Minggu, 26 April 2009

Jangan Sensi Lah





Suasana “perceraian” SBY dan JK masih terasa di ruangan itu saat dua politisi pendukung tokoh itu bertemu untuk berdiskusi. Burhanuddin Napitupulu sang Ketua DPP Partai Golkar orang dekat JK, duduk bersebelahan dengan Hayono Isman, Anggota dewan Pembina Partai Demokrat.

Burnap, sapaan akrab Burhanuddin, tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada Demokrat. Dia memaparkan buntunya negosiasi dua partai untuk berkoalisi karena ulah Demokrat yang “jual mahal” atas posisi cawapres yang diincar Golkar.

Bahkan Burnap menilai Demokrat dan SBY telah menunjukkan sikap anti JK. Hal itu dibuktikan dengan dilansirnya lima criteria cawapres oleh SBY yang dinilai meminggirkan posisi JK.

Hal itu lah, yang kemudian mematik emosi petinggi Golkar khusunya pendukung JK. Hal itu juga yang memberanikan mereka meluncurkan sikap cerai atas SBY dan mencalonkan presiden sendiri yaitu JK.

“Ini sudah masalah hati,” ujar Burnap dengan nada membara menggambarkan kekecewaan pendukung JK saat SBY dinilai mulai meminggirkan JK.

Sepanjang pemaparan Burnap di hadapan wartawan DPR itu, Hayono Isman yang duduk di sampingnya hanya tampak tenang dan sesekali tersenyum.

Namun saat moderator memberinya kesempatan berbicara dia membalas “serangan” Burnap. Dia meminta Burnap tidak terlalu emosi dan sensitif menanggapi criteria yang dikemukakan SBY.

“Kalau pinjam istilah anak muda,jangan sensi lah. Wajar pemenang pemilu mengajukan kriteria-kriteria,” sentilnya.

Hayono bahkan mengungkapkan fakta lain bahwa Golkar yang begitu cepat memutuskan hubungan dan mengakhiri negosiasi. Padahal Demokrat memprioritaskan Golkar untuk cawapres dan negosiasi baru berjalan sekali.

Burnap segera membalas saat dikatakan sensi. “Saya bicara norma organisasi, bukan sensi tidak sensi,” ujarnya.

Dengan bersemangat Burnap kemudian mengatakan JK adalah ketua umum, maka jika SBY tidak mau pada JK seharusnya dibicarakan baik-baik empat mata. Bukan dengan mengungkapkan criteria yang sepertinya menolak halus JK.

Dia lalu memberi contoh Soetrisno Bachir (SB) yang juga wajar tersinggung kerana sebagai ketua umum merasa dilangkahi Amien Rais yang konon mengajukan Hatta Radjasa jadi cawapres SBY.

“Soetrino Bachir gak diikutin ya marah, Amien punya list sendiri. Jelek-jelek dia (SB)itu ketua umum,” katanya.

Namun Burnap kemudian tersadar bahwa dia membuat pernyataan yang bisa dimaknai berbeda. Terutama kata “jelek-jelek” SB ketua umum. Walau semua orang tau maksudnya bukan mengatakan SB jelek, namun dia takut hal itu diplintir sehingga bisa membuat kesalahpahaman antara dirinya dan SB.

Sama dengan kasus statemen Achmad Mubarok tentang 2,5% suara Golkar yang kemudian membuat renggang hubungan dua partai.

“Saya ralat ya jangan sampai marah SB. Itu jelek-jelek maksudnya bukan SB jelek. Biasa slip of tongue,” ujarnya yang disoraki wartawan yang hadir.

Mungkin pak Burnap memang lagi sensi. Jadi lidahnya pun kepleset.

(sumber foto:calonanggotalegislatifdpd.blogspot.com dan cetak.bangkapos.com)

2 komentar:

  1. koq saya lebih setuju dengan psangan sumanto-ryan ya untuk RI 1-RI 2 ke depan....

    salam
    jejakannas.wordpress.com

    BalasHapus
  2. betul..ideal saling melengkapi..ryan yang motong, sumanto yang makan...

    bisa kerja sama lebih dari lima tahun ha.ha.ha...

    BalasHapus