar rumput jangan hanya teori mengawang-awang. Atau kalau ada politisi yang mengeluhkan golput, mungkin energi keluhan itu sebaiknya digunakan saja untuk memperbaiki diri, dan sistem. Karena golput hadir bukan tanpa sebab.
------------------------
Partai Golput menang. Itu yang dikatakan seorang kawan di halaman situs jejaring sosialnya di dunia maya. Teman saya itu hanya satu dari sekian orang yang berpendapat seperti itu.
Tingginya angka golput membuat orang menilai pemilu kali ini dimenangkan golput bukan Partai Demokrat yang dikabarkan menjadi jawara. Bahkan Wapres Jusuf Kalla terhenyak karena di TPS nya sekitar 60 pemilihnya tidak hadir alias golput.
Di TPS 07 komplek pejabat negara juga sama, dari 370an pemilih hanya 99 yang datang ke TPS. Di tempat lain, kondisinya juga tidak jauh berbeda.
Ada yang berkelakar mengatakan seruan Gus Dur masih didengar. Maklum Gus Dur lah tokoh yang menerikkan untuk golput karena dia tidak yakin pemilu tidak curang.
Masalah golput melengkapi noda penyelenggaraan pemilu 2009 ini. Melengkapi masalah yang bertumpuk seperti masalah yang tak lagi bisa dihitung jari.
Masalah DPT misalnya juga mempengaruhi banyaknya golput karena banyak rakyat tak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar.
Namun apakah masalah golput hanya semata masalah teknis karena masalah DPT atau pendataan. Tentu saja tidak. Banyak orang yang dengan sadar memilih untuk tidak memilih atau golput. Jadi ada dua golput ideologis dan golput teknis.
Golput sendir sebenarnya bukan hal yang baru dalam tradisi berpolitik kita. Kalau pemerintah penyelanggara pemilu, dan politisi kita menyerukan menghindari golput, justru tradisi politik kita mengajarkan golput.
Golput telah lama eksis dan dikenalkan di tradisi politik tingkat bawah. Dalam pemilihan kepala desa (pilkades) misalnya dikenal bumbung kosong. Bumbung kosong adalah tanda gambar kosong yang dimunculkan jika calon yang maju hanya satu orang atau calon tunggal.
Jika kondisi calon kades hanya satu orang dan tidak ada lawan, dia tidak bisa langsung memilih. Dia harus melawan “partai golput” yang berupa bumbung kosong itu. Jadi dalam surat suara ada dua gambar.
Tanda gambar calon kades, yang biasanya berupa gambar buah-buahan, dan gambar bumbung kosong yang biasanya berupa gambar kosong.
Nah jika yang banyak dipilih adalah bumbung kosong atau partai golput, maka si calon kades dinyatakan gugur. Dengan kata lain dia dianggap tidak legitimate. Maka dicari calon baru.
Jadi sejak di tradisi politik di tingkat bawah pun masyarakat sudah mengenai golput. Bahkan di institusi politik dasar itu eksistensi golput diakui.
Bumbung kosong atau golput hilang jika calon ideman muncul. Sama seperti golput di Amerika Serikat yang tinggi kemudian menurun dan masyarakat berbondong-bondong memberikan suaranya saat Barack Obama maju jadi capres. Perpolitikan kita sebenarnya tak kalah maju dengan Amerika. Di sana pilpres, di sini pilkades.
Jadi kalau ada pihak yang menyoal sikap golput, mungkin perlu belajar lebih jauh tradisi politik kita sampai ke akar rumput jangan hanya teori mengawang-awang. Atau kalau ada politisi yang mengeluhkan golput, mungkin energi keluhan itu sebaiknya digunakan saja untuk memperbaiki diri, dan sistem. Karena golput hadir bukan tanpa sebab.
Kamis, 09 April 2009
Pak Menteri Kaget Namanya Dua
Sofyan Djalil bergegas turundari mobilnya menuju ke TPS di depannya. Sembari menebar senyuman khasnya Meneg BUMN ini menyapa wartawan yang ada di depan TPS 07 Kompleks Pejabat Negara di Jalan Denpasar Raya.
Dia juga berbasa basi dan bertegur sapa dengan wartawan dan petugas sesampainya di depan TPS. Namun dia kaget saat wartawan memberitahunya soal DPT yang terpampang di depan TPS.
“Pak namanya ada dua pak,” kata wartawan. “Hah kok bisa,” ujar Sofyan kaget.
Lalu mantan Menkominfo ini melihat namanya di papan yang memajang DPT yang sebagian besar isinya adalah pejabat tinggi negara. Di sana memang nama Sofyan tercatat dua. Yang satu Dr Sofyan Djalil sedangkan yang lainnya Sofyan Djalil.
Lalu Sofyan mencermati dan membenarkan bahwa namanya ganda. Dia menilai hal itu mungkin kesalahan pendataan. Namun dia tetap heran ternyata namanya termasuk dalam DPT yang jadi masalah selama ini.
Setelah lama melihat DPT dan daftar caleg untuk referensi memilih, Sofyan kemudian memberikan suaranya. Setalah mencontreng di bilik suara komplek menteri itu dia kembali mengemukakan tentang namanya yang ada dua itu.
“Gak tau itu memang masalah yang orang banyak kritik. Ini harus kita perbaiki, kedepan harus dipebaiki ini,” ujarnya.
Sofyan yang tampil santai dengan kaos polo dan celana pantaloon krem itu mengatakan walau dobel namanya di DPT dia memastikan hanya satu suara yang digunakan. Selain itu undangannya juga cuma satu.
“Yang diundang yang Dr atau yang tidak,” canda para pencari berita. Menanggapi candaan itu Sofyan hanya bisa tertawa lebar, “Ha.ha.ha,”.
Dalam kesempatan itu Sofyan juga sempat menceritakan bahwa dirinya sebelum memilih tadi melihat-lihat secara cermat caleg yang ada. Dia hanya akan memilih mereka yang kompeten untuk DPR lebih baik.
“Saya cari-carai untuk DPR yang lebih baik, ada yang kenal,” ujarnya.
Tak hanya itu keunikan di TPS para pejabat itu. Sebab ternyata ada pemilih yang mempercayai orang mati.
Hal ini terjadi karena saat penghitungan suara DPD ternyata ada satu suara yang memilih caleg Fadholi El Munir. Padahal caleg yang memimpin Forkabi itu baru saja meninggal beberapa waktu lalu.
“Wah ada juga ni yang milih orang mati,” celetuk petugas keamanan TPS.
Petugas dan pengunjung yang memadati TPS 07 pun tak kuasa Manahan geli dan tersenyum simpul. (dian widiyanarko)
Senin, 06 April 2009
Gebuk Menggebuk (Capres) di Facebook
Wajah Megawati Soekarnoputri terlihat sedikit cemberut, sepasang tanduk merah mengiasi kepalanya. Foto tersebut menghiasi halaman grup bernama “Say “No!!!” to Megawati” yang beredar di situs jejaring pertemanan dunia maya Facebook.
Grup Facebook itu menunjukkan bahwa di masa tenang menjelang pemungutan suara ternyata masih terjadi serangan terhadap capres atau parpol. Jika sebelumnya saling serang hanya terjadi di panggung kempanye terbuka dan iklan politik, kali ini media dunia maya pun jadi panggung baru untuk gebuk menggebuk.
Dalam “Say “No!!!” to Megawati”, setidaknya saat tulisan ini dibuat, ada sekitar 86,000 superter yang mendukung di varian pertama dan 4,228 member di varian ke dua. Juga ada verian ke tiga bertajuk “Tolak Mega” yang bergambar foto Mega dengan tanduk dan moncong putih dibuat mirip logo PDIP.
Entah pembuatnya terkait langsung atau tidak muncul juga grup “Say Yes to SBY”, yang dibuat lima varian. Member tiap varian tidak banyak hanya puluhan sampai ratusan.
Seperti sebuah reaksi balasan, kemudian juga muncul gebukan kepada SBY. Muncul grup lain di Facebook yang bernama “Say No To SBY”. Namun membernya hanya 142. Ada juga Say No to SBY-Kalla, say Yes to lainnya.
Capres lain juga tak lepas dari gebukan, ada juga Say No to Prabowo. Bahkan ada juga yang bernada plesetan seperti Say No to SBY/Mega say Yes to Saddam.
Pihak PDIP sendiri menilai grup di Facebook yang mendiskreditkan Ketua Umumnya tersebut adalah tindakan kekanak-kanakan. Politisi Muda PDIP yang juga Sekretaris Fraksi PDIP DPR Ganjar Pranowo menilai hal itu adalah cara menggebuk capresnya dengan cara yang tidak baik.
”Rakyat akan menilai, cara-cara yang baik akan diterima baik, cara-cara yang tidak baik akan diterima dengan tidak baik juga,” ujar Ganjar.
Ganjar yang juga aktif di Facebook ini mengatakan jika hanya grup biasa tidak masalah. Namun jika mendeskreditkan seperti itu bisa terkena Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Apalagi di sana ada foto Mega dengan tanduk di kepalanya. “Kalau substansinya merugikan orang, ini pasti perlu diatur,” ujarnya.
Melakukan manuver politik di situs jejaring bukan hal yang baru, bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat jadi capres juga memanfatkannya. Cara ini yang kemudian juga digunakan caleg dan capres Indonesia mempromosikan diri.
Pengaruhnya pada anak mudan dan masyarakat terdidik juga dinilai luar biasa. Wajar saja sebab sampai tanggal 15 maret 2009 anggota Facebook yang berasal dari Indonesia adalah 1.446.320 orang.
Potensi itu pula yang coba dimanfaatkan untuk gebuk menggebuk menjelang pemilu. Apalagi aturan tentang kampanye di media ini belum ada.
Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform Hadar Navis Gumay menyebut Facebook dan hal sejenis sebagai wilayah abu-abu. Wilayah ini yang lolos dari jeratan aturan perundangan karena tidak diatur di dalamnya.
Tentu saja sulit menertibkan di wilayah itu. Akhirnya hanya etika yang bisa berperan di wilayah itu. “Tinggal etika saja, siapa yang memakai etika tidak akan melakukan,” ujarnya.(dian widiyanarko)
Jumat, 03 April 2009
Pengamat Lawan Pemain
Wajah Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie tampak cemberut. Di sebelahnya Pengamat Politik UI Boni Hargens bertubi-tubi mengkritik partainya dan presiden SBY.
Akhirnya Marzuki tak tahan juga dengan kritik pedas yang memerahka telinganya itu. Saat kesempatan diberikan oleh moderator Marzuki pun lantas menyerang balik Boni.
Dia menyindir pengamat yang bisanya hanya berkomentar padahal tidak pernah merasakan langsung permainan yang sesungguhnya. Ibarat pengamat bola yang selalu menyalahkan pemain padahal belum tentu bisa kalau disuruh bermain.
“Kita ini memang banyak orang pinter, banyak pengamat. Pengamat bola itu kan paling pandai tapi pemain bolanya sudah di bina siang malam tidak semudah itu,” ujar Marzuki.
Merzuki kemudian kembali membela partainya dan kebijakan SBY selama memerintah. Dia tidak sadar statemennya tersebut menohok Boni yang selama ini memang kerap mengkritik SBY. Boni bahkan mengajukan gugatan ke pengadilan dengan tuduhan SBY tidak memenuhi janji saat kampanye.
Suasana diskusi bertajuk Koalisi Pra dan Pasca Pemilu Legislatif menjadi memanas saat Boni tiba-tiba meminta kesempatan dan memprotes Marzuki.
Dia menyatakan tidak sepakat dengan pernyataan Marzuki soal pengamat bola yang menyudutkan pengamat seperti dirinya. Untuk menyerang balik, dia pun memakai analogi pemain dan pengamat bola.
“Kalau pemainnya tau aturan dan bisa melakukan dengan baik tidak perlu pengamat bola. Ini pemerintah tidak professional,” serangnya.
Boni lantas membeberkan ketidakprofesionalan pemerintah. Dia menunjukkan gigatannya pada pemerintah yang diacuhkan SBY. Hanya kuasa hukum JK saja yang menurut dia kooperatif mau hadir.
Kritikan dan hujatan pada pemerintah kemudian berhamburan dari mulut Boni. Marzuki pun tak tinggal diam, dia mencoba menangkis serangan bertubi-tubi dengan ekspresi wajah tegang.
“Saya hargai semnagat nak muda ini semangat mudanya untuk membangun baik, tetapi terkadang datanya kurang dilihat. Tapi saya hargai, anak muda untuk membangun,” ujar Marzuki.
Marzuki kemudian mengungkapkan lagi bahwa selama ini partainya dituduh curang. Padahal tuduhan yang sering datang itu tidak disertai data dan bukti.
“Jangan seolah Demokrat dituduh curang,” tukasnya.
Boni langsung menyela Marzuki yang duduknya persis di sebelah kirinya itu. “Kalau soal kecurangan, saya bisa berdebat kenapa kalau tidak ada kecurangan kapolda (Jatim) Herman itu mundur,” sergahnya.
Tak di situ saja, Boni pun mempertanyakan iklan Demokrat yang sering muncul. Padahal dana kampanyenya yang dilaporkan tidak sebanyak iklan yang ada.
“Itu iklan ini dari mana dananya. Kalau diaudit itu tidak sebanyak itu. Banyak banner disebar itu dari mana dannya. Non sens itu. Ini ada ketidakjujuran yang dibungkus rapi,” sergahnya.
Wasekjen DPP PKB Helmy Faishal Zaini yang juga jadi pembicara mencoba mendinginkan suara. Helmy yang duduk di sebelah kanan Boni mengambil mic dan mencoba menengahi keributan pengamat lawan pemain politik tersebut.
“Saya tengahi dulu ini Pak Boni dan Pak Alie yang panas. Yang salah kita sebagai bangsa yang tidak pernah lihat ini sebagai transisi,” kata Helmy.
“System masih acak kadul. Bersabarlah yang jadi pemain, rajinlah bermain. Pengamatnya juga yang sabar mengamati,” lanjutnya.
Namun upaya Helmy tidak mempan. Dua narasumber tersebut masih terus adu mulut di hadapan wartawan DPR yang mengikuti diskusi.
Akhirnya moderator bertindak tegas dan tidak mengizinkan mereka yang meminta kesempatan bicara. Lalu moderator pun menutup acara tanpa memperdulikan dua orang yang masih saja ribut walau disoraki hadirin.
Keributan baru berhenti saat acara ditutup. Para wartawan yang menyaksikan hanya bisa tersenyum simpul, dan ada yang berujar; “Pengamat dan pemain politik ternyata gak beda jauh sama pengamat dan pemain bola ya,”.
Selasa, 31 Maret 2009
Lebih Cepat Lebih Baik vs Purwoceng
Kalau anda mengingat kampanye pilpres 2004, anda tentu ingat dengan slogan “Bersama Kita Bisa”. Slogan itu milik pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) yang akhirnya menjadi pasangan presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.
Namun dalam perjalanan pemerintahannya, apalagi menjelang pemilu, seolah slogan itu berubah jadi "tidak bersama kita bisa". Dua sejoli itu dinilai sering terpecah dalam setiap tindakannya. JK bahkan dinilai lebih presiden dari SBY, ibarat ada dua matahai kembar.
Sampai-sampai Buya Syafii Maarif mengatakan JK sebagai the real president meski kemudian JK mengatakan dirinya the real vice president.
Makanya Pengamat Politik Seperti Mohammad Qodari sempat menyatakan SBY dan JK tidak cocok. “JK dan SBY itu ibarat rem sama gas, jadi bertentangan,” kata Qodari.
Qodari bukan yang pertama menilai, selama ini memangi SBY dinilai sebagai pemimpin yang lamban dan tidak tegas, sementara JK dikenal cepat bertindak, bahkan terkesan spekulatif ala pengusaha.
Kisah SBY-JK ternyata semakin mencolok saat menjelang pemilu ini. Perpecahan yang selama ini terlihat ditutup-tutupi mengemuka ke permukaan saat JK kemudian menyatakan siap maju sebagai presiden. Apalagi banyak kader Golkar yang setuju pimpinannya pecah kongsi dengan SBY.
Yang menggelitik juga hadir dari iklan Partai Golkar. Dalam iklan tersebut JK sedang mengumbar janji dengan mengatakan bisa memerintah lebih baik. Ada kalimat yang menonjol yang diucapkan JK sambil menggulung lengan baju kuningnya; “lebih cepat lebih baik”.
Kalimat itu akan tampak biasa kalau bukan JK yang mengucapkan. Namun menjadi tidak biasa karena kalimat itu dinilai sebagai sindiran JK terhadap SBY. Sebagaimana diketahui SBY selama ini dicitrakan lamban.
Makanya iklan itu seolah menjanjikan jika JK presiden bisa lebih cepat dari SBY dalam mengambil keputusan. Karena lebih cepat itu lebih baik.
Perang reaksi antar anak buah dua partai terkait iklan itu sempat terjadi. Golkar berkilah tidak bermaksud sindir SBY. Demokrat berkilah SBY tidak lamban.
Bagaimana dengan SBY sendiri, dia ternyata melakukan sesuatu yang seolah membalas sindiran JK. Tak lama setelah iklan JK tayang, SBY melakukan kunjungan ke Surakarta.
Kala itu SBY berkunjung ke suatu tempat yang ada tanaman Purwoceng. kemudian dia berkelakar kepada para menterinya untuk memakai tanaman itu. Purwoceng adalah tanaman obat untuk laki-laki agar tahan lama dalam berhubungan seks.
Lantas apa hubungannya dengan “lebih cepat lebih baik”?, Pakar Komunikasi Politik Effendy Ghazali mengungkapkan tafsirnya dan mencari benang merahnya.
Effendy menilai Purwoceng merupakan counter attack SBY terhadap pernyataan JK. Karena filosofi Purwoceng adalah memperlama gairah atau ereksi atau bisa dikatakan “lebih lama lebih baik”.
“Nah kalau JK lebih cepat lebih baik, SBY Purwoceng, lebih lama lebih baik” ujar Effendi.
Entah analisis Effendy itu serius atau bercanda belaka. Namun yang jelas tingkah laku dua pemimpin itu memang selalu kontras, disadari atau tidak, diakui atau tidak.
Senin, 30 Maret 2009
Terselamatkan Mulan Jameela
Kalau anda pikir massa parpol berkumpul untuk mendengarkan orasi pimpinannya, anda perlu berfikir ulang. Fenomena kampanye terbuka pemilu 2009 ini menunjukkan hal yang berbeda.
Mengumpulkan massa ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Para kader dan simpatisan yang memadati lapangan terbuka cepat bubar dan tidak tahan terik matahari.
Parahnya, bubarnya mereka saat sesi orasi dari pimpinan parpol. Mereka biasanya berkumpul di pinggir atau ditempat teduh selama orasi berlangsung. Mereka baru kembali ke tengah dan memadati lapangan saat sesi hiburan dimulai.
Maka jangan salahkan pimpinan parpol jika masih memakai artis sebagai pemancing kehadiran masa. Setidaknya kampanye terbuka PKB membuktikan hal itu.
Sebagaimana biasanya siang itu masa antusias memadati kampanye terbuka PKB di Subang. Jumlah masa yang hadir cukup membuat lapangan itu menjadi hijau dengan kaos dan atribut PKB.
Namun saat siang hari, masa mulai menjauhi tengah lapangan yang terik. Apalagi artis ibukota seperti Ahmad Dhani dan Mulan Jameela yang dijanjikan menghibur tak kunjung hadir. Orasi para kiai pun seolah ditujukan pada rumput yang bergoyang di tengah lapangan yang kosong.
Himbauan MC pada masa untuk ke tengah tak digubris. Bahkan bujuk rayu bernada tipu-tipu juga tak mempan. “Dani dan Mulan sudah di tol, sebentar lagi nyampek,” rayu MC yang terlihat mulai kehilangan jurus muslihatnya.
Akhirnya pidato Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar pun tertunda. Sebab tampak tidak pantas Ketua Umum berpidato menghadap lapangan yang mulai kosong.
Akhirnya di tengah raut keputusasaan panitia, hadirlah Dhani dan Mulan Jameela. Kedatangan mereka membuat massa kembali antusias mengikuti kampanye.
Bahkan setelah melihat Dhani dan Mulan mereka nurut saja disuruh apapu oleh panitia. “Dhani.Dhani..Dhani..Mulan..Mulan,” terika massa tampak girang idolanya hadir.
Eforia masa atas Dhani dan Mulan Jameela tak disia-siakan Muhaimin. Dia lalu berorasi sebelum Dhani dan Mulan tampil. Hasilnya orasi berhasil dilakukan di hadapan ribuan massa.
Massa yang kemudian bergoyang gembira bersama Mulan Jameela. Hari itu PKB terselamatkan Mulan Jameela. Tak salah kalau PKB menjadikan Dhani sebagai jurkam nasional PKB.
Fenomena seperti itu tidak hanya dialami PKB. Partai lain juga sering mendapat nasib seperti itu. Bahkan ada kampanye yang terlihat seperti sebuah acara dang dutan daripada kampanye. Orasi kemudian menjadi tidak diminati.
Contoh yang lain adalah kampanye Partai Demokrat di Golora Bung Karno Senayan. Konon karena hiburannya lama, masa memilih balik kanan ke rumah masing-masing.
Akibatnya SBY sempat diberitakan ngambek dan pulang lebih awal karena masa yang hadir relative sedikit dan stadion tersebut terlihat kosong melompong. Sesi hiburan yang ditempatkan di bangian akhir akhirnya beberapa batal.
Hal seperti itu bukan tidak dipahami para pimpinan parpol. Makanya jangan heran jika pimpinan seperti Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir selalu membawa artis setiap kunjungannya. Wiranto juga membawa penyanyi dang dut dalam kunjungannya.
Bahkan Gerindra menyewa tiga diva, partai lain juga melakukan hal yang sama. Termasuk partai yang mencitrakan diri sangat Islami. PKS menyewa Ipang untuk nyanyi di panggung.
Walau kadang jadi boomerang, seperti PBB yang sempat melarang artis sewaannya manggung. Aalasannya cukup menggelikan, si artis dinilai berpakaian terlalu ketat.
Tunggangan Mewah untuk Kampanye
Siang itu matahari kota Sukabumi cukup panas, di bawah terik matahari rombongan Ketua Umum Hanura Wiranto bergegas meninggalkan panggung kampanye di lapangan yang dipenuhi ribuan kader itu.
Wiranto dan tim suksesnya harus melanjutkan kampanye di Pulomas Jakarta Timur setelah berorasi beberapa saat di Sukabumi. Saya yang ikut dalam rombongan ikut bergegas mengikutinya.
Lalu kita bergerak naik bis besar untuk menghindari antusiasme massa yang ingin berjumpa mantan Pangab itu. Karena bus wartawan lambat dating, para wartawan peliput yang di bawa dari Jakarta diizinkan untuk masuk ke bus Wiranto.
Bus ini berkururan besar, setara dengan bus AKAP. Hanya bedanya eksterior bus ini penuh gambar Wiranto dan Hanura. Tentu saja interiornya juga dibuat eksklusif.
Di bagian tengah terdapat ruangan atau bilik dengan sofa empuk. Di sampinya tersedia meja yang difungsikan jadi pantry mini. Ada nasi goreng tersedia di sana, dan para wartawan kebagian mencicipinya.
Sementara di sisi kiri dan beberapa di sisi kanan depan berderet kursi ekslusif. Kursi yang jumlahnya tidak sampai 10 buah ini sangat nyaman dan mewah seperti di pesawat sewaan. Bahannya dari kulit, dan bisa di stel untuk berbaring.
Wiranto tampak duduk di kursi paling depan dengan meja berdisain seperti marmer. Suasana bus itu memang benar-benar nyaman dan ekslusif.
Kalau ada minus atau kurangnya itu hanya dari finishing desain interior yang di beberapa sudut tampak kasar. Mungkin pihak karoseri mengejar dethline pesanan sehingga kerjanya terburu-buru.
Ceita soal kendaraan mewah untuk kampanye bukan monopoli Wiranto semata. Ketua Umum parpol lain juga melakukan hal serupa. Sebut saja Ketua Dewan Penasehat Gerindra Prabowo Subiyanto yang menyewa jet ekslusif dalam setiap penerbangan kampanyenya ke daerah.
Jet yang membawa pengurus Gerindra dan wartawan itu juga menyediakan ruang akslusif yang bias untuk istirahat Prabowo. Tidak hanya Prabowo, penumpang pun mendapat pelayanan memuaskan.
Bahkan menu makannya tidak kalah dengan di restoran. Benar-benar memanjakan. Pihak Gerindra beralasan kenyamanan memang dicari karena jadwal sangat padat.
Contoh yang lainnya, dari Soetrisno Bachir. Ketua Umum DPP PAN ini juga langganan memakai tunggangan mewah untuk kampanye. Sebuah pesawat disewa khusus untuk mengantarnya bepergian.
Sewa pesawat ini selalu dilakukan Soetrisno baik kampanye maupun tidak. Jika biasanya dalam pesawat komersial kita sulit mendapat kursi. Dalam pesawat Soetrisno ini banyak kursi yang kosong.
Maklum pesawat yang biasanya berangkat dari Halim ini hanya diisi keluarga, pengurus PAN dan wartawan saja. Jangan di Tanya pelayanannya, tentu eksklusif.
Tak lupa Soetrisno selalu membawa artis dalam rombongannya. Sebut saja misalnya Siviana Herman yang sering menemani pengusaha asal pekalongan ini.
Artis tersebut terkadar juga menjadi penghibur saat PAN berkampanye.
Contoh lain tentu masih banyak, Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo juga menyewa pesawat, dan tentu banyak contoh lainnya.
Namun tidak semua bisa memakai tunggangan mewah untuk kampanye. Bagi partai yang dananya pas-pasan tentu memilih tunggangan yang biasa saja.
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar misalnya hanya memakai mobil keluarga saat kampanye ke Subang. Para wartawan ditampung dalam mobil lainnya di belakangnya.
Bahkan pengurus wilayah dan patwal sempat tidak mengenali mobil Muhaimin. Memang Wakil Ketua DPR ini tidak boleh memakai mobil RI yang biasa dia gunakan.
Muhaimin masih lumayan, banyak juga partai yang lebih kecil tidak mampu kampanye terbuka. Mereka akhirnya mencari-cari bentuk alternatif lainnya untuk kampanye.
Sialnya mereka sama-sama suka melakukan foging atau pengasapan nyamuk. Sialnya lagi bisa tiap hari mereka melakukan itu di daerah saya tinggal. Hasilnya bukannya nyamuk yang pergi, malah batuk yang datang.
Minggu, 29 Maret 2009
Diskusi Tengah Malam dengan Politisi Negeri Jiran
Malam itu aktivitas Kantor DPP PKB terlihat normal saja. Beberapa petugas sekratariat masih terlihat beraktifitas seperti biasa. Tak banyak, sebab sebagian sedang berada di dapil masing-masing.
Namun suasana Jumat tengah malam itu berubah menjadi istimewa dengan datangnya beberapa tamu. Tamu istimewa ini datang jauh dari negeri seberang. Mereka adalah rombongan politisi Malaysia.
Rombongan dari neferi jiran yang menyambangi PKB berasal dari partai oposisi dan partai pemerintah Malaysia seperti Partai Gerakan Rakyat (PGRM) dan Partai Keadilan Rakyat (PKR).
Rombongan yang hadir antara lain, PGRM diwakili oleh politisi muda Ng Yeen Seen dan PKR diwakili oleh sub prime council Zaliha Mustafa. Turut serta dalam rombongan Leong Lai Ming dari lembaga polling Merdeka Center for Opinion Research.
Di kantor mungil yang ada di daerah Menteng itu, mereka kemudian di sambut oleh Kepala Kesekretariatan PKB Darussalam, Wasekjen PKB Daniel Johan dan Prasiddha Ngartjojo.
Dalam suasana yang cair para aktivis muda parpol lintas negara itu kemudian berdiskusi. Dalam diskusi para politisi negeri jiran rupanya ingin mempelajari pemilu di Indonesia.
“Kami sengaja memilih dua partai besar ini untuk mendapatkan gambaran tentang sistem kerja mereka dalam menyambut pemilu serta sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia,” kata Zaliha Mustafa.
Dalam diskusi, Zaliha mengatakan dari aspek prosedural, demokrasi di Indonesia lebih baik dari pada di negerinya. Hanya saja, dia meragukan efektivitas demokrasi di Indonesia lantaran mayoritas penduduk Indonesia masih berpendidikan rendah.
Hal ini diperparah dengan sistem pemilunya. “Cara memberikan suara sangat rumit,” ujarnya.
Kemudian Wasekjen DPP PKB Prasiddha Ngartjojo memberikan penjelasan tentang sistem pemilu di Indonesia. Dia juga menjelaskan tentang kiprah PKB dalam politik di Indonesia.
Dia menilai diskusi antar aktivis partai tersebut sebagai sesuatu yang positif. “Sebagai sesama aktivis partai kami saling belajar satu sama lain. Kedua partai asal Malaysia itu merupakan mitra internasional PKB dalam forum partai-partai di Asia,” tandasnya.
Kunjungan dari luar negeri untuk belajar pemilu bukan yang pertema bagi PKB. Tiga hari sebelumnya serombongan wartawan Amerika Serikat (AS) juga menyambangi kantor DPP PKB untuk hal serupa.
Para wartawan media besar AS itu seperti Walstreet Journal, Los Angeles Times, Washington Post, The Economist, Fox Television, CNN, dan lain-lain itu juga mendiskusikan berbagai masalah dengan pengurus PKB terutama mengenai pemilu 2009.
Mereka diterima dan berdiskusi dengan Wasekjen DPP PKB Helmy Faishal Zaini. “Mereka sengaja berkunjung ke kantor PKB dalam rangka silaturahim dan
ingin tahu bentul demokrasi dan pemilu 2009,” kata Helmy, usai menemui mereka kala itu.
Helmy mengatakan dalam diskusi banyak hal yang digali tentang
demokrasi Indonesia. Mereka juga mendiskusikan mengenai PKB dan partai
Islam.
“Kita banyak diskusi tentang ideologi partai dan sebagainya,” ujarnya.(dian widiyanarko)
Pembonceng Bawa Nama Akbar
Saat ini pengurus teras Partai Golkar sedang menimbang-nimbang nama
capres. Berbagai usulan pun dipertimbangkan. Usulan nama capresdari
kader internal tentu biasa, namun bagaimana jika usulan itu dari orang
tak dikenal?
Sore itu Ketua DPR yang Juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar sedang
sibuk menjawab pertanyaan wartawan di pressroom DPR. Jumpa pers
dadakan yang dilakukan karena permintaan wartawan untuk merespon isu
permintaan maaf SBY pada Golkar itu berlangsung sangat cair.
Sesekali bahkan Agung melontarkan canda pada pertanyaan nakal dan
"menjebak" dari wartawan. Banyak pertanyaan dan pernytaan terlontar.
Agung dengan santai menjelaskan bahwa kasus dengan democrat harus
dihadapi dengan dingin. Tak perlu saling membalas tatatemen atau
ejekan. Setelah ada jeda pertanyaan wartawan, tiba-tima menyeletuk
seorang setengah baya di pojok ruangan.
"Mau Tanya pak," kata orang yang tampil perlente dengan setelan kemeja
kuning dan berdasi yang belakangan diketahui bernama Wahono itu.
Ekspresi kaget terlihat dari wajah Agung, namun dengan santai dia
meladeni orang asing tersebut. "Wah bajunya kuning ni," sapa Agung.
"Iya Pak saya Golkar," ujar orang itu.
Agung tampak tersenyum simpul, namun senyum itu segera berubah saat
orang itu mulai mengutarakan pertanyaan yang sesungguhnya berupa
pernyataan. Saya usulkan duet Akbar (Tandjung)-Wahono (namanya
sendiri),"tukasnya.
Orang itu bahkan mengklaim jika dilakukan usulannya bisa meningkatkan
20% perolehan suara Golkar. Agung tampak salah tingkah menghadapi
orang yang terus mencecarnya itu.
"Iya-iya sampaikan di situ saja," kalakarnya mencoba mengalihkan.
Para wartawan yang hadir lantas merespon pembonceng jumpa pers itu.
Mereka mengatakan pada Agung untuk tidak merespon dan melanjutkan
Tanya jawab.
"Wah pembonceng gelap ini," celetuk wartawan.
Namun rupanya, orang yang namanya mirip mantan Ketua DPR Wahono itu
tetap tak mau menyerah. Dia kemudian pindah tempat ke kursi sebelah
tempat Agung duduk. Lalu jumpa pers kembali berjalan sembari mata
wartawan tak lepas dari orang itu.
"Jangan-jangan nanti Pak Agung dipukul," bisik wartawan setengah
bercanda melihat hal menggelitik itu.
Si pembonceng terus sabar menunggu Agung bahkan saat usai jumpa pers
Agung terus dikejar agar mau menerima usulan capres Akbar
Tandjung-Wahono. Agung terus mengelak dan akhirnya bisa lolos dari
kejarannya.
Kejadian tersebut kemudian menjadi buah bibir di lingkungan pressroom
DPR. Rupanya Wahono yang sehari-hari mondar-mandir di seputaran DPR
itu bukan pertama kali melakukan pemboncengan.
Seorang teman wartawan mengatakan Wahono bahkan pernah dikeluarkan
dari Komisi II karena mengeluarkan statemen di dalam ruang sidang.
Namun siapapun Wahono, dia telah menyampaikan apa yang selama ini
sedang up to date di Partai Golkar dan membuat geli para pencari
berita.(dian widiyanarko, 11-2-2009)
Langganan:
Postingan (Atom)