Selasa, 24 November 2009

Disoraki Seperti Menyoraki Gol, Lalu Dilawan



Nonton Bareng Pidato SBY


Rumah di Jalan Diponegoro 9 malam ini tampak ramai. Di rumah bergaya klasik itu LSM Imparsial menggelar nonton bareng pidato presiden.

Usai magrib hadirin mulai berdatangan. Selain wartawan dan pekerja LSM hadir para tokoh masyarakat sipil. Para tokoh itu antara lain Romo Benny Susetyo, Muslim Abdurrahman, Ray Rangkuti, Fadjroel Rachman, Adhie M Massardhi, Yudi Latief, Bonie Hargens, Sukardi Rinakit, Effendy Ghazali, Usman Hamid, dan tokoh lainnya.

Ada juga perwakilan mahasiswa yang selama ini melakukan aksi dukung KPK. Contohnya mahasiswa Unhas Makssar yang sudah 14 hari menginap di KPK.

Suasana nonton bareng digelar santai di halaman belakang. Layar mini digelar untuk menangkap siaran televisi. Kursi sederhana di jajarkan di depannya.

Di samping sebuah kolam renang mungil itu acara yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Darurat Keadilan digalar.

Makanan kecil dan minuman air mineral seadanya juga disediakan. Mirip sebuah acara nonton bareng sepak bola.

Aktivis Imparsial Rusdi Marpaung selaku tuan rumah mengatakan acara ini memang sebuah spontanitas yang tiba-tiba.

"Ini baru pertama kali setelah nonton piala dunia, Imparsial nonton SB," ujarnya..

Sebelum acara dimulai Rusdi sempat menanyakan pada hadirin terutama media televisi apa yang akan diputar. Kebetulan yang diputar adalah salah satu TV swasta.

"Kita mau terus nonton metro atau tv lain. Saya imparsial jadi fairness. Semua tv ada," ujarnya.

Sebelum acara pidato presiden disiarkan. Didahului oleh orasi tokoh dan nyanyian. Franky Sahilatua sempat menyanyikan lagu.

Dia menciptakan sebuah lagu berjudul Cicak. Lagunya tentu saja berisi ajakan melawan Buaya.

"Hai cicak lawanlah buaya, hai cicak lawanlah buaya," dendang Franki yang diikuti hadirin sambil bertepuk tangan.

Adhie Massardi juga membacakan puisi Negeri Para Badebah yang sangat populer sejak dibacakan waktu aksi mendukung KPK beberapa waktu lalu.

Para tokoh juga diminta gantian berorasi. Ray Rangkuti yang memandu acara misalnya sempat mengungkapka dirinya ingin presiden bersikap sesuai harapan masyarakat sipil.

Jika itu dilakukan maka dirinya akan tidur pulas. Sebab selama ini dirinya jarang tidur mengorganisir aksi-aksi dan advokasi.

"Kalau sesuai saya besok akan tidur sepusanya. Kemarin-kemarin saya tidak bisa tidur," ujarnya.

Ray yang memimpin acara dengan santai sempat bertanya sebelum pidato mulai. Yakinkan hadirin pidato SBY sesuai dengan harapan.

Ternyata tidak satupun hadirin angkat tangan tanda setuju. Bahkan ada yang mengaku tim sukses nasional SBY-Boediono yang mengaku kecewa dengan kinerja presiden.

Saat presiden berpidato hadirin tenang. Namun beberapa kalimat SBY memancing sorakan dari hadirin. Seperti saat nonton bola dan terjadi gol.

Misalnya ketia SBY mengatakan sengaja menahan diri untuk tidak bicara dulu. "Huuu," teriak hadirin.

Saat mengatakan masalah Century sistemik dan karena krisis finansial juga disoraki. Bahkan Effendy Ghazali meneriaki lantang.

"Sistemik ni ye. Sistemik ni ye. Silahkan sorak ini kayak kalo gol saat nonton bareng bola," ujarnya.

Sorakan sangat lantang saat SBY mengatakan difitnah jika dana masuk tim kampanyenya. Apalagi saat dia mengatakan pemerintah baru akan mempelajari hasil audit BPK.

Saat memasuki pidato soal Bibit-Chandra awalnya hadirin diam. Tapi lama-lama banyak yang berguman "Normatif,".

Cletukan-cletukan juga terus terlontar ibarat sedang melihat pemain bola gagal mengontrol bola atau gagal menendang ke gawang lawan.

Saat SBY akan membentuk satuan tugas untuk memperbaiki hukum, kecaman kembali dilontarkan hadirin.

Ray lalu menanyakan siapa yang tidak puas dengan pidato, hampir semua hadirin mengangkat tangan tanda tak puas.

Lawan SBY

Saat pidato usai semakin keras teriakan. Bahkan muncul yel-yel melawan SBY. Membahana teriakan revolusi dan nyanyian "lawan lawan, lawan SBY. Lawan SBY sekarang juga," teriak semua hadirin sambil membalik jempol.

"Sekarang masalahnya bukan hanya Bibit-Chandra, sekarang masalahnya lawan SBY," ujar Ray didukung para hadirin.

Hadirin lalu meneriakkan yel-yel "lawan lawan lawan SBY, lawan SBY sekarang juga," sambil berkelompok dan mengajungkan tangan dengan jempol terbalik.

Lalu Franky menyanyikan lagi Aku Mau Presiden Baru. "Aku mau presiden baru bela rakyat. Yang punya ketegasan jadi pemimpin. Rakyat semakin susah rakyat hilang harapan karena salah pilih pemilu kemarin," sambil hadirin mengangkat handuk putih.

Kemudian para tokoh yang sangat kecewa mulai berorasi meneriakkan perlawanan pada SBY.

Yudi Latif mengatakan rakyat tak paham dengan pidato presiden. Presiden tak paham bahasa rakyat. Sudah saatnya bahasa turun ke jalan digunakan kembali.

Fadjroel Rachman mengatakan kecewa sekali dengan pidato SBY. Maka 100 hari ini adalah masa akhir SBY.

"Ini adalah 100 hari masa akhir pemerintahan SBY mari kita lawan bersama sama," teriaknya.

Effendy Ghazali juga mengatakan tidak paham apa yang dikatakan SBY. Dia mengatakan sudah saatnya semua dibenahi.

"Kejaksaan pelu dibenahi, polisi perlu dibenahi, termasuk membenahi Pak SBY," tegasnya.

"Saya singkat saja. Pidato SBY out of conteks," ujar Adhie Massardi menyindir.

Bahkan Sukardi Rinakit juga mengatakan sudah saatnya melawan SBY. Usman Hamid juga mengatakan pidato SBY tak melaksanakan rekomendasi maka saatny aksi damai menurunkan SBY.

Danang Widoyoko juga mengaku tak mengerti apa yang dikatakan presiden. Menyerahkan pada jaksa dan polisi sama saja dengan dia cuci tangan.

"Lalu buat apa anda di istana, maaf pak presiden saya tidak lagi percaya pada anda," tukasnya.

Lagu Franky terus mengalun dan dinyayikan di tengah teriakan melawan SBY. Lalu para aktivis melemparkan handuk putih tanda mengakhiri pemerintahan SBY.

"Lawan lawan lawan SBY, lawan SBY sekarang juga," teriak mereka.

"Saat ganti presiden, saat ganti presiden. Karena salah pilih pemilu kemarin," ujar Franky yang lagunya mengakhiri acara nonton bareng.(dian widiyanarko)

Rabu, 04 November 2009

MK Penuh Tawa dan Bahasa Jawa




Siang kemarin suasana Gedung Mahkamah Konstitusi (MI) tampak sangat ramai. Ratusan orang dari berbagai kalangan datang ke gedung di Jalan Medan Merdeka Barat itu untuk mendengarkan rekaman hasil sadapan KPK yang berisi dugaan kriminalisasi dua pimpinan KPK.

Beranda di depan ruang sidang sudah dipenuhi para pengunjung dan para watawan yang sudah berdatangan dan menunggu dari pagi. Beberapa juga berebut masuk ke ruang sidang untuk melihat langsung sidang yang akan digelar pada pukul 11.00 WIB itu.

Tak ayal rauang sidang menjadi penuh sesak dengan para wartawan, tamu, dan petugas dari MK dan pihak yang bersangkutan dengan perkara pengujian UU KPK. Akibatnya petugas keamanan MK dibantu dengan petugas Polres Jakarta Pusat, membatasi pengunjung yang mencoba masuk ke ruang utama.

Di luar gedung, di jalanan yang juga dikenal sebagai jalan komplek kementrian, puluhan mahasiswa dari berbagai universitas bersama LSM dan elemen masyarakat madani lainnya menggelar aksi mendukung KPK. Para pengunjuk rasa yang membawa spanduk “Save KPK” juga sesekali mengecam Polri atas penahanan Chandra-Bibit.

Beberapa menit sebelum sidang mulau, Tim Independen Verifikasi Fakta tiba dan memasuki ruang sidang utama. Anggota Tim Anies Baswedan datang lebih dahulu bersama anggota lain Komaruddin Hidayat, Hikmahanto Juwana, Amir Syamsuddin, dan Wakil Ketua Tim Koesparmono Irsan. Todung Mulya Lubis yang juga anggota hadir dalam ruang sidang lima menit kemudian, lalu disusul Denny Indrayana.

Mereka duduk di sebelah kiri majelis hakim, di sana susah ada Menkumham Patrialis Akbar sebagai wakil pemerintah.

Setelah mereka, pimpinan KPK yang datang lengkap memasuki ruangan. Diawali oleh Ketua KPK Tumpak Hatorangan Pangabean, disusul Mas Achmad Santosa, Haryono Umar, M Jasin, dan Waluyo. Mereka lalu duduk di depan majelis hakim, sementara di belakang kursi mereka duduk tim ahli KPK, termasuk yang memutar rekaman.

Sementara di samping kanan tumpak ada ahli KPK yaitu Pakar Hukum Pidana UI Rudi Satrio dan mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara.

Ketua Tim Adnan Buyung Nasution sendiri baru datang setelah pimpinan KPK masuk. Buyung yang terlihat buru-buru kemudian bergabung bersama rekannya.

Tim pembela yang dipimpin Bambang Widjojanto, sudah berada di tempatnya di samping kanan hakim dengan bertoga hitam. Mereka juga membawa tim pembela namun tak bertoga yang duduk di belakangnya tampak Refly Harus di antara mereka.

Di bangku pengunjung berjejal para tamu dari berbagai kalangan dari pengacara sampai politisi. Tampak Politisi PBB Ali Mochtar Ngabalin, Pengacara Farhat Abbas, Pakar Komunikasi Effendy Ghazali dan Roy Suryo tampak bisa masuk ke dalam.

Sedangkan tokoh lain seperti Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Sekjen TII Teten Masduki dan lainnya tampak memonton dari beranda tepat di depan ruang sidang. Ada juga yang memilih melihat di balkon seperti Guruh Soekarnoputra yang rela berjejalan bersama pengunjung dan wartawan.

Setelah waktu sidang dimulai, sembilan orang hakim konstitusi bertoga merah yang dipimpin oleh Ketua MK Mahfud MD memasuki ruangan. Lalu Mahfud membuka sidang dengan mengemukakan argumennya bahwa berdasarkan UU Kebebasan Informasi Publik (KIP) rekaman bisa dibuka dan disaksikan oleh publik.

Mahfud juga mengingatkan agar semua pihak tidak gaduh saat rekaman didengarkan. “tidak boleh tertawa, bertepuk tangan, atau hu,” tegasnya.

Setelah itu, pimpinan KPK diberi kesempatan menyerahkan dan memutar rekaman. Tumpak lalu menyerahkan rekaman dan menjelaskannya sebelum memutar rekaman yang berdurasi 4 jam 30 menit itu.

Di saat inilah, Mahfud mulai mencairkan suasana dengan guyonan-guyonan kecilnya. “Sembilan seri rekaman dengan judul yang sangat profokatif,” katanya yang disambut tawa pertama hadirin.

Lalu rekaman yang disadar dari ponsel Anggodo mulai diperdengarkan. Para pengunjung yang memadati tampak hening seperti tersihir suara rekaman yang diawali dengan kata “Halo. Iya Pak” itu. Beberapa wartawan dan kru TV yang menyiarkan langsung segera sigap merekam dan berebut dampai ada yang melakban mic dan recorder di dinding ruang sidang di bawah speaker.

Namun rekaman sempat terhenti dan terganggu. Mahfud menanyakan ada gangguan apa. Tumpak menjawab bahwa mungkin dengan alat dan computer KPK akan lancer. Mahfud lalu menyilahkan memakai mana saja asal lancar.

Bambang Widjojanto tiba-tiba menyela dan minta copian transkip yang hanya diserahkan KPK pada Mahfud. Mahfud lalu menanggapinya dengan gaya jenaka.

”Ini copinya cuma satu, kalau dikasih ke saudara saya malah tidak kebagian,” tukasnya disambut tawa riuh dari hadiri.

Bambang tetap bersikeras meminta copian agar mudah menyimak. Namun Mahfud tetap tak memberikan dan berjanji akan diberikan nanti seusai sidang.

”Tidak usah nanti kami yang beri, kalau KPK yang fotokopi nanti malah tidak balik saya yang repot,” ujarnya.

Lalu rekaman didengarkan kembali dengan transkip yang dipampangkan di layar di atas kanan dan atas kiri majelis hakim. Hadirin tampak menyimak serius. Saat nama Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji disebut di dalam rekaman, beberapa pengunjung tampak berbincang kecil.

Tim Independen tampak menyimak dengan tenang. Demikian juga dengan Mahfud yang sesekali membolak-balik transkip di tangannya. Semantara tim pembela juga menyimak dengan melihat layar sehingga memiringkan badan mereka ke kiri.

Hanya Bambang yang sikapnya beda. Dia tidak hanya menyimak tapi sambil tak henti membuat catatan di netbooknya. Diskusi kecil juga tampak baik di Tim Independen maupun Tim Pembela.

Sementara hadirin asyik mendengarkan dengan sesekali merespon dengan tawa atau bisikan kecil. Misalnya saat Anggodo mengeluarkan kata yang diangap lucu seperti “Saya bukan saksi, saya penyandang dana,” atau menyebut “Bersama si Kumis (Antasari)”. Kontan penguncung tertawa bahkan ada yang terpingkal-pingkal.

Hadirin yang asyik menyimak mulai bingung, ketika rekaman yang diputar ada yang berbahasa Jawa dengan dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa ini banyak sekali dalam seri rekaman, terutama saat Anggodo yang asal Jawa Timur berbicara dengan orang yang dihubunginya yang juga pernah atau berasal dari Jawa Timur.

Aadanya bahasa Jawa membuat banyak hadirin tak mengerti dan beberapa tampak bertanya ke temannya, ada pula yang mengaku tak mengerti namun mengabaikannya menunggu rekaman lain yang berbahasa Indonesia.

Kesulitan mencerna bahasa Jawa rupanya juga dialami wartawan yang bukan dari etnik Jawa atau tak tahu bahasa Jawa. Ada yang mengaku kesulitas membuat laporan karena tak paham apa yang dibicarakan dalam rekaman.

Hal itu rupanya tak hanya dialami hadirin saja, Adnan Buyung juga mengaku tak paham. Dia tiba-tiba meminta rekaman yang berbahasa Jawa diterjemahkan.

“Ini mohon diterjemahkan, saya tidak tahu maksudnya. Ini menyangkut RI 1 soalnya,” keluh Buyung.

Namun, seperti sebelumnya, Mahfud menanggapi hal itu dengan santai dan agak berbau goyonan. “Ya nanti bapak saya beri salinannya. Kan ada staf di kantor bapak yang orang Jawa,” ujarnya enteng yang disambut tawa riuh hadirin.

Rupanya ketidakmengertian atas bahasa Jawa yang banyak terdengar dari rekaman menjadi perhatian Mahfud. Maka walau tidak mengeluh Menkumhan juga disindir Mahfud.

Hal itu dilakukan ketika Patrialis akan meninggalkan sidang sejenak untuk menghadiri acara atau agendanya sebagai Menkumham dan akan kembali lagi beberapa saat kemudian.

Mahfud memerintahkan agar staf MK memberikan transkip pada Patrialis seraya menyarankan agar mantan rekannya di Komisi III DPR dulu itu meminta stafnya membantu menerjemahkannya untuk dia.

“Itu staf anda bagus itu bahasa jawanya. Minta bantuan dia,” kata Mahfud sambil menunjuk Dirjen Paraturan Perundang-undangan Depkumham Abdul Wahid yang mendampingi Patrialis. Kontan saja hadirin tertawa karena tahu Mahfud bercanda. Sebab Abdul Wahid bukan orang Jawa melainkan orang Madura sama dengan Mahfud.

Mendengarkan rekaman berjam-jam membuat hadirin kelelahan dan mulai bosan. Beberapa mulai keluar dari ruang sidang utama atau turun dari balkon ke serambi. Bahkan Mahfud sempat menskors sidang sekitar pukul 13.30 WIB.

Hal ini juga yang membuat Tumpak mengusulkan memutar rekaman yang konteksnya relevan dengan perkara di MK saja. Akhirnya Mahfud mengizinkan.

Namun sesi kedua sidang mendengarkan rekaman juga makin lama. Hadirin yang semua berdiri tampak mulai duduk. Banyak tamu dan tokoh yang memilih meninggalkan MK seperti Din Syamsuddin dan Guruh.

Anggota Tim Pembela, dan Tim Independen juga terlihat bergantian keluar masuk ruangan untuk ke kamar kecil. Patrialis juga terlihat beberapa kali keluar masuk.

Raut muka kelelahan tampak di muka peserta sidang. Beberapa anggota tampak menyangga kepala dengan tangan, memegang kening atau menyandarkan badan ke bantalan kursi seperti Komaruddin misalnya, atau Anies yang bahkan menyandarkan tangannya ke kursi Denny Indrayana yang ada disebelahnya.

Sesekali sambil berpangku tangan atau bersandar peserta sidang baik hakim, Tim Independen, Tim Pembela, maupun KPK tampak memejamkan mata melawan lelah dan kantuk.

Hal ini seolah tidak berlaku bagi Bambang dan Denny. Bambang terus sibuk mengetik dan Denny beberapa kali sibuk berdiskusi kecil dengan Todung.

Ada komentar yang nyaris seragam dari hadirin baik di dalam ruang sidang, di beranda, maupun di balkon. Dengan lirih banyak pengunjung yang berkomentar “Rusak negara ini”. Komentar itu terdengar beberapa kali sepanjang sidang, namun lirih.

Akhirnya menjelang senja sekitar jam 16.00 WIB rekaman selesai diperdengarkan. Saat sidang menjelang berakhir Patrialis datang memasuki sidang lagi setelah menyelesaikan urusannya.

Sementara itu para tokoh yang hadir mengaku menyempatkan diri ke MK di tengah kesibukannya untuk memberikan dukungan moral. Misalnya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dia menginginkan kasus ini diusut tuntas.

“Jangan ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.

Din juga meminta kasus itu tidak dipolitisasi. Dia juga meminta Tim Independen bekerja dengan baik. Meski dia meragukan Tim seperti itu berdasarkan pengalaman sebelumnya.

“Tim pencari fakta STPDN ternyata hasilnya juga tidak digubris. Saya kira nasib TPF ini tak jauh beda,” tukasnya.

Guruh Soekarnoputra juga menyatakan kedatangannya untuk memberikan dukungan moral. Dia meminta kasus itu diselesaikan dengan baik.

Dia juga meminta kasus ini diselesaikan seadil-adilnya. Dia juga meminta Chandra dan Bibit dibebaskan.

“Saya bersedia jadi jaminan kalau diperlukan,” ujarnya.(dian widiyanrko)