Selasa, 14 April 2009

Bumbung Kosong

sumber foto: mediaindonesia.com
------------------------

Partai Golput menang. Itu yang dikatakan seorang kawan di halaman situs jejaring sosialnya di dunia maya. Teman saya itu hanya satu dari sekian orang yang berpendapat seperti itu.

Tingginya angka golput membuat orang menilai pemilu kali ini dimenangkan golput bukan Partai Demokrat yang dikabarkan menjadi jawara. Bahkan Wapres Jusuf Kalla terhenyak karena di TPS nya sekitar 60 pemilihnya tidak hadir alias golput.

Di TPS 07 komplek pejabat negara juga sama, dari 370an pemilih hanya 99 yang datang ke TPS. Di tempat lain, kondisinya juga tidak jauh berbeda.

Ada yang berkelakar mengatakan seruan Gus Dur masih didengar. Maklum Gus Dur lah tokoh yang menerikkan untuk golput karena dia tidak yakin pemilu tidak curang.

Masalah golput melengkapi noda penyelenggaraan pemilu 2009 ini. Melengkapi masalah yang bertumpuk seperti masalah yang tak lagi bisa dihitung jari.

Masalah DPT misalnya juga mempengaruhi banyaknya golput karena banyak rakyat tak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar.

Namun apakah masalah golput hanya semata masalah teknis karena masalah DPT atau pendataan. Tentu saja tidak. Banyak orang yang dengan sadar memilih untuk tidak memilih atau golput. Jadi ada dua golput ideologis dan golput teknis.

Golput sendir sebenarnya bukan hal yang baru dalam tradisi berpolitik kita. Kalau pemerintah penyelanggara pemilu, dan politisi kita menyerukan menghindari golput, justru tradisi politik kita mengajarkan golput.

Golput telah lama eksis dan dikenalkan di tradisi politik tingkat bawah. Dalam pemilihan kepala desa (pilkades) misalnya dikenal bumbung kosong. Bumbung kosong adalah tanda gambar kosong yang dimunculkan jika calon yang maju hanya satu orang atau calon tunggal.

Jika kondisi calon kades hanya satu orang dan tidak ada lawan, dia tidak bisa langsung memilih. Dia harus melawan “partai golput” yang berupa bumbung kosong itu. Jadi dalam surat suara ada dua gambar.

Tanda gambar calon kades, yang biasanya berupa gambar buah-buahan, dan gambar bumbung kosong yang biasanya berupa gambar kosong.

Nah jika yang banyak dipilih adalah bumbung kosong atau partai golput, maka si calon kades dinyatakan gugur. Dengan kata lain dia dianggap tidak legitimate. Maka dicari calon baru.

Jadi sejak di tradisi politik di tingkat bawah pun masyarakat sudah mengenai golput. Bahkan di institusi politik dasar itu eksistensi golput diakui.

Bumbung kosong atau golput hilang jika calon ideman muncul. Sama seperti golput di Amerika Serikat yang tinggi kemudian menurun dan masyarakat berbondong-bondong memberikan suaranya saat Barack Obama maju jadi capres. Perpolitikan kita sebenarnya tak kalah maju dengan Amerika. Di sana pilpres, di sini pilkades.

Jadi kalau ada pihak yang menyoal sikap golput, mungkin perlu belajar lebih jauh tradisi politik kita sampai ke akar rumput jangan hanya teori mengawang-awang. Atau kalau ada politisi yang mengeluhkan golput, mungkin energi keluhan itu sebaiknya digunakan saja untuk memperbaiki diri, dan sistem. Karena golput hadir bukan tanpa sebab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar